BERBAHAGIALAH DENGAN TAUHID
Saudariku muslimah yang dimuliakan Allah..
Pernahkah terbetik olehmu, untuk apakah kita diciptakan di dunia ini, sedangkan pada akhirnya kita akan dimatikan? Ketahuilah wahai Saudariku, Allah Ta’ala itu Maha Berkehendak, Yang menghendaki terciptanya alam semesta dan seluruh isinya serta menghendaki hikmah di balik semua penciptaan ini. Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah rahimahullah mengatakan, “Apakah kalian diciptakan tanpa ada maksud dan hikmah, tidak untuk beribadah kepada Allah, dan juga tanpa ada balasan dari-Nya?”
Saudariku, Tahukah Engkau Apakah Tauhid Itu?
Tauhid Secara Bahasa
Kata “tauhid” dalam Bahasa Arab adalah bentuk kata benda abstrak (masdar) dari kata wahhada – yuwahhidu – tauhidan. Wahhada artinya “menjadikan satu sesuatu”. Sesuatu yang satu adalah sesuatu yang berdiri sendiri dan tidak bersekutu dengan yang lainnya.
Tauhid Secara Syariat
Makna tauhid secara syari’at adalah mengesakan Allah Ta’ala dalam beribadah, yaitu menjadikan seluruh ibadah dan ketaatan hanya untuk Allah Ta’ala semata dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya.
Allah Ta’ala berfirman
وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ
“ dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah” (QS. Al-Anfaal: 39),
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (QS. An-Nisa: 36),
فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).” (QS. Al-Mu`min: 14)
Macam-Macam Tauhid
1. Tauhid Rububiyyah
Tauhid rububiyyah adalah pengakuan bahwa Allah Ta’ala adalah satu-satunya Dzat yang menciptakan alam semesta, yang mengatur segala urusan, menghidupkan, mematikan, dan memberi rezeki. Tauhid rububiyyah mencakup keimanan kepada tiga hal, yaitu: 1) beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah Ta’ala secara umum, seperti menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan, dan lain-lain; 2) beriman kepada qadha` dan qadar Allah Ta’ala; dan 3) beriman kepada keesaan Dzat-Nya.
Allah Ta’ala berfirman
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (٢٦)تُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ (٢٧)
“Katakanlah, ‘Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu lah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rizki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).’” (QS. Ali-Imran: 26-27)
Pengakuan tauhid rububiyyah sebenarnya sudah tertanam dalam fitrah manusia, sehingga hampir semua manusia mengakui dan tidak mengingkarinya, baik muslim maupun kafir, baik dahulu maupun sekarang.
Allah Ta’ala berfirman
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الأمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ (٣١)
“Katakanlah, ‘Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Allah.’ Maka katakanlah, ‘Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?’” (QS. Yunus: 31)
Namun, ketahuilah wahai Saudariku, pengakuan bahwa Allah Ta’ala adalah satu-satunya pencipta, pengatur, pemelihara alam semesta ini, dan pemberi rezeki untuk hamba-hamba-Nya, tidaklah cukup untuk bisa menggolongkan seseorang sebagai seorang mukmin (orang yang beriman). Sebagaimana kaum musyrikin zaman dulu, seperti Abu Jahal dan pengikutnya, mereka mengakui tauhid rububiyyah, namun semua itu tidaklah memasukkan mereka kepada golongan orang-orang yang beriman. Bahkan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa salam memerangi dan menghalalkan darah dan harta mereka.
2. Tauhid Uluhiyyah
Tauhid uluhiyyah adalah mengesakan Allah Ta’ala sebagai satu-satunya tujuan perbuatan-perbuatan hamba yang dilakukan dalam rangka beribadah dan ber-taqarrub (mendekatkan diri), seperti berdoa, rasa takut, berharap, bertawakkal, memohon pertolongan dan perlindungan, berkurban, bernadzar, dan lain sebagainya. Uluhiyyah maknanya adalah ibadah. Oleh karena itu, tauhid uluhiyyah disebut juga dengan tauhid ibadah.
Ibadah secara bahasa adalah ketundukan dan kehinaan. Sedangkan ibadah dalam istilah syar’i didefinisikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah sebagai “suatu istilah bagi semua hal yang dicintai oleh Allah Ta’ala dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang lahir ataupun batin”.
Ibadah mencakup tiga rukun yang ketiganya harus terkumpul pada seorang hamba, yaitu rasa cinta, harap, dan takut. Ibadah adalah puncak kecintaan dan keridhaan kepada Allah Ta’ala, karena untuk ibadahlah manusia diciptakan oleh-Nya. Hal ini terkandung di dalam firman-Nya
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ (٥٦)
“Dan Aku tidaklah menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56).
Untuk tujuan ini pula diutus para Rasul ‘alaihimussalam, seperti dalam firman Allah Ta’ala
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu.’“ (QS. An-Nahl: 36).
Ketahuilah Saudariku, tauhid uluhiyyah ini merupakan konsekuensi dari tauhid rububiyyah dan tauhid asma` wa shifat (yang akan datang penjelasannya). Kemurnian tauhid uluhiyyah ini diwujudkan dengan dua hal, yaitu: 1) seluruh ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah Ta’ala saja, bukan kepada yang lainnya; 2) dalam pelaksanaan ibadah tersebut harus sesuai dengan syariat Allah Ta’ala.
3. Tauhid Asma` wa Shifat
Tauhid asma` wa shifat adalah keyakinan tentang keesaan Allah Ta’ala dalam hal nama dan sifat-Nya yang terdapat di dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah, disertai dengan mengimani makna-makna dan hukum-hukumnya (konsekuensi-konsekuensinya). Menetapkan sifat-sifat kesempurnaan bagi Allah Ta’ala sebagaimana yang telah ditetapkan-Nya untuk diri-Nya sendiri atau ditetapkan oleh Rasul-Nya, begitu pula meniadakan sifat-sifat kekurangan yang ditiadakan oleh Allah dan Rasul-Nya dari diri-Nya. Dengan demikian wajib bagi kita untuk menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’ala sesuai dengan kemuliaan dan keagungan-Nya.
Allah Ta’ala berfirman
وَلِلَّهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Hanya milik Allah-lah asmaul husna (nama-nama yang terbaik), maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raaf: 180).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam tauhid asma` wa shifat antara lain:
1.Harus menetapkan semua nama dan sifat Allah Ta’ala, tidak menafikan (meniadakan) dan tidak pula menolaknya.
2.Tidak boleh melampaui batas dengan menamai atau mensifati Allah Ta’ala di luar nama dan sifat yang telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.
3.Tidak menyerupakan nama dan sifat Allah Ta’ala dengan nama dan sifat para makhluk-Nya.
4.Tidak perlu (dan tidak memungkinkan) untuk mencari tahu hakikat (bentuk sebenarnya) dari sifat-sifat Allah tersebut.
5.Beribadah kepada Allah Ta’ala sesuai dengan konsekuensi nama dan sifat-Nya. (Mutiara Faidah Kitab At-Tauhid, hal. 10)
Saudariku, ketahuilah bahwa nama-nama Allah Ta’ala tidak hanya berjumlah sembilan puluh sembilan seperti yang sering kita dengar, akan tetapi nama-nama Allah sangatlah banyak. Tidak ada seorang pun yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah Ta’ala semata. Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad tentang doa bagi orang yang sedih atau bimbang, disebutkan, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan semua nama yang menjadi milik-Mu, yang Engkau pergunakan sebagai nama diri-Mu sendiri, atau yang Engkau turunkan di dalam kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau simpan di dalam ilmu ghaib di sisi-Mu…”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar