Haram Berniat untuk Tidak Membayar Utang
Dari Maimun Al-Kurdi dari ayahnya, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wassallam bersabda:
أَيُّمَا رَجُلٍ تَزَوَّجَ امْرَأَةً عَلَى مَا قَلَّ مِنَ الْمَهْرِ أَوْ كَثُرَ لَيْسَ فِي نَفْسِهِ أَنْ يُؤَدِّيَ إِلَيْهَا حَقَّهَا خَدَعَهَا فَمَاتَ وَلَمْ يُؤَدِّ إِلَيْهَا حَقَّهَا لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَهُوَ زَانٍ، وَأَيُّمَا رَجُلٍ اسْتَدَانَ دَيْنًا لاَ يُرِيدُ أَنْ يُؤَدِّيَ إِلَى صَاحِبِهِ حَقَّهُ خَدَعَهُ حَتَّى أَخَذَ مَالَهُ فَمَاتَ وَلَمْ يُؤَدِّ دَيْنَهُ لَقِيَ اللهَ وَهُوَ سَارِقٌ
“Siapapun laki-laki yang menikahi seorang wanita dengan mahar sedikit atau banyak tanpa niatan dalam dirinya untuk memberikan haknya, dia tipu istrinya lalu dia (laki-laki itu) mati sementara belum memberikan haknya maka akan bertemu Allah di hari kiamat dalam status sebagai pezina. Dan siapapun laki-laki yang berutang dan tidak ada niatan untuk melunasi hak orang yang mengutanginya, ia tipu dia sehingga dia ambil harta orang yang meminjaminya sampai dia mati dan belum membayar utangnya maka nanti akan bertemu Allah dalam status sebagai pencuri.” (Shahih, HR. At-Thabarani, Shahih At-Targhib no. 1807)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhumma ia berkata Rasulullah shallallahu alaihi wassallam bersabda:
“Barangsiapa yang mati sementara ia menanggung utang satu dinar atau satu dirham maka akan dibayar dengan pahala amal baiknya, karena di sana tidak ada dinar dan dirham.” (Hasan Shahih, HR. Ibnu Majah dengan sanad yang hasan, juga At-Thabarani dalam Mu’jam Al-Kabir dengan lafadz: Rasulullah shallallahu alaihi wassallam bersabda: “Utang itu ada dua macam, maka barangsiapa yang mati dan dia berniat untuk melunasinya maka aku menjadi walinya, dan barangsiapa yang mati sementara dia tidak berniat melunasinya, maka orang itulah yang diambil pahala amal baiknya, di hari itu tidak ada dinar dan dirham.” (Shahih Lighairihi, Shahih At-Targhib no. 1803)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata Rasulullah shallallahu alaihi wassallam bersabda:
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللهُ
“Barangsiapa mengambil harta manusia dan ia ingin melunasinya, niscaya Allah akan melunasinya. Dan barangsiapa mengambil harta manusia dengan niat menghancurkannya, niscaya Allah menghancurkan dia.” (Shahih, HR. Al-Bukhari)
Tidak Boleh Bagi yang Mampu Untuk Menunda Pembayaran
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wassallam bersabda:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ
“Penundaan orang yang mampu itu adalah perbuatan zalim.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits lain:
لَيُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوبَتَهُ
“Penundaan orang yang mampu akan menghalalkan kehormatan dan hukumannya.” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, dalam Sunan Al-Kubra, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban)
Menghalalkan kehormatannya yakni membolehkan bagi orang yang mengutangi untuk berkata keras padanya, sedangkan menghalalkan hukumannya yakni membolehkan hakim untuk memenjarakannya.
Jangan Menganggap Sepele Urusan Utang!
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu anhu, ia mendengar Nabi shallallahu alaihi wassallam bersabda:
لَا تُخِيفُوا أَنْفُسَكُمْ بَعْدَ أَمْنِهَا. قَالُوا: وَمَا ذَاكَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: الدَّيْنُ
“Jangan kalian buat takut diri kalian setelah rasa amannya.” Mereka mengatakan: “Apa itu, ya Rasulullah?” “Utang,” jawab beliau. (HR. Ahmad, Abu Ya’la, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi, dan Al-Hakim. Beliau mengatakan: Sanadnya shahih. Lihat Shahih Targhib, 2/165 no. 1797)
Dari Tsauban radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wassallam bersabda:
مَنْ فَارَقَ رُوْحُهُ جَسَدَهُ وَهُوَ بَرِيءٌ مِنْ ثَلاَثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ؛ الْغُلُولُ، وَالدَّيْنُ، وَالْكِبْرُ
“Barangsiapa yang rohnya berpisah dengan jasadnya dan dia terbebas dari tiga perkara maka dia akan masuk ke dalam Al-Jannah; (tiga perkara itu adalah) mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi, utang, dan kesombongan.” (Shahih, HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim dan ini lafadz beliau. Lihat Shahih At-Targhib, 2/166 no. 1798)
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wassallam, beliau bersabda:
مَنْ حَالَتْ شَفَاعَتُهُ دُوْنَ حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللهِ فَقَدْ ضَادَّ اللهَ فِي أَمْرِهِ، وَمَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَلَيْسَ ثَمَّ دِيْنَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ وَلَكِنَّهَا الْحَسَنَاتُ وَالسَّيِّئَاتُ
“Barangsiapa yang pembelaannya menghalangi salah satu dari hukum had Allah maka dia telah melawan perintah Allah. Dan barangsiapa yang mati dan menanggung utang, maka di sana tidak ada dinar dan tidak ada dirham. Yang ada adalah amal kebaikan dan amal keburukan.” (Shahih, HR. Al-Hakim dan dishahihkannya; Abu Dawud, dan At-Thabarani. Lihat Shahih At-Targhib, 2/168 no. 1809)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wassallam, beliau bersabda:
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
“Jiwa seorang mukmin tergantung dengan utangnya sampai dilunasi.” (Shahih, HR. Ahmad, At-Tirmidzi, dan beliau mengatakan hasan; Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban. Lihat Shahih At-Targhib no. 1811)
Dari Samurah, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wassallam berkhutbah kepada kami lalu mengatakan:
هَا هُنَا أَحَدٌ مِنْ بَنِى فُلاَنٍ؟ فَلَمْ يُجِبْهُ أَحَدٌ، ثُمَّ قَالَ: هَا هُنَا أَحَدٌ مِنْ بَنِى فُلاَنٍ؟ فَلَمْ يُجِبْهُ أَحَدٌ، ثُمَّ قَالَ: هَا هُنَا أَحَدٌ مِنْ بَنِى فُلاَنٍ؟ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ: أَنَا يَا رَسُولَ اللهِ. فَقَالَ n: مَا مَنَعَكَ أَنْ تُجِيبَنِى فِى الْمَرَّتَيْنِ الأُولَيَيْنِ، أَمَا إِنِّي لَمْ أُنَوِّهْ بِكُمْ إِلاَّ خَيْرًا، إِنَّ صَاحِبَكُمْ مَأْسُورٌ بِدَيْنِهِ. فَلَقَدْ رَأَيْتُهُ أَدَّى عَنْهُ حَتَّى مَا بَقِىَ أَحَدٌ يَطْلُبُهُ بِشَىْءٍ
“Apakah di sini ada seseorang dari bani fulan?” Tidak seorangpun menjawabnya. Lalu (beliau) berkata lagi: “Apakah di sini ada seseorang dari bani fulan?” Tidak seorangpun menjawabnya. Lalu beliau berkata lagi: “Apakah di sini ada seseorang dari bani fulan?” Maka seseorang berdiri dan mengatakan: “Saya, wahai Rasulullah.” Maka beliau mengatakan: “Apa yang menghalangimu untuk menjawab pada (panggilan) pertama dan kedua kalinya? Saya tidak menyebut kalian kecuali yang baik. Sesungguhnya teman kalian tertahan (yakni untuk masuk ke surga) dengan sebab utangnya.” Samurah mengatakan: “Sungguh aku melihat orang tadi melunasinya, sehingga tidak seorangpun menuntutnya lagi dengan sesuatupun.” (Shahih, HR. Abu Dawud, An-Nasa’i, dan Al-Hakim, dalam riwayatnya: “Kalau kalian ingin maka tebuslah, dan kalau kalian ingin maka serahkanlah dia kepada siksa Allah.” (Shahih At-Targhib no. 1810)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar