Kamis, 27 Februari 2014

Bagaimana Mengajarkan Ilmu Din kepada Anak

Oleh Ustadz Aunur Rafiq bin Ghufran, Lc

Anak yang masih kecil tentu belum mampu membaca dan menulis dalil, tetapi bukan berarti anak tidak mampu memahami dalil. Apabila orang tua senantiasa memantau anaknya, misal, ketika anak kecil yang kebiasaannya makan dan minum dengan tangan kiri, orang tua, pengasuh atau pendidik segera membetulkan tangannya agar makan dengan tangan kanan, anak-anak akan terbiasa makan dengan tangan kanan. Jika anak mampu berpikir, alangkah baiknya bila orang tua membacakan dalilnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَتَأْكُلُوْا بِالشِّمَالِ فَإِنَّ الشَيّْطَانَ يَأْكُلُ بِالشِّمَالِ

“Janganlah kamu makan dengan tangan kiri, karena setan makan dengan tangan kiri.” (HR. Muslim).

Ketika anak bersin, segera pendidik menuntunnya agar ia membaca “Alhamdulillah”, lalu orang tua menjawab, “yarhamukallah”, kemudian menuntun anaknya agar membaca lagi, “yahdikumullahu wa yushlih balakum”, sebagaimana hadits yang riwayatakan oleh al-Bukhari. Jika anak itu sudah bisa membaca, alangkah baiknya bila dibacakan haditsnya. Begitu pula anak ketika mau masuk dan keluar dari WC, hendaknya diajari do’anya. Ketika anak sedang membentak orang tua, kita bacakan surat al-Isra ayat 23 agar mereka tahu bahwa Allah melarang anak membentak orang tua.

Insya Allah jika semua tingkah laku anak kita hubungkan dengan ilmu Al-Qur’an dan hadits yang shahih, masa depan mereka ketika sudah waktunya mampu membaca dan menulis dalil, akan lebih tanggap dan mudah mengingat, bahkan mudah mengamalkanya. Ini semua tergantung keilmuan pendidik dan keuletannya ketika menghadapi perilaku anak didiknya.

Kami yakin bila hal ini kita terapkan di rumah, kita akan bahagia dengan kepandaian anak kita yang akan menjadi penyejuk hati dan nikmat yang besar buat orang tua yang beriman insya Allah.

Ilmu: Awal dari Semua Urusan

Ilmu lawannya bodoh. Bodoh itu kegelapan, membuat gelisah, merusak dan membinasakan. Begitulah kita saksikan orang kafir tatkala mereka menolak agama Islam. Bukankah orang sesat akan gelisah dan hilang kepercayaan dirinya? Bahkan boleh jadi menghabisi nyawanya! Maka bagaimana dengan orang yang tidak tahu ilmu Islam, tentu bahayanya lebih besar.

Berbeda dengan orang yang berilmu din. Ia akan menerangi hati, menenangkan jiwa. Ilmu mengawali semua perbuatan. Orang yang cerdas adalah orang yang berpikir sebelum berbicara dan beramal. Anak hendaknya dilatih demikian. Agar tidak sia-sia waktu dan pekerjaan mereka, orang tua hendaknya senantiasa memantau perkataan dan perbuatan mereka.

Jika mungkin, mereka ditanya, mengapa berkata demikian? Mengapa kamu berbuat demikian? Agar mereka tanggap bahwa apa yang mereka kerjakan didasari dengan ilmu. Jika mereka tidak mampu menjawab, pendidiklah yang menjawab agar ilmu tetap menjadi petunjuk mereka sebelum melangkah. Imam al-Bukhari berkata, “Wajib berilmu sebelum berbicara dan beramal, (lalu membacakan ayat 19 dari Q.S Muhammad). Allah memulainya dengan Ilmu dan sesungguhnya orang yang berilmu itu pewarisnya para Nabi.” ( Shahih Al-Bukhari).

Keutamaan Ilmu untuk Anak

Jika anak semenjak kecil sudah dikenalkan ilmu Al-Qur’an dan Hadits, walaupun dengan cara menasihati, menegur, memerintah dan melarang, insya Allah masa depan mereka akan menjadi anak yang shalih dan shalihah dengan izin Allah. Al-Qur’an dan Sunnah akan menjadi akhlaknya.

Aisyah pernah ditanya, “Bagaimana akhlak Rasulullah?” Aisyah menjawab, “Akhlak beliau adalah al-Qur’an” (HR. Ahmad).

Dengan kembali kepada ilmu agama Islam segala sesuatu yang awalnya jelek menjadi baik, awalnya kufur menjadi iman, awalnya durhaka kepada orang tua menjadi taat kepada orang tua, insya Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ اْلقُرْانَ وَعَلَّمَهُ

“Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkanya ,” ( Shahih Al-Bukhari: 2907).

Akhirnya, semoga Allah memberkahi hidup kita semua. Amin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar