Kamis, 13 Maret 2014

Wanita Pun Harus Unggul Dalam Ilmu Syariat

WANITA PUN HARUS UNGGUL DALAM ILMU SYARIAT

Sebuah kekeliruan atau bahkan boleh dikatakan kezhaliman terhadap wanita apabila tidak ditunaikannya hak mereka untuk meningkatkan keilmuan al Qur-an dan as Sunnah menurut pemahaman salaful ummah. Bagaimana mungkin mereka bisa menjadi ‘madrasah’ bahkan madrasah pertama bagi umat jika tingkat keilmuan mereka tidak ditingkatkan oleh para orang tua. 
Yang paling ekstrim adalah mereka yang beranggapan bahwa dunia wanita hanyalah ‘sumur’, ‘dapur’, ‘kasur’. Boleh dibilang bahwa hal ini merupakan salah satu bentuk KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) terhadap wanita. Mereka tidak diberikan haknya untuk meningkatkan pemahamannya terhadap ilmu syariat dan ilmu-ilmu lainnya. 
Tidak sedikit orang tua yang berpikiran sempit ketika anaknya baru menginjak usia belasan tahun kemudian dipaksa nikah oleh orangtuanya tanpa memberikan hak pilih kepada anak putrinya. Lebih dari itu tidak sedikit para orang tua tidak memberikan hak si anak putrinya untuk meningkatkan pemahamannya tentang syariat Islam yang mulia ini.

Akan tetapi dewasa ini, Alhamdulillah, kita melihat kesadaran orangtua mulai meningkat untuk membekali putrinya dengan pemahaman ilmu syariat. Hal ini patut disyukuri karena salah satu unsur penting dalam perbaikan umat adalah perbaikan kualitas keilmuan wanita yang mereka adalah calon calon madrasah. Berkata penyair:
الأُمُّ مَدرَسَةٌ إِذَا أَعْدَدْتَهَا
 أَعْدَدْتَ شَعْبًاطَيِّبَ الأَعْرَاقِ
الأُمُّ رَوْضٌ إِنْ تَعَهَّدَهُ السُّقَاةُ
 بِالرَّيِّ أَوْرَقَ أَيُّمَا إِيْرَاقِ
الأُمُّ أُسْتَاذُ الأَسَاتِذَةِ الأُوْلَى
 شَغَلَتْ مَآثِرُهُمْ عَلَى الآفَاقِ
Ibu itu bagaikan sekolah, jika engkau mempersiapkannya
Berarti engkau mempersiapkan rakyat yang baik akhlaknya
Ilmu itu bagaikan kebun, jika engkau rawat sifat malu
Dengan selalu disirami akan menumbuhkan daun segar tak layu
Ibu sangat mulia bagaikan gurunya para guru
Pengaruhnya menembus segala penjuru

Semua itu merupakan fenomena yang patut kita syukuri karena ada indikasi bahwa para orang tua tidak lagi terjebak pemikiran keliru bahwasanya wanita itu hanya berurusan dengan sumur, dapur, kasur. Yang demikian disebabkan wanita pun wajib menuntut ilmu sebagaimana kaum laki-laki. Wa Allah al Musta’an.

Kami kutip ceramah Ustadz Abu Ihsan al Atsary, Lc. M.A tentang pendidikan anak wanita dan wajibnya wanita menuntut ilmu. Beliau mengutip dari sebuah kitab yang ditulis oleh seorang murid Syaikh Al Albani rahimahullah yakni Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman hafizhahullah. Silahkan download di:

http://kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Abu%20Ihsan%20Al-Atsary/Panduan%20Amal%20Sehari%20Semalam%20dan%20Pendidikan%20Anak%20Wanita

Ustadz Abu Ihsan hafizhahullah menjelaskan:

“Kita harus memperhatikan bagaimana para salafush sholeh memuliakan anak-anak perempuan mereka, memberi pendidikan, dan kecukupan ilmu. Dengan itu para anak perempuan menjadi ‘alimah (wanita berilmu), faqihah, muhadditsah (wanita pakar hadits). Mereka memiliki karya dan bisa berbuat banyak bukan saja untuk kaum wanita namun untuk kaum pria. Dapat kita bayangkan jika anak perempuan tidak diberikan hak semacam itu...mau menjadi seperti apa generasi kita.

Jika mereka sudah menjadi seorang ibu yang dahulunya tidak diberikan hak untuk meningkatkan ilmu apa jadinya anak-anak mereka? Tidak mungkin dia bisa berbuat dan berkarya untuk orang lain.

Di kitab ini Syaikh Masyhur Hasan Salman hafizhahullah mengatakan, “Oleh karena itu kita dapati dalam sejarah Islam ada beberapa tokoh wanita dalam disiplin ilmu berbeda dan biografi mereka ditulis oleh para ulama. Mereka masuk dalam deretan orang-orang yang berpengaruh dan mereka bermanfaat bukan saja untuk kaum wanita tapi juga menjadi rujukan (ilmiah) bagi kaum pria. Contoh nyata adalah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Diantara mereka juga ada yang ‘alim dalam ilmu fiqih (faqihah), ahli tafsir (mufassiroh), ahli ilmu bahasa, syariat secara umum dan ada juga yang ahli dalam ilmu kedokteran. Mereka memiliki karya yang banyak. Demikianlah ‘output’ orangtua dahulu dalam memberikan perhatian kepada anak perempuannya sehingga mereka tidak terlantar pendidikannya. Adapun sekarang tidak sedikit orangtua yang ingin anak perempuannya cepat menikah tanpa memberikan hak-hak pendidikan untuk anak perempuannya. Padahal dahulu jika anak perempuannya ada yang meminta mahar kitab ulama karena mereka dapat membaca kitab dengan huruf arab gundul dan mereka adalah wanita alimah dan faqihah bahkan mufassiroh. Disebutkan oleh Imam adz Dzahabi rahimahullah bahwa ada seorang gadis yang meminta mahar sebuah kitab Mukhtashor al Muzani. Ini menunjukkan bahwa wanita tersebut adalah wanita yang berpendidikan. Wanita di zaman dahulu memiliki antusiasme untuk menuntut ilmu dan tidak pernah merasa puas dengan ilmu yang sedikit. Mereka ingin memiliki ilmu lebih dari apa yang mereka miliki. 

Oleh karena itu wanita salafiyah dahulu mereka berhak menjadi kebanggaan yang diakui. Bukan hanya diakui oleh kawan tapi juga oleh lawan. Ada seorang kafir bernama Gustaf Le Bon berkata di masa kekhalifahan Abbasi yakni di Andalus, Spanyol banyak ditemukan para wanita yang masyhur dan populer baik di bidang ilmu syariat, thibb (kedokteran), adab maupun ilmu lainnya. Banyak ditemukan kitab ternyata penulisnya wanita. Karangan atau karya mereka masih tersimpan di maktabah-maktabah di Eropa. Hal itu menjadi satu bukti kebangkitan ilmu pengetahuan wanita pada zaman tersebut di Eropa. Tulisan tulisan para wanita muslimah tersebut mempengaruhi peradaban dunia. Dan tidak akan mungkin generasi sekarang akan seperti itu jika wanita tidak diberikan pendidikan yang layak. Tidak sedikit orang tua yang hanya berpikir bagaimana si anak ini cepat menikah. Selesai. Urusan dia pada saat itu memang selesai namun tanggung jawab orang tua di hadapan Allah di akherat belum selesai. Dulu para wanita tidak saja dikenal sebagai penuntut ilmu namun juga muallimah (pengajar ilmu).

Bentuk-bentuk Kepedulian Salaf dalam Mengajarkan Ilmu kepada Kaum Wanita dan Antusiasme Mereka terhadap Ilmu 

Sekarang ini bagaimana wanita memiliki semangat menuntut ilmu jika tidak diberi kesempatan menuntut ilmu atau tidak diberi pendidikan, dan tidak dibiasakan untuk belajar atau menuntut ilmu. Setelah menikah apakah ada kesempatan yang banyak untuk belajar? Padahal Umar berkata, “Belajarlah kamu sebelum menikah” Harus ditanamkan bahwasanya anak-anak perempuan itu titipan Allah yang agung, barangsiapa yang sabar mengurus mereka maka pahalanya surga. Berikan mereka pendidikan... didiklah mereka... jika sudah demikian maka pilihkan jodoh laki-laki yang sholeh.

Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan wanita untuk belajar menulis berdasarkan hadits shahih dari Syifa’ binti Abdillah yang artinya, “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangiku dan ketika itu aku berada di sisi hafshoh. Rasul berkata, ‘Tidakkah engkau mengajarkan kepadanya tentang ruqyah sebagaimana engkau mengajarkannya kitabah?’” para Ulama mengatakan bahwa hadits ini menjadi dalil wajibnya memberikan pendidikan ilmu kepada kaum wanita. Dan ulama telah ‘ijma atas disyari’atkannya mengajarkan menulis untuk wanita. Bahwasanya dulu para wanita pintar menulis dan tidak ada seorangpun yang mengingkari hal itu atas mereka. Dan di zaman sekarang sudah maju dan sudah tersedia computer yang merekapun berhak mempelajarinya.

Berkata Abdullah al Murofiki, “Bahwasanya ia pernah mengunjungi suatu tempat di Qurthubah (Cordova) Spanyol di sana terdapat majlasah khusus wanita yang terdiri dari 170 wanita dan seluruh wanita tersebut pintar dalam menulis mushaf dengan khoth Kufi yang kita ketahui khoth kufi agak lebih rumit daripada khoth diwani, riq’a. Kesimpulannya mereka adalah wanita-wanita terpelajar dan memiliki keahlian tertentu.

Syaikh Masyhur kemudian melanjutkan, “Saya sangat takjub dengan apa yang ditulis oleh seorang da’i salafy bernama Abdul Hamid bin Badis dalam mensyarah hadits syifa yang tersebut di atas (yakni ajarkan ruqyah –admin). Beliau mengatakan dalam hadits tersebut ada dalil tentang wajibnya mengajarkan kitabah/ tulis menulis untuk kaum wanita dan sejumlah ulama mengatakan yang demikian diantaranya adalah al Khaththabi dalam beberapa kitab beliau (ustadz Abu Ihsan menyebutkan 2 kitab beliau –admin)

Kesimpulannya seorang ayah dan ibu harus memperhatikan masalah ini. Apakah kita sudah melaksanakan kewajiban kita ataukah kita mengabaikannya sehingga mereka terlantar dan menjadi generasi ala kadarnya jauh dari gambaran bagaimana para wanita salafiyah dahulu. Artinya sudah sejauh mana memberikan perhatian terhadap pendidikan anak putrinya sehingga mereka tumbuh seperti wanita-wanita salaf terdahulu dan mereka kaum wanita salafiyah memiliki karya dan diperhitungkan bukan hanya oleh kaum wanita namun juga oleh kaum pria....

Semoga ini menjadi bahan pemikiran dan peringatan bagi kita semua selaku orang tua agar tidak mengabaikan kewajiban kita (membekali ilmu untuk anak perempuannya.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar