🌃[Seri #Mutiara_Ramadhan 19]⛺
🌙🌠Kemuliaan Lailatul Qodr, Waktunya, Tanda-tandanya dan Amalan-amalannya🌌
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
➡Allah ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an pada lailatul qodr. Dan tahukah engkau apa lailatul qodr itu? Lailatul qodr adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Turun para malaikat dan Jibril pada malam itu dengan izin Rabb mereka untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh dengan keselamatan sampai terbit fajar.” [Al-Qodr: 1-5]
➡Surat Al-Qodr adalah satu surat penuh yang berbicara tentang kemuliaan lailatul qodr, diantara kemuliaannya yang dijelaskan dalam surat yang mulia ini:
1) Malam yang penuh berkah; kebaikan-kebaikan yang melimpah, malam yang penuh dengan ketenangan dan keselamatan, malam yang dimuliakan dengan turunnya Al-Qur’an. Pada ayat yang lain Allah ta’ala menegaskan,
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيم
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” [Ad-Dukhan: 3-4]
2) Amal shalih pada malam itu lebih baik dari amal shalih yang dilakukan selama 1000 bulan (83 tahun 4 bulan) tanpa lailatul qodr, padahal jika seseorang hidup selama itu belum tentu dia memiliki amalan senilai itu apalagi lebih besar. Asy-Syaikh Abdur Rahman As-Si’di rahimahullah berkata,
فالعمل الذي يقع فيها، خير من العمل في ألف شهر خالية منها
“Maka amalan yang dilakukan di malam tersebut lebih baik dari amalan selama seribu bulan tanpa lailatul qodr.” [Tafsir As-Si’di, hal. 931]
•Dan ayat yang mulia menunjukkan bahwa keutamaan tersebut bersifat umum, siapa saja kaum muslimin yang beramal di malam tersebut maka ia akan mendapatkan keutamaannya, tidak khusus orang-orang tertentu saja. Sama saja apakah ia menyadari malam itu lailatul qodr atau bukan.
3) Banyaknya jumlah malaikat yang turun di malam tersebut bersama berkah dan rahmat Allah ta’ala. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْمَلَائِكَةَ تِلْكَ اللَّيْلَةَ فِي الْأَرْضِ أَكْثَرُ مِنْ عَدَدِ الْحَصَى
“Sesungguhnya malaikat di malam tersebut di muka bumi lebih banyak dari jumlah batu-batu kerikil.” [HR. Ahmad dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 2205]
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
يَكْثُرُ تَنزلُ الْمَلَائِكَةِ فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ لِكَثْرَةِ بَرَكَتِهَا، وَالْمَلَائِكَةُ يَتَنَزَّلُونَ مَعَ تَنَزُّلِ الْبَرَكَةِ وَالرَّحْمَةِ
“Banyaknya malaikat yang turun di malam tersebut karena keberkahannya yang melimpah, dan malaikat turun bersama dengan turunnya berkah dan rahmat.” [Tafsir Ibnu Katsir, 8/444]
4) Pada malam itu ditetapkan takdir secara terperinci selama satu tahun. Al-Imam Qotadah rahimahullah berkata,
يقضى فيها ما يكون في السنة إلى مثلها
“Ditetapkan pada malam itu apa yang akan terjadi selama satu tahun sampai tahun berikutnya.” [Tafsir Ath-Thobari, 24/534]
5) Para malaikat mengucapkan salam (mendoakan keselamatan) untuk orang-orang yang beribadah di malam tersebut. Al-Imam Asy-Sya’bi rahimahullah berkata,
تَسْلِيمُ الْمَلَائِكَةِ لَيْلَةَ الْقَدْرِ عَلَى أَهْلِ الْمَسَاجِدِ، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
“Malaikat mendoakan keselamatan ketika lailatul qodr untuk orang-orang yang beribadah di masjid sampai terbit fajar.” [Tafsir Ibnu Katsir, 8/444]
➡Kapan Lailatul Qodr?
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailaul qodr pada sepuluh malam terakhir Ramadhan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qodr pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir Ramadhan.” [HR. Al-Bukhari dari Aisyah radhiyallahu’anha]
Akan tetapi penghitungan malam ganjil bisa dihitung dari depan, yaitu malam 21, 23, 25, 27 dan 29. Bisa pula dihitung dari belakang, yaitu 9, 7, 5, 3 dan 1 hari yang tersisa, maka apabila dihitung dari belakang malam ganjil adalah malam-malam genap apabila dihitung dari depan, yaitu malam 22, 24, 26, 28 dan 30.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي تَاسِعَةٍ تَبْقَى فِي سَابِعَةٍ تَبْقَى فِي خَامِسَةٍ تَبْقَى
“Carilah lailatul qodr di sembilan malam yang tersisa, tujuh malam yang tersisa dan lima malam yang tersisa.” [HR. Al-Bukhari dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
فَالْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ الْتَمِسُوهَا فِى التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ
“Maka carilah lailatul qodr di sepuluh malam terakhir Ramadhan, carilah di malam ke 9, 7 dan 5 (yang tersisa).” [HR. Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu]
Hadits yang mulia ini dijelaskan maknanya oleh Sahabat yang Mulia Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu,
إِذَا مَضَتْ وَاحِدَةٌ وَعِشْرُونَ فَالَّتِى تَلِيهَا ثِنْتَيْنِ وَعِشْرِينَ وَهْىَ التَّاسِعَةُ فَإِذَا مَضَتْ ثَلاَثٌ وَعِشْرُونَ فَالَّتِى تَلِيهَا السَّابِعَةُ فَإِذَا مَضَى خَمْسٌ وَعِشْرُونَ فَالَّتِى تَلِيهَا الْخَامِسَةُ
“Apabila telah berlalu malam 21 maka yang berikutnya adalah malam 22, itulah malam 9 (yang tersisa), apabila berlalu malam 23 maka yang berikutnya (malam 24) adalah malam 7 (yang tersisa), apabila telah berlalu malam 25 maka yang berikutnya (malam 26) adalah malam 5 (yang tersisa).” [Riwayat Muslim]
Dan itu berlaku sampai akhir Ramadhan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,
الْتَمِسُوهَا فِى تِسْعٍ يَبْقَيْنَ أَوْ فِى سَبْعٍ يَبْقَيْنَ أَوْ فِى خَمْسٍ يَبْقَيْنَ أَوْ فِى ثَلاَثٍ أَوْ آخِرِ لَيْلَةٍ
“Carilah lailatul qodr pada 9 hari yang tersisa, atau 7 hari yang tersisa, atau 5 hari yang tersisa, atau 3 hari yang tersisa, atau malam yang terakhir.” [HR. At-Tirmidzi dari Abu Bakrah radhiyallahu’anhu, Shahihul Jaami’: 1243]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
لَكِنَّ الْوِتْرَ يَكُونُ بِاعْتِبَارِ الْمَاضِي فَتُطْلَبُ لَيْلَةَ إحْدَى وَعِشْرِينَ وَلَيْلَةَ ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ وَلَيْلَةَ خَمْسٍ وَعِشْرِينَ وَلَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَلَيْلَةَ تِسْعٍ وَعِشْرِينَ. وَيَكُونُ بِاعْتِبَارِ مَا بَقِيَ كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {لِتَاسِعَةٍ تَبْقَى لِسَابِعَةٍ تَبْقَى لِخَامِسَةٍ تَبْقَى لِثَالِثَةٍ تَبْقَى}. فَعَلَى هَذَا إذَا كَانَ الشَّهْرُ ثَلَاثِينَ يَكُونُ ذَلِكَ لَيَالِيَ الْأَشْفَاعِ. وَتَكُونُ الِاثْنَيْنِ وَالْعِشْرِينَ تَاسِعَةً تَبْقَى وَلَيْلَةُ أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ سَابِعَةً تَبْقَى. وَهَكَذَا فَسَّرَهُ أَبُو سَعِيدٍ الخدري فِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ. وَهَكَذَا أَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الشَّهْرِ. وَإِنْ كَانَ الشَّهْرُ تِسْعًا وَعِشْرِينَ كَانَ التَّارِيخُ بِالْبَاقِي كَالتَّارِيخِ الْمَاضِي. وَإِذَا كَانَ الْأَمْرُ هَكَذَا فَيَنْبَغِي أَنْ يَتَحَرَّاهَا الْمُؤْمِنُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ جَمِيعِهِ كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {تَحَرَّوْهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ} وَتَكُونُ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ أَكْثَرَ. وَأَكْثَرُ مَا تَكُونُ لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ كَمَا كَانَ أبي بْنُ كَعْبٍ يَحْلِفُ أَنَّهَا لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ.
فَقِيلَ لَهُ: بِأَيِّ شَيْءٍ عَلِمْت ذَلِكَ ؟ فَقَالَ بِالْآيَةِ الَّتِي أَخْبَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ. {أَخْبَرَنَا أَنَّ الشَّمْسَ تَطْلُعُ صُبْحَةَ صَبِيحَتِهَا كَالطَّشْتِ لَا شُعَاعَ لَهَا}. فَهَذِهِ الْعَلَامَةُ الَّتِي رَوَاهَا أبي بْنُ كَعْبٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَشْهَرِ الْعَلَامَاتِ فِي الْحَدِيثِ وَقَدْ رُوِيَ فِي عَلَامَاتِهَا"{أَنَّهَا لَيْلَةٌ بلجة مُنِيرَةٌ} وَهِيَ سَاكِنَةٌ لَا قَوِيَّةُ الْحَرِّ وَلَا قَوِيَّةُ الْبَرْدِ وَقَدْ يَكْشِفُهَا اللَّهُ لِبَعْضِ النَّاسِ فِي الْمَنَامِ أَوْ الْيَقَظَةِ. فَيَرَى أَنْوَارَهَا أَوْ يَرَى مَنْ يَقُولُ لَهُ هَذِهِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ وَقَدْ يُفْتَحُ عَلَى قَلْبِهِ مِنْ الْمُشَاهَدَةِ مَا يَتَبَيَّنُ بِهِ الْأَمْرُ. وَاَللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ.
“Akan tetapi malam ganjil itu bisa dilihat kepada hari yang telah berlalu, maka ia dicari pada malam 21, 23, 25, 27 dan 29. Dan bisa dilihat kepada hari yang tersisa, sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,
لِتَاسِعَةٍ تَبْقَى لِسَابِعَةٍ تَبْقَى لِخَامِسَةٍ تَبْقَى لِثَالِثَةٍ تَبْقَى
“Pada sembilan malam yang tersisa, tujuh malam yang tersisa, lima malam yang tersisa, tiga malam yang tersisa.”
Atas dasar perhitungan dengan melihat kepada hari-hari yang tersisa tersebut, apabila bulan mencapai 30 hari maka lailatul qadr terdapat pada malam-malam genap, dan jadilah malam ke-22 sebagai sembilan hari yang tersisa dan malam ke-24 sebagai tujuh hari yang tersisa, demikianlah yang ditafsirkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri dalam hadits yang shahih. Dan demikianlah Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mengamalkannya di bulan itu.
Adapun jika bulan hanya 29 hari maka hitungan malam ganjil dengan penanggalan sisa hari sama dengan penanggalan hari yang telah berlalu.
Jadi, apabila kenyataannya seperti ini maka hendaklah seorang mukmin itu berusaha mendapati lailatul qadr pada sepuluh malam terakhir seluruhnya (bukan hanya pada tanggal-tanggal ganjil saja, pen), sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ
“Carilah lailatul qadr pada sepuluh malam terakhir.”
Dan kebanyakannya terdapat pada tujuh malam terakhir, dan lebih banyak lagi terjadi pada malam 27 sebagaimana Ubay bin Ka’ab pernah bersumpah bahwa lailatul qadr itu pada malam 27.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar