SERIAL PENDIDIKAN ANAK
KEMANA MENYEKOLAHKAN ANAK? (2)
PENJABARAN MAKNA AYAT
Surat ar-Rum (30): 7 ini mendapat perhatian serius oleh ulama Sunnah. Karena itu, marilah kita menelaah fatwa mereka, agar kita dapat mengambil faedah untuk meluruskan tujuan hidup dan selamat dari siksaan-Nya.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata: “Mereka itu hanya pandai mencari rezeki, seperti kapan bercocok tanam, kapan mengetam dan cara menimbunnya, dan pandai membangun gedung yang mewah. Akan tetapi, mereka itu bodoh dalam urusan akhiratnya.” (Tafsir ath-Thabrani 21/23)
Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu berkata: “Karena kepandaiannya dalam urusan dunia, dia mampu menimbang dirham di atas kukunya dan tahu berat timbangannya, akan tetapi dia tidak pandai mengerjakan shalat.” (ad-Durrul Mantsur 6/483)
Mujahid rahimahullah berkata: “Orang kafir itu gembira karena perkembangan urusan duniawinya, akan tetapi mereka ingkar siksa kubur.” (Tafsir al-Qurthubi 15/235)
Qatadah rahimahullah berkata: “Mereka hanya pandai dalam urusan perdagangan dan produksi serta cara memasarkanya.” (ad-Durrul Mantsur 6/483)
Adh-Dhahak rahimahullah berkata: “Mereka hanya pandai membangun istana, membuat saluran sungai, dan ilmu bercocok tanam.” (Tafsir al-Qurthubi 14/7)
Ibnu Khalaweh rahimahullah berkata: “Mereka itu pandai mengatur strategi hidup, akan tetapi ilmu dien dan beramal shalih mereka lupakan.” (Tafsir al-Qurthubi 14/7)
Ikrimah rahimahullah berkata: “Mereka itu pemahat dan pembuat pelita.” (Tafsir ath-Thabrani 21/7)
Abul Abbas al-Mubarrid rahimahullah berkata: “Kerajaan Persia itu pandai mengatur waktunya; pada saat angin kencang mereka beristirahat kerja, pada saat mendung tiba mereka berburu dan mengail, bila hujan tiba mereka menimbun air untuk minum dan bermain-main, bila matahari terang mereka bekerja untuk memenuhi hajatnya. “(Tafsir al-Qurthubi 14/7)
Imam Syaukani rahimahullah berkata: “Mereka itu hanya mengetahui yang zhahir berupa kehidupan yang bathil. Sedangkan nikmat yang kekal dan murni untuk hari akhirnya tidaklah mau mereka mempelajarinya, bahkan mereka melupakannya.”(Fathul Qadir, surat ar-Rum(30):7)
Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata: Ada yang berpendapat: “Mereka itu dibisiki oleh setan untuk mengurusi urusan dunia saja.”(Tafsir al-Qurthubi 14/7)
Imam Ibnu Jarir rahimahullah berkata: Ada yang berpendapat: “Mereka di dalam ayat ini adalah para dukun peramal yang memperoleh bisikan dari setan yang mencuri pendengaran dari langit untuk membohongi manusia.” (Tafsir ath-Thabrani 21/23)
Sekian banyak keterangan yang disampaikan oleh ulama Sunnah ini menjelaskan konsep hidup orang kafir yang anti ilmu Dienul Islam dan beramal shalih, tidak percaya adanya hari pembalasan. Hidup mereka bagaikan hewan, waktunya hanya untuk mencari kesenangan dunia dan makan. Na’udzu billah min dzalik. Allah berfirman yang artinya:
… Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka.” (QS. Muhammad (47): 12)
Umat Islam yang dimuliakan oleh Allah hendaknya menjauhi sifat orang kafir, dan tidak mengukur kebahagiaan semata-mata karena urusan dunia. Akan tetapi, orang yang berbahagia ialah orang yang mendahului dirinya dan keluarganya mempelajari ilmu iman dan taqwa sebagaimana dijelaskan di dalam surat al-Ashr, bahwa manusia yang beruntung ialah orang yang beriman, beramal shalih, saling berwasiat kepada kebenaran dan kesabaran.
Musibah yang paling besar di dunia ini, sebagaimana yang kita saksikan, bukanlah karena dilanda kemiskinan harta, akan tetapi karena miskin ilmu Sunnah. Betapa banyak orang kaya tanpa ilmu dien, kekayaannya merusak dirinya, anak, dan keluarganya; bahkan merusak ekonomi masyarakat awam serta membendung jalan yang hak. Inikah kebahagiaan hidup? Memang sedikit orang yang menyadari atas kerugian dirinya dan keluarga bila mereka dilanda kemiskinan aqidah dan ibadah, akan tetapi mereka merasa rugi bila dilanda krisis ekonomi dan kesakitan badannya.
Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata: Ulama berkata: “Termasuk bencana besar, bila kamu melihat seseorang itu cerdas, tanggap, dan teliti ketika dilanda musibah urusan duniawinya, akan tetapi tidak merasa rugi bila kena musibah agamanya.” (Tafsir al-Qurthubi 14/8)
Dakwah Al Hanif,Cilegon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar