BILA ANAK WAJIB MENUNTUT ILMU
Oleh Ustadz Aunur Rafiq bin Ghufran, Lc
Anak wajib menuntut ilmu bila dia sudah mampu berbicara, sekalipun belum lancar dan sebelum sempurna akalnya dan belum baligh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu wajib bagi setiap orang Islam.” (HR. Ibnu Majah 1/269, disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihut Targhib 1/17).
Hadits ini menunjukkan umum, semua kaum muslimin wajib menuntut ilmu, yang belum baligh atau yang sudah, walaupun kewajibannya berbeda. Seperti halnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah orang tua agar menyuruh anaknya shalat ketika berumur tujuh tahun, bahkan disuruh mencambuknya bila berumur sepuluh tahun jika ia enggan shalat.
Siapakah yang wajib mengajari mereka? Anak yang masih kecil tentu pendidiknya adalah orang tuanya, atau yang mewakilinnya seperti pengasuh dan yang lainnya. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu ketika beliau masih kecil sering tinggal dirumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan beliau :
اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيْلَ
“ Ya Allah, berilah dia pemahaman agama dan berilah dia ilmu tentang fasir. “( HR. Ahmad, dishahihakn oleh Al-Albani).
Riwayat yang lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu:
اللَّهُمَّ عَلِّمْهُ اْلكِتَابَ
“ Ya Allah, berilah dia ilmu Al-Qur’an, “ ( HR. Al-Bukhari 1/145).
Doa beliau kepada keponakannya yang masih kecil memberi isyarat bahwa anak kecil wajib menuntut ilmu. Dan untuk meraih ilmu tidak cukup hanya dengan berdoa, sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberi ilmu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantaran belajar (yakni ilmu itu didapatkan dengan belajar/ ngaji –red). Bahkan ayat yang pertama kali turun adalah surat tentang wajibnya menuntut ilmu, yaitu surat Al-‘Alaq.
Bukti lain wajibnya anak kecil diajari agama, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu ilmu tauhid, padahal Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu masih kecil. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Pada suatu hari aku berada di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata, “Pada suatu hari aku berada di belakang Rasulullah, beliau bersabda, ‘Wahai bocah, aku akan mengajarkan kepadamu bebarapa kalimat; peliharalah (hak) Allah niscaya Allah akan memeliharamu. Peliharalah (hak) Allah, niscaya kamu akan mendapati-Nya berada di hadapanmu (melindungimu). Jika kamu memohon, maka mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, bahwa jika umat ini bersatu untuk memberi suatu manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan dapat memberi manfaat apapun kepadamu, selain apa yang telah Allah tetapkan bagimu. Seandainya mereka juga bersatu untuk mendatangkan madharat kepadamu dengan suatu madharat, niscaya mereka tidak akan mampu mendatangkan madharat kepadamu dengan sesuatu pun selain apa yang telah Allah tetapkan atas dirimu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran kertas telah kering. “(Shahih HR. At-Tirmidzi, Al-Misykah) 5302 dan Zhilal al-Jannah: 316-318)
Anak Kita Belajar Ilmu Apa ?
Jika kita kembali kepada penggunaan kalimat ilmu di dalam Al-Qur’an, hadits yang shahih atau keterangan ulama, maka ilmu adalah Al-Qur’an dan hadits Rasulullah. Adapun urusan dunia, Rasulullah tidak menyebutnya ilmu tetapi menyebutnya perkara, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
“Kamulah (shabat) yang lebih tahu dalam urusan keduniamu.” (HR. Muslim).
Tidak seperti keadaan umat Islam zaman sekarang. Pada umumnya anak kecil diajari menyanyi, bahasa Inggris dan ilmu duniawi lainnya, namun lupa dengan Al-Qur’an. Seandainya hal ini benar, tentu Imam Syafi’i tidak menghafal Al-Qur’an ketika berumur 7 tahun.
Imam Al-Muzani rahimahullah berkata, “Saya mendengar asy-Syafi’i berkata, ‘Aku telah hafal Al-Qur’an sedangkan saya masih berumur 7 tahun, dan saya menghafal kitab al-Muwatha’ Imam Malik berumur 10 tahun.” (Mukhtashar al Muammal 1/28)
Sufyan Ibnu Uyainah apabila ada orang yang bertanya kepada beliau tentang masalah tafsir Al-Qur’an, beliau menyuruh penanya supaya bertanya kepada Asy-Syafi’i, dan beliau berkata, “Tanya anak kecil itu (maksudnya asy-Syafi’i). (Mukhtashar al Muammal 1/28)
Sungguh amat indah hidup pendahulu kita lantaran ilmu akhirat yang mereka pelajari, sehingga mereka mendapat petunjuk. Mereka bahagia dengan orang tua dan masyarakatnya, tetapi kita sekarang hidup di zaman fitnah; dunia yang disembah, akhirat ditinggalkan, kebodohan merajalela, sehingga tenggelamlah ilmu agama. Ini pertanda dekatnya hari kiamat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يَقِلَّ اْلعِلْمُ وَيَظْهَرَ اْلجَهْلُ وَيَظْهَرَ الزِّنَا وَتَكْثُرَ النِّسَاءُ وَيَقِلَّ الرِّجَالُ حَتَّى يَكُوْنَ لِخَمْسِيْنَ امْرَأَةً اْلقَيِّمُ اْلوَاحِدُ
“Sesungguhnya diantara tanda kiamat adalah sedikitnya ilmu dan merebaknya kebodohan, perzinaan secara terang-terangan, jumlah perempuan yang lebih banyak dan sedikitnya laki-laki, sampai-sampai (perbandingannya) 50 perempuan sama dengan seorang laki-laki. “ (HR. Al-Bukhari : 79).
Keterangan ini mengingatkan kita agar kita mendahulukan pengajaran anak kita dengan ilmu Al-Qur’an dan Hadits yang shahih. Mengajari anak kita bagaimana beribadah dan hidup menurut sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar