Kamis, 13 Maret 2014

Menolongnya Saat Ia Berbuat Zhalim Maupun Saat Ia Terzhalimi

TIPS BERTEMAN:MENOLONGNYA SAAT IA BERBUAT ZHALIM MAUPUN SAAT IA TERZHALIMI

Persahabatan sejati digambarkan oleh seorang penyair dengan kata-kata:

صَدِ يقُكَ مَنْ صَدَقَكَ لاَ مَنْ صَدَّ قَكَ

“Teman sejati (shodiq) adalah yang jujur kepadamu dan bukan teman yang selalu membenarkanmu”

Sebagian lagi mengatakan:

صديقي من صادقني لا من صدقني وعليك بمن ينظر الإفلاس والإبلاس وإياك من يقول لا باس لا باس.

Teman baikku adalah orang yang jujur kepadaku, bukan orang yang suka membenarkanku. Bertemanlah dengan orang yang mengingatkan akan kerugian-kerugian. Dan hati-hatilah terhadap orang yang suka mengatakan: Tidak mengapa… Tidak mengapa…

Allah berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (Al Maaidah:2)

Ini adalah perintah yang sangat agung. Hendaknya orang-orang mu’min saling tolong menolong dalam kebajikan dan jangan tolong menolong dalam berbuat maksiat dan dosa. Menolong saudaranya melakukan kebajikan, ketakwaan dan ketakwaan kepada Allah, bukan sebaliknya.

Dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَنْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًاً أَوْ مَظْلُوْمًاً، فَقَالَ: رَجُلٌ يا رَسُوْلَ الله أَنْصُرُهُ إِذَ كَانَ مَظْلُوْماً، أَفَرَأَيْتَ إِذَا كَانَ ظَالِماً كَيْفَ أَنْصُرُهُ؟! قَالَ: تحْجُزُهُ أَوْ تَمْنَعُهُ مِن الظُّلْمِ، فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُهُ

“Tolonglah saudaramu yang zhalim dan yang terzhalimi.” Seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, aku menolongnya apabila ia terzhalimi, lalu bagaimana aku menolongnya ketika ia sedang berbuat zhalim?” Beliau menjawab, “Hendaklah kamu mencegahnya dari perbuatan zhalim. Itulah cara menolongnya.” (HR Bukhari 6952)

Maka ketika saudara kita dalam keadaan terzhalimi, kita wajib menolong dan membelanya hingga ia kembali memperoleh haknya. Tidak boleh kita bersikap acuh dan membiarkannya begitu saja.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَ لَا يَخْذُلُهُ
“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lainnya, janganlah ia menzhaliminya dan jangan pula ia mengacuhkannya.” (HR Muslim 6706)

Sedangkan ketika kita mendapatinya berbuat zhalim, maka kita wajib menolongnya dengan cara mencegahnya dari perbuatan zhalim serta mengembalikan kepada kebenaran dan hidayah.

Janganlah meninggalkannya jika ia terpeleset dalam perbuatan dosa dan maksiat, tapi luruskanlah dia, dorong dan berilah motivasi agar ia mau bertaubat dan teruslah berusaha untuk membimbingnya. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu telah memberitakan kepada kita:

“Dibawakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang pemabuk, lalu beliau perintahkan supaya dipukul. Di antara kami ada yang memukul dengan tangannya, ada yang memukul dengan sandalnya dan ada pula yang memukul dengan pakaiannya. Setelah selesai hukuman iapun pergi. Lalu ada seorang lelaki yang berkata kepadanya, “Semoga Allah menghinakanmu!” Maka Nabi bersabda, “Janganlah kamu menjadi penolong setan untuk membinasakan saudaramu.” (HR Bukhari 6781)

Ibnu hajar berkata, “Bentuk bantuannya kepada setan adalah setan ingin agar saudaranya itu mendapat kehinaan dengan maksiat yang digambarkan indah oleh setan kepadanya. Dan apabila ia caci maki saudaranya itu berarti telah tercapailah apa yang diinginkan oleh setan. Dalam riwayat Abu Daud dari jalur Ibnu Wahab dari Haiwah bin Syuraih, Yahya bin Ayyub dan Ibnu Lahi’ah ketiganya dari Yazid bin al Haad terdapat tambahan di bagian akhir,

“Akan tetapi ucapkanlah, “Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah, rahmatilah ia.” (Fathul Bari 19/187)

Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Jika kamu melihat saudaramu tergelincir dalam dosa, maka luruskanlah, dan bimbinglah ia, berdoalah semoga Allah menerima taubatnya, dan janganlah kamu menjadi penolong setan atas saudaramu tersebut.”

Terkadang tanpa sadar kita telah membantu setan dalam menjauhkan sahabat kita tersebut dari kebaikan. Sebagai contoh, kita mencemooh, menyindir atau mencibirnya saat ia mengalami futur (kelesuan iman) dan mulai jarang menghadiri majelis ilmu. Akibatnya ia semakin menjauh dan sama sekali terputus dari majelis ilmu bahkan putus sama sekali dengan sahabat-sahabatnya. Karena ia merasa telah dikucilkan dan disingkirkan. Wahai saudaraku bukan begitu caranya memberi nasehat!
(Dari “Indahnya Mencintai Karena Allah” karya Ustadzah Ummu Ihsan dan Ustadz Abu Ihsan dengan sedikit tambahan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar