Ini lucu tapi nggak lucu, karena hampir setiap manusia yang mengaku muslim tahu surah pendek yang penting sekali. Impossible jika mereka bilang tidak tahu, karena surah ini masuk dalam surah yang bahkan diajarkan saat TK, SD, usia kanak-kanak. Yaitu surat Al 'Ashr :
(I) Wal Asri
(II) Innal Insan nalafi khusr
(III) ilallazi na'amanu wa'amilus sallehati, Watawa saubil haq watawa saubil sabr.
Tahu, kan ??? Apa terjemahan surah itu ???
Here we go :
(I) Demi masa
(II) Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian
(III) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Jelas sudah, surah ini bilang manusia itu dalam posisi default rugi. Saya, anda, kita semua dalam posisi rugi. Kecuali yang melakukan tiga hal :
->Beriman
_>Mengerjakan amal saleh
->Saling menasehati.
Maka, orang-orang yang bilang urus saja urusan masing-masing, jelas sekali tidak paham agamanya, hingga dengan terang2an ia mengaku sebagai manusia yang merugi.
2. Ketika datang nasehat, mereka berkata :
"Jangan sok suci"
Jika urusan saling menasehati harus menunggu semua orang suci dulu, maka bubar kehidupan ini. Ini juga favorit sekali reaksi orang-orang yang ogah dinasehati. Kalaupun seseorang itu tidak suci, maka bukan berarti kewajiban untuk menasehati jadi gugur. Adalah jalan menuju kebaikan ketika seseorang rajin mengingatkan, menasehati, secara terus menerus, hingga akhirnya perbuatan maksiat, dosa yang dia lakukan menjadi berangsur-angsur berkurang. Ada banyak nasehat ulama besar atas hal ini, silahkan dibaca buku2 mereka. Betapa indah nasehat tersebut.
3. Ketika datang nasehat, mereka berkata :
"Memangnya ente sudah melakukan apa ente bilang ??"
Saudaraku, bukan urusan kita menilai hal ini. Itu urusan Allaah. Jelas bahwa, besar sekali kebencian Allaah atas orang-orang yang tidak melakukan apa yang dia katakan. Tapi itu bukan urusan kita. Jika setiap kali nasehat datang, kita sibuk bertanya hal ini, memang ente sudah ??? Maka rusaklah keseimbangan dalam masyarakat. Kalaupun kita tahu seseorang itu memang munafik pol, pendusta maksimal, hanya pencitraan saja nasehatnya, maka sah2 saja jika kita juga balik mengingatkannya, karena mmg seharusnya kita saling mengingatkan, tapi tetep aja kita hanya bisa sebatas mengingatkan, dan kita serahkan pada Allaah kemudoan.
Dan yang cukup mengenaskan, seringnya jika ada nasehat, justru kemudian rame2 diserang, hingga seolah sedang terjadi pertengkaran yang ditonton banyak orang, ahirnya membuat orang lupa substansi nasehat yang datang.
Nah, sekarang gini aja deh, jika masih mau ngotot nggak suka sama yang memberikan nasehat, silahkan besok lusa pas shalat Jum'at atau Idul Fitri, kalian berseru ke khatibnya :
"Memangnya ente sudah melakukan apa yang lu ceramahkan, Khatib ????"
Berani nggak ???
4. Ketika datang nasehat, mereka berkata :
"Bisa nggak sih dakwahnya lebih santun ??"
Nggak ada nasehat baik yang keliru. Yang salah itu orang2 yang tidak mau memberikan nasehat. Ketika kita kehilangan argumen secara substansif untuk ngeles, kehabisan argumen berdasarkan dalil untuk membantah sebuah nasehat, maka jangan pernah justeru menyerang sisi elementernya. Menyenangkan memang melakukannya, karena memberi kepuasan temporer di hati, tapi itu dusta hati yang kotor, tapi, tapi, tapi, itu semua kulit bawang halus yang kita ciptakan untuk membentengi kesalahan.
Dan hal ini amat kontraproduktif, bayangkan, kita menyerang langsung secara terbuka ditonton banyak orang. Maka orang-orang lebih asyik menonton, bukan mendengarkan substansi nasehat.
Kalo kita rajin baca Al Qur'an, membaca hadits, boleh jadi kita akan paham betapa banyaknya peringatan yang disampaikan dengan keras, perumpamaan yang sangat menohok hati (manusia disamakan dengan binatang ternak), dlsb. Apakah ada yang berani bilang nasehat dalam Qur'an dan hadits nggak santun ???
5. Ketika datang nasehat, mereka berkata :
"Ente siapa lancang sok menasehati ???"
My dear, enyahkanlah pemikiran seperti itu, itu hanya emosi sesaat yang muncul karena kita menolak orangnya tanpa mau peduli apa yang dikatakannya. Hal seperti ini juga muncul karena ada benih taqlid dihatinya pada pihak terrtentu, yang mana ia mengikuti sesuatu yang dianggap benar karena figur tertentu. Seharusnya, kita ikuti orang karena ia benar.
All, berbuat baik, (termasuk di dalamnya saling menasehati) adalah tanggung-jawab (responsibility) setiap ummat, dan ia nggak pernah menjadi pilihan (choice).
Nah, peradaban manusia (terutama Islam) bisa bertahan ratusan tahun karena masih ada yang mengambil tanggung-jawab tersebut, jika tidak, maka dia akan hancur binasa oleh tangan manusia sendiri, atau digulung oleh adzab Allaajh Azza wa Jalla. Bacalah sejarah2 peradaban lama. Pastikan bahwa nasehat itu ada dua kaki :
Amar ma'ruf, nahi munkar.
Menyeru kepada kebaikan, itu sudah banyak yang melakukan, tapi yang mencegah kemungkaran, berdiri gagah mengingatkan hal2 mungkar masihlah kurang karena banyak yang menentang, dan kita semua dibebani kewajiban tersebut, yakni tidak hanya amar makruf, tapi juga nahi munkar.
Barakallaahu fiikum.
(Abdullah khansa)
Via: Muhibbatul Ilmi - reshare dr fb ummu abdul hakim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar