Alasan para ulama yg membolehkan pemilu adalah utk mengambil mudhorot yg lebih kecil..
Oleh krn itu kita perlu mengetahui kerusakan dan mudhorot pemilu menurut Al Qur'an dan Assunnah.
Ada sebuah kitab berjudul Tanwîr Azh Zhulumât fi Kasyfi Mafâsid wa Syubuhât Al Intikhabât, artinya, “Menerangi Kegelapan dengan Menjelaskan Kerusakan-kerusakan dan Syubuhât-Syubuhât Seputar Pemilu.” Kitab ini ditulis oleh salah seorang murid Syaikh Muqbil yang termasuk paling senior, Abu Nashr Muhammad bin ‘Abdillah, diberi laqob “Al Imam”. Beliau menyebutkan kerusakan Pemilu itu ada 34 kerusakan yang menyelisihi syari’at Islam, ana akan sebutkan di sini judul-judulnya saja, karena kalau kita uraikan akan butuh muhadharah (pertemuan) khusus.
Kerusakan ke-1: Pemilu bisa mengantarkan pada kesyirikan kepada Allah dalam masalah Syirkuth Tha’ah (syirik dalam ketaatan).
Kerusakan ke-2: Pemilu meng-ilah-kan mayoritas, yang mayoritas itu yang diangkat dan dijadikan sebagi ilah.
Kerusakan ke-3: Pemilu memberikan sangkaan yang jelek terhadap Islam bahwa Islam ini adalah kurang, sebab Pemilu tidak dikenal dalam Islam. Kalau kita katakan Pemilu boleh, artinya kita memberikan sangkaan yang jelek bahwa Islam itu kurang karena Islam tidak mengaturnya.
Kerusakan ke-4: Pemilu mempersempit atau menelantarkan Al Walâ’ (loyalitas) dan Al Barâ’ (antipati dan permusuhan) terhadap orang-orang kafir dan orang-orang yang menyeleweng.
Kerusakan ke-5: Pemilu artinya ia tunduk kepada peraturan ilmaniyah (sekuler).
Kerusakan ke-6: Pemilu artinya mengelabui kaum muslimin.
Kerusakan ke-7: Pemilu artinya memberi label syar’i terhadap demokrasi.
Kerusakan ke-8: Pemilu merupakan alat yang dipakai oleh orang-orang Yahudi dan Nashara.
Kerusakan ke-9: Pemilu ini menyelisihi Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam dalam menghadapi musuh-musuhnya. Beliau menghadapi musuh-musuh dakwah bukan dengan cara Pemilu.
Kerusakan ke-10: Pemilu adalah wasilah yang diharamkan.
Kerusakan ke-11: Pemilu memecah belah persatuan kaum muslimin dengan partai-partai itu dan seterusnya,ini memecah belah kesatuan kaum muslimin.
Kerusakan ke-12: Pemilu menghancurkan ukhuwah Islamiyah.
Kerusakan ke-13: Fanatisme yang tercela.
Kerusakan ke-14: Membela partai.
Kerusakan ke-15: Memberi rekomendasi menurut kepentingan partai.
Kerusakan ke-16: Calon pejabat mencari keridhaan rakyat.
Kerusakan ke-17: Kepalsuan, kelicikan demi simpati massa.
Kerusakan ke-18: Menyia-nyiakan waktu dengan slogan kosong.
Kerusakan ke-19: Menghamburkan harta.
Kerusakan ke-20: Calon pejabat terfitnah oleh harta.
Kerusakan ke-21: Pemilu mementingkan kuantitas, bukan kualitas.
Kerusakan ke-22: Pemilu mementingkan kursi, tidak mempedulikan masalah aqidah.
Kerusakan ke-23: Mengabaikan kerusakan aqidah sang calon pejabat
Kerusakan ke-24: Menerima seorang calon tanpa peduli syarat-syarat syar’i.
Kerusakan ke-25: Menyalahgunakan nash-nash syar’i.
Kerusakan ke-26: Tidak memperhatikan rambu-rambu syar’i dalam memberikan kesaksian.
Kerusakan ke-27: Pemilu ini menyamakan antara suara orang kafir dengan orang muslim, orang shalih dengan orang thalih, orang baik dengan orang jelek, padahal Al Qur’an membedakan:
أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ
“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)?” (QS Al Qalam: 35)
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَ يَعْلَمُوْنَ
“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’” (QS Az Zumar: 9)
Dan banyak lagi dalil-dalil yang menyebutkan tidak boleh disamakan, akan tetapi dalam Pemilu semuanya disamakan.
Kemudian, disamakannya antara suara laki-laki dengan suara perempuan. Padahal Allah membedakan:
وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَاْلأُنْثَى
“Dan laki-laki tidaklah seperti perempuan.” (QS Âli ‘Imran: 36)
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (QS An Nisâ: 34)
Kerusakan ke-28: Fitnah perempuan dalam Pemilu.
Kerusakan ke-29: Menganjurkan orang-orang hadir di tempat-tempat kedustaan.
Kerusakan ke-30: Tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.
Kerusakan ke-31: Bekerja keras dalam sesuatu yang tidak berfaidah.
Kerusakan ke-32: Janji-janji kosong.
Kerusakan ke-33: Menamakan sesuatu dengan cara yang salah.
Kerusakan ke-34: Koalisi-koalisi semu.
=====
Maka apabila kita ikut pemilu artinya kita telah terjatuh kedalam kemaksiatan yg tidak ringan serta ikut mendukung dan melegalkan kerusakan-kerusakan pemilu yg dijelaskan diatas
Adapun argumentasi yg dipakai oleh para ulama yg membolehkan pemilu untuk memilih dua mudhorot yg lebih kecil. Maka harus kita ketahui bahwa kaidah ini menurut ulama ahli ushul fiqhi tidak boleh diterapkan kecuali dengan tiga syarat.”
1. Hendaknya maslahat yang akan dicapai dengan melakukan dharar tersebut adalah maslahat haqiqiyyah (pasti tercapai) bukan maslahat wahmiyah (mungkin tercapai, mungkin tidak). Sekarang kita lihat maslahatnya, orang yang masuk Pemilu apakah pasti tercapai akan terpilih atau masih kemungkinan? Jawabnya, mungkin, tidak ada kepastian. Sedangkan ketika kita ikut serta dalam pemilu, secara yakin kita sdh terjatuh kedalam perkara kemaksiatan dan mudhorot yg tdk ringan yg disebutkan diatas. Dan ada qoidah ushul fiqih "اليقين لا يزول بالشك" Artinya : "Sesuatu yg sudah pasti tdk tergeserkan dng sesuatu yg meragukan". Jadi Syarat pertama sudah tidak terpenuhi.
2. Syarat yang kedua, hendaknya mafsadah yang akan dipilih itu lebih ringan bila dibandingkan mafsadah yg lainnya. Sekarang kita lihat, 34 kerusakan diatas ringan atau tidak? Wallâhi, berat, dan beratnya lebih berat daripada mafsadah yg ingin dihindari dngan melakukan pemilu tsb. Mk syarat kedua jg Tidak terpenuhi
3. Syarat yang ketiga, disebutkan oleh Ibnu Daqiqil ‘Ied rahimahullâh bahwasanya tidak ada jalan lain lagi kecuali jalan tsb. Maka kita katakan. Dimanakah jalannya Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam? Adakah beliau melakukan Pemilu? Adakah beliau melakukan koalisi dngan pembesar quraisy dan mengabaikan prinsip2 beliau untuk membangun ummat. Beliau memulai berdakwah dari Makkah dalam keadaan lemah,13 tahun setelah itu pindah lagi ke Madinah dan mulai di situ mempunyai daulah sambil menyempurnakan tauhid dan seterusnya. Mana jalan Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam yang lebih berhasil? Dua puluh tiga tahun Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam berhasil dalam membangun ummat. Maka apabila kita ingin berhasil didalam membangun ummat dan kita ingin kemashlahat dunia akhirat.. ikutilah jalan Nabi shallallhu 'alaihi wa sallam.. kembalilah kpd apa2 yg diajarkan Rosululloh kpd kita didalam membangun ummat ini..
Wallohu A'lam bishowab
Note: from Um Mutmainnah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar