JANGAN LETAKKAN DUNIA DI DADA
(DUNIA DI TANGANKU AKHERAT DI HATIKU)
Salah satu kiat meraih kebahagiaan adalah tidak meletakkan dunia di dada. Demikian pemaparan Ustadzah Ummu Ihsan dan Ustadz Abu Ihsan dalam buku yang beliau-beliau hafizhahumallah susun bertajuk Meraih Kebahagiaan tanpa Batas. Buku ini pernah dibedah pada Daurah Keluarga Sakinah di Yayasan Al Hanif Cilegon dengan narasumber Ustadz Abu Ihsan. Adapun Ustadzah Ummu Ihsan membedah buku tulisan beliau beserta suaminya yakni Surat Terbuka Untuk Para Istri. Berikut ini kutipan Meraih Kebahagiaan tanpa Batas hal 89-90 dengan harapan dapat menyemangati kita untuk meraih kebahagiaan hakiki dengan cara memprioritaskan mencari ilmu syar’i sekaligus juga sebagai timbangan bagi kita dan keluarga dalam menentukan skala prioritas tarbiyah/pendidikan. Semoga kebahagiaan hakiki senantiasa menyertai kita. Amin.
Ustadzah Ummu Ihsan dan Ustadz Abu Ihsan hafizhumallah menjelaskan:
“Dan bukankah Allah telah menyeru kita untuk mendahulukan kepentingan akherat dan menyuruh kita untuk mengejar surga dengan dunia yang telah Dia berikan kepada kita? Tanpa melupakan bagian kita di dunia.
Allah berfirman:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأرْضِ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al Qashash 77)
Jadikanlah akherat sebagai prioritas utama, tanpa melupakan bagianmu di dunia. Menjadikan akherat sebagai kebutuhan primer dan dunia kebutuhan sekunder. Tetapi kenyataannya masih banyak manusia yang memutarbalikkan ayat ini. Mereka menjadikan dunia sebagai kebutuhan primer sementara akherat hanya sebagai kebutuhan sekunder.
Misalnya dalam menuntut ilmu. Sebagian orang lebih mengutamakan mengejar ilmu dunia daripada ilmu akherat. Ilmu agama hanyalah sebagai kebutuhan sampingan saja baginya. Barangkali tanpa sadar dan tanpa terasa kita telah menghabiskan seperempat abad dari usia kita untuk menuntut ilmu dunia, mulai dari taman kanak kanak sampai S3. Entah berapa sudah biaya yang kita keluarkan untuk itu. Namun kita sangat berat meluangkan waktu menuntut ilmu akherat. Jangankan seperempat abad, seperempat jam saja kita keberatan duduk di majelis ilmu! Kita merasa keberatan mengeluarkan uang untuk membeli buku-buku agama. ADILKAH ITU WAHAI SAUDARAKU! (benarkah slogan ‘fifty-fifty’ dalam mencari ilmu dunia dan akherat itu teraplikasikan oleh orang yang mengatakannya jika pada kenyataannya dia adalah orang yang paling jarang hadir di majelis ilmu dengan beribu bahkan berjuta udzur? –red)
Apa sebenarnya yang mendominasi hatimu?
بَلِ الإنْسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ وَلَوْ أَلْقَى مَعَاذِيرَهُ
“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.”
Jawabannya ada pada dirimu sendiri!
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
Tetapi kamu memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (Al A’la: 16-17)”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar