Jumat, 13 Maret 2015

Hidayah



Perbedaan antara hidayah al-irsyad dan hidayah at-taufiq terlihat dari beberapa sisi. Di antaranya adalah:


1. Hidayah al-irsyad bisa dilakukan oleh siapa pun yang memiliki kemampuan menyampaikannya, sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya. Adapun hidayah at-taufiq itu murni di tangan Allah l, Dia memberikannya kepada siapa yang dikehendaki oleh-Nya.
Allah l berfirman tentang Rasulullah n:
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” (al-Qashash: 56)


2. Hidayah al-irsyad tidak selalu mendatangkan iman dan hidayah yang sempurna (taufik). Adapun hidayah at-taufiq pasti bergandengan dengan iman, karena hidayah at-taufiq itu khusus bagi orang yang beriman dan mengamalkan Islam.
Allah l berfirman:
“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.” (al-An’am: 125)


3. Hidayah al-irsyad adalah sebab dan syarat untuk mendapatkan hidayah at-taufiq, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Adapun hidayah at-taufiq adalah hasil dan buah dari pengamalan hidayah al-irsyad.
Allah l berfirman:
“Barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Ali Imran: 101) (Ta’liq Yasin al-Adni atas Syarah al-Aqidah al-Wasithiyah, Khalil Harras, hlm. 41)

Hidayah at-taufiq ini ada dua tingkatan1.
1. Hidayah at-taufiq dari kekufuran dan kesyirikan menuju Islam dan tauhid, disebut dengan hidayah ila ath-thariq (هِدَايَةٌ إِلَى الطَّرِيقِ).
Hidayah ini didapatkan oleh seseorang yang sebelumnya kafir musyrik dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, dengan segenap ketentuan dan persyaratannya.
Allah l berfirman:
Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al-Kitab dan kepada orang-orang yang ummi, “Apakah kamu (mau) masuk Islam?” Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk …. (Ali Imran: 20)
Hidayah ini bisa menyelamatkan seseorang dari kekekalan dalam api neraka, walaupun dia terjatuh dalam dosa dan kemaksiatan. Apabila Allah l menghendaki, Dia akan mengampuni dosanya meskipun dia meninggal sebelum sempat bertaubat.
Allah l berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. Dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (an-Nisa: 48)
Tidak ada sesuatu pun yang dapat membatalkan hidayah ini, melainkan apabila seseorang melakukan salah satu pembatal keislaman dan ketauhidan yang telah dirinci oleh para ulama dalam kitab-kitab akidah.


2. Hidayah at-taufiq dari kebid’ahan menuju sunnah, dari kemaksiatan menuju ketaatan, dan dari dosa menuju ibadah.
Hidayah inilah yang lebih utama. Inilah yang diinginkan oleh Allah l dan Rasulullah n. Ini pula yang harus dicari dan didapatkan oleh seorang hamba. Dengan inilah seorang hamba berlomba meraih pahala yang besar, kedudukan yang tinggi di sisi Allah l, dan surga dambaan setiap insan. Hidayah ini disebut hidayah fi ath-thariq (هِدَايَةٌ فِي الطَّرِيقِ).
Tidak semua orang yang diberi hidayah kepada Islam bisa mendapatkan hidayah untuk mengamalkan Islam sesuai dengan sunnah Rasulullah n. Bahkan, sunnatullah (menjadi ketetapan Allah l), banyak pihak yang menyimpang dan sesat, sedangkan yang selamat hanya sedikit.
Allah l menyatakan:
ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ
“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (Saba: 13)


Cermatilah berita Rasulullah n tentang perpecahan yang terjadi pada umat ini. Rasulullah n bersabda:


سَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثَةٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً. قِيلَ: مَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ


“Umatku akan terpecah-belah menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka, kecuali satu golongan.” Beliau ditanya, “Siapakah dia, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “(Golongan) yang berada di atas apa yang aku dan para sahabatku berada.” (Hasan, HR. at-Tirmidzi dalam Sunan-nya “Kitabul Iman Bab Iftiraqul Hadzihil Ummah”, dari sahabat Abdullah bin Amr bin al-‘Ash c)
Hanya satu pihak yang dinyatakan selamat dari kesesatan. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa di atas Sunnah Rasulullah n. Adapun pihak-pihak yang lain dinyatakan sesat dan terancam dengan neraka. (Lihat Silsilah ash-Shahihah no. 204)


Hidayah ini merupakan konsekuensi dari hidayah at-taufiq yang pertama. Setiap orang yang telah mengucapkan syahadatain dan memeluk Islam harus mempelajari dan mengamalkan Islam sesuai dengan bimbingan Sunnah Rasulullah n. Dia harus mengaplikasikan Islam secara kaffah dalam kehidupannya. Allah l berfirman:


“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (al-Baqarah: 208)


Inilah makna hidayah yang sesungguhnya. Hidayah di atas jalan yang lurus. Hidayah di atas As-Sunnah.
Sebagian pihak merasa telah meraih hidayah ketika sebelumnya dia kafir lalu masuk Islam, tanpa melihat Islam yang di atas Sunnah Rasul . Cukup banyak orang kafir yang masuk Islam, namun kemudian mengikuti paham Ahmadiyah, Rafidhah, JIL, dan paham kekafiran lain yang berkedok Islam.
Tidak jarang pula orang yang sebelumnya terkungkung dalam paham sesat ekstrem lalu keluar, namun tidak keluar menuju As-Sunnah, justru menuju paham sesat lainnya semacam IM (Ikhwanul Muslimin), firqah Tabligh, Sururiyah, Haddadiyah, Hizbut Tahrir, dan firqah takfir wal jihad2.
Jenis yang pertama ibarat orang yang keluar dari mulut buaya namun masuk ke mulut harimau. Adapun pihak kedua seperti orang yang keluar dari sebuah kesesatan kemudian masuk kepada kesesatan lainnya.
Kita tidak mengingkari bahwa mereka telah mendapatkan hidayah taufik untuk memeluk Islam. Hanya saja, yang tidak ada pada mereka adalah hakikat hidayah, yaitu hidayah at-taufiq di atas Sunnah Rasulullah 


Ada pula pihak ketiga, orang-orang yang mendapatkan hidayah at-taufiq di atas As-Sunnah, namun dalam kesehariannya masih kurang sempurna menjalankan As-Sunnah. Mereka masih sering terjatuh dalam beragam dosa dan kemaksiatan. Perbuatan mereka ini bisa mengurangi kesempurnaan hidayah, sesuai dengan kadar dosa dan maksiatnya.


Dari sisi inilah, orang-orang yang berada di atas As-Sunnah berbeda tingkat keutamaan dan kedudukannya. Barang siapa menyempurnakan pengamalan As-Sunnah dalam segala aspek, sempurnalah hidayah yang diraihnya. Semakin tinggi pula kedudukan dan keutamaannya. Sebaliknya, barang siapa yang semakin sering terjatuh dalam dosa dan kemaksiatan, akan semakin berkurang kesempurnaan hidayah yang diraihnya. Bahkan, mungkin akan pudar dan hilang apabila dia terjatuh dalam jurang penyimpangan dan kesesatan. Bahkan, bisa jadi luput pula darinya hidayah Islam, apabila dia murtad atau melakukan pembatal keislaman dan ketauhidan.

Jadi perbedaannya pada hidayah alirsyad terdapat campur tangan manusia yang menjadikan sebab seseorang mendapatkan hidayah, sedangkah hidayah taufik ini murni wewenang  ALLAH ﷻ dan ini adalah hasil dari keimanan kita pada  ALLAH ﷻ dengan menjalankan syariatNya.. 

By: Echy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar