STUDI KRITIS TENTANG EGOIS
Egois adalah sikap mementingkan diri sendiri dan tidak mempedulikan orang lain. Dan sikap ini adalah tercela. Namun sebagian ulama mengecualikan jika yang dimaksudkan adalah lebih memikirkan diri kita agar mendapat kemuliaan di akherat kelak maka kita harus memiliki sikap ananiyah (egois) ini, dan sikap seperti ini tidak tercela.
Walaupun demikian jika kita ingin bersikap ‘egois’ (ananiyah) tentang perkara akherat maka kita harus juga memperhatikan atau peduli dengan cara menolong saudara kita. Oleh karena itu jika kita membantu saudaranya maka hakekatnya kita sedang membantu diri kita. Dengan kata lain jika kita membantu orang lain maka kita sedang mementingkan diri kita atau ‘egois’ agar kita mendapatkan keutamaan di akherat kelak.
Semakin dia mengeluarkan harta atau berinfaq untuk saudaranya maka semakin tinggi ‘egois’ yang dia miliki karena apa yang dia lakukan berupa membantu saudaranya pada hakekatnya adalah untuk kepentingan dirinya sendiri.
Syaikh Dr. Sa’ad as Shathry hafizhahullah pernah berkata, “Kebutuhan si kaya terhadap si fakir miskin lebih besar daripada kebutuhan si fakir miskin terhadap si kaya.” Mengapa demikian? Hal tersebut karena ketika si miskin membutuhkan harta dari si kaya, si miskin ini hanya mengaharapkan sedikit hartanya untuk sekedar menghilangkan rasa lapar dan dahaga. Akan tetapi SI KAYA BUTUH SI MISKIN UNTUK MENAMBAH PAHALANYA DI SISI ALLAH. Seorang hamba akan dibantu oleh Allah jika dia membantu saudaranya. Allah akan membantu dia dunia dengan menambah hartanya dan meninggikan derajatnya di akherat. Maka elaslah bahwa orang kaya itulah yang sangat membutuhkan si fakir miskin lebih daripada si fakir miskin butuh kepada orang kaya.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwasanya tidak boleh iri kecuali kepada dua orang: orang yang memiliki harta yang digunakan untuk kebenaran seperti membantu pondok pesantren, menyantuni yatim dan semisalnya, yang kedua adalah orang yang memiliki ilmu kemudian mengajarkan ilmu tersebut kepada manusia. Dua golongan inilah: berilmu yang mengajajarkan ilmunya dan berharta yang diinfaqkan di jalan Allah yang kita boleh iri kepadanya. Dan kita tahu bahwasanya da’wah butuh kepada ilmu dan tidak ketinggalan juga donator.
Ada hikmah dibalik pernikahan Khodijah radhiyallahu ‘anha dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Khodijah adalah seorang yang kaya raya dan menginfaqkan semua hartanya untuk membantu awal da’wah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa mengingat kebaikan ibunda Khodijah radhiyallahu ‘anha dengan mengatakan “Khodijah membantu saya dengan hartanya.” Di awal da’wahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam butuh harta. Dan inilah hikmah dibalik pernikahan beliau dengan ibunda Khodijah radhiyallahu ‘anha.
Demikian pula hikmah dibalik Islamnya Abu Bakar ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Beliau adalah oran yang pertama kali masuk Islam di kalangan laki-laki yang sudah dewasa. Abu bakar ash shiddiq radhiyallahu ‘anhu ini adalah saudagar yang kaya raya. Diantara yang pernah dilakukan Abu bakar radhiyallahu ‘anhu adalah membebaskan Bilal radhiyallahu ‘anhu.
Maka kita tidak boleh menyepelekan muhsinin (donator). Donatur juga penting dalam da’wah ini. Da’i tidak boleh menyepelekan donatur dan donatur atau orang kaya juga jangan mengabaikan da’i. Misalnya da’i ini ingin bangun pondok, masjid, atau berda’wah di suatu tempat maka diapun mengajukan proposal. Dan hal ini diperbolehkan karena permohonannya bukan untuk pribadi namun untuk umat.Raasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah menawarkan kepada shahabat, “Siapa yang ingin bershadaqah.” Dan orang yang berbuat seperti ini tidak tercela namun mulia karena dia berbuat seperi itu untuk kepentingan umat. Yang tercela itu jika meminta untuk dirinya. Adapun orang yang meminta untuk kepentingan umat yang dia rela merendahkan dirinya untuk meminta bantuan untuk kepentingan umat maka tidaklah tercela bahkan dia adalah mulia.
Bahkan sebagian ulama mengatakan donatur lebih enak kondisinya daripada da’i.Setelah sang donatur menyetujui untuk memberikan bantuan dengan ikhlas maka semua pahala yang didapatkan dari si da’i ketika berda’wah maka diapun dapat pahala tersebut. Bahkan si donatur tersebut hanya diam di rumah santai bersama istrinya sedangkan sang da’i berda’wah keluar rumah maka pahalanya sang da’i didapatkan pula oleh donatur. Boleh jadi sang da’i tersebut ketika berda’wah diperlakukan buruk seperti dicela atau dimaki-maki namun sang donatur hanya tinggal di rumah. Namun pahala da’i tersebut didapatkan oleh donatur. Inilah sekelumit tentang keutamaan orang yang memiliki harta yang digunakan untuk menyumbang da’wah.
Dakwah Al hanif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar