AWAS JANGAN TERTIPU
Sebagian orang tatkala merasa telah mengamalkan tauhid dan menjauhi kesyirikan serta mengamalkan al-Kitab dan as-Sunnah bahkan mendakwahkannya (atau berkecimpung di dalam lembaga Dakwah Islam Ahlus Sunnah –red) maka mereka lalai dari mengamalkan akhlak yang mulia. Perasaan (maksudnya ‘persangkaan’ –red) mereka bahwa mereka telah menguasai ilmu tauhid dengan baik telah memperdaya mereka dari memperhatikan pengamalan akhlak yang mulia. Mereka lalai dari menunaikan hak-hak saudara-saudara mereka, atau minimal mereka kurang dalam menunaikan hak-hak mereka. Namun yang lebih menyedihkan lagi, bukan hanya kurang dalam menunaikan hak-hak saudara-saudara mereka, bahkan mereka berbuat dzolim kepada saudara-saudara mereka dengan lisan-lisan dan tulisan-tulisan mereka. Sungguh mereka telah menggabungkan antara dua keburukan yaitu kurang dalam menunaikan hak-hak saudara-saudara mereka dan berbuat dzolim terhadap mereka.
Syaikh Al-Albani berkata,
((Tauhid ini telah kita pelajari, telah kita fahami dengan baik, serta telah kita realisasikan dalam aqidah kita. Akan tetapi kesedihan telah memenuhi hatiku...., aku merasa bahwasanya kita telah tertimpa penyakit gurur (terpedaya) dengan diri sendiri tatkala kita telah sampai pada aqidah ini serta perkara-perkara yang merupakan konsekuensi dari aqidah ini yang telah kita ketahui bersama seperti beramal dengan dasar al-Kitab dan as-Sunnah dan tidak berhukum kepada selain al-Kitab dan Sunnah Nabi. Kita telah melaksanakan hal ini yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim –yaitu pemahaman yang benar terhadap tauhid dan beramal dengan al-Kitab dan as-Sunnah- yang berkaitan dengan fiqih yang dimana kaum muslimin telah terpecah menjadi beragam madzhab dan telah menempuh jalan yang berbeda-beda seiring dengan berjalannya waktu yang panjang selama bertahun-tahun.
Akan tetapi nampaknya –dan inilah yang aku ulang-ulang dalam banyak pengajian- bahwasannya dunia islam ini –dan termasuk didalamnya adalah para salafiyiin sendiri- telah lalai dari sisi yang sangat penting dari ajaran Islam yang telah kita jadikan sebagai pola pikir kita secara umum dan mencakup seluruh sisi kehidupan. Diantara sisi penting tersebut adalah akhlak yang mulia dan istiqomah dalam menempuh jalan.
Banyak dari kita tidak peduli dengan sisi ini –yaitu memperbaiki akhlak dan memperindah budi pekerti- padahal kita semua membaca dalam kitab-kitab sunnah yang shahih sabda Nabi :
إِنَّ الرَّ جُلَ لُيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ السَّاهِرَ بِاللَّيْلِ الظَّامِىءِ بِالْهَوَاجِرِ
“Sesungguhnya seseorang dengan akhlaknya yang mulia mencapai derajat orang yang begadang (karena sholat malam) dan orang yang kehausan di siang yang panas (karena puasa)”. [as-Silsilah ash-Shahihah no.794]
Kita juga membaca dalam al-Qur’an al-Karim bahwasanya bukanlah termasuk akhlak Islam adanya perselisihan diantara kaum muslimin –dan secara khusus kita yaitu diantara para salafiyin- hanya karena perkara-perkara yang semestinya tidak sampai menimbulkan perselisihan dan pertikaian. Kita membaca firman Allah tentang hal ini :
وَلاَتَنَازَعُواْ فَتَفْثَلُواْ وَتَذْ هَبَ رِيحُكُمْ
“Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah”. [Qs. Al-Anfaal : 46]
Sebagian orang tatkala merasa telah menjalankan sunnah dengan baik maka mereka mudah mengeluarkan orang lain dari sunnah hanya karena kesalahan-kesalahan yang masih bisa ditoleransi. Sebagian mereka menghajr saudara-saudara mereka sesama ahlus sunnah tanpa dalil yang jelas. Ini merupakan akhlak yang buruk.
Syaikh Al-Albani berkata, ((dengarlah nas-nas hadits Nabi yang berisi ancaman-ancaman yang berat bagi orang yang menghajr tanpa hak.
تُفْتَحُ أَبْوَابُ الجَنَّةِ كُلَّ يَوْمِ اثْنَيْنِ وَخَمِيسٍ فَيُغْقَرُ فِي ذَلِكَ الْيَومَيْنِ لِكُلِّ عَبْدٍ لاَ يُشْرِكُ بِاللّهِ شَيْئًا إِلاَّ مَنْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيْهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ أَنْظِرُوْا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوْا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوْا هَذَينِ حَتَّى يَصْطَلِحَا
“Pintu-pintu surga dibuka setiap hari senin dan kamis lalu pada dua hari t
ersebut diampuni seluruh hamba yang tidak mensyarikatkan Allah dengan sesuatu apapun kecuali orang yang antara dia dan saudaranya ada permusuhan maka dikatakan, “Tangguhkanlah kedua orang ini (tidaklah diampuni) hingga mereka berdua berdamai, tangguhkanlah kedua orang ini (tidaklah diampuni) hingga mereka berdua damai, tangguhkanlah kedua orang ini (tidaklah diampuni) hingga mereka berdua berdamai” [HR. Abu Dawud IV/279 no.4916 dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani (lihat Goyatul Maram hadits no.412]
Sabda Nabi ((diampuni seluruh hamba yang tidak mensyirikkan Allah dengan sesuatu apapun)), merupakan kabar yang menggembirakan kita, dan kita mengharapkan kebaikan dengan hadits ini, karena kita adalah para da’i yang menyeru kepada tauhid, dan kitalah yang mengangkat bendera dakwah kepada tauhid dan memberantas kesyirikan dengan segala macam bentuknya. Maka kita menyangka sebagaimana dikatakan sekarang tanpa perlu “transit”, karena kita bertauhid kepada Allah dan sama sekali tidak demikian...!!! cermatilah hadits ini, pahamilah, dan berusahalah terapkan (cocokkan) dengan kehidupan kalian sehari-hari.
تُفْتَحُ أَبْوَابُ الجَنَّةِ كُلَّ يَوْمِ اثْنَيْنِ وَخَمِيسٍ فَيُغْقَرُ فِي ذَلِكَ الْيَومَيْنِ لِكُلِّ عَبْدٍ لاَ يُشْرِكُ بِاللّهِ شَيْئًا إِلاَّ مَنْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيْهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ أَنْظِرُوْا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوْا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوْا هَذَينِ حَتَّى يَصْطَلِحَا
“Pintu-pintu surga dibuka setiap hari senin dan kamis lalu pada dua hari tersebut diampuni seluruh hamba yang tidak mensyarikatkan Allah dengan sesuatu apapun kecuali orang yang antara dia dan saudaranya ada permusuhan maka dikatakan, “Tangguhkanlah kedua orang ini (tidaklah diampuni) hingga mereka berdua berdamai, tangguhkanlah kedua orang ini (tidaklah diampuni) hingga mereka berdua damai, tangguhkanlah kedua orang ini (tidaklah diampuni) hingga mereka berdua berdamai” [HR. Abu Dawud IV/279 no.4916 dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani (lihat Goyatul Maram hadits no.412]
((Tangguhkanlah kedua orang ini)
) yaitu tunggu-lah dahulu, sabarlah dahulu, janganlah (mencatat) ampunan bagi mereka sampai mereka berdua berdamai dan kembali menjadi:
إِخْوَانًا عَلَاى سُرُرٍ مُّتَقَابِلِيْنَ
“Saling bersaudara yang duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” [Qs. Al-Hijr : 47]
Kemudian Nabi juga bersabda dalam hadits yang lain:
ثَلاَثَةُ لاَتَرْفَعُ لَهُمْ صَلاَتُهُم فَوقَ رُؤُوْسِهِمْ شِبْرًا رَجُلٌ أَمَّ قَوْ مًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُوْنَ وَامْرَ أَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَأَخَوَانِ مَتَصَارِمَانِ
“Tiga golongan yang tidak diangkat sejengkal pun sholat mereka ke atas kepala mereka, seorang lelaki yang mengimami sebuah kaum dan mereka benci kepadanya, seorang wanita yang bermalam dalam keadaan suaminya marah kepadanya, dan dua orang yang saling memutuskan hubungan.” [HR. Ibnu Majah I/311 no.971 dan dihasankan oleh syaikh Al-Albani dalam Misykat Al-Mashobiih no.1128]
Sabda Nabi (( dan dua orang yang saling memutuskan hubungan )) yaitu saling memutuskan hubungan dan saling menghajr.
Jika demikian maka saling memutuskan hubungan, saling menghajr, saling meninggalkan satu terhadap yang lainnya tanpa adanya sebab yang syar’i, -akan tetapi hanya karena perbedaan pendapat-, maka akibat buruk yang ditimbulkannya antara lain sholatnya tidak akan diangkat kepada Allah dan tidak diterima oleh Allah.
Sebagaimana firman Allah:
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الكَلِمُ وَالعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
“Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik diangkat amal yang sholeh dinaikkan-Nya.” [Qs. Fatir : 10]
Sholat kedua orang yang saling menghajr ini tidaklah diangkat kepada Allah dan tidak diterima.
Kebanyakan sikap memutuskan hubungan dan menghajr adalah dikarenakan persangkaan-persangkaan serta dugaan-dugaan (yang buruk) –yang terlintas di pikiran seseorang- terhadap saudaranya sesama muslim…” [Diterjemahkan dari Silsilah Nuur ‘ala Ad-Darb, kaset no.23]
PENUTUP
Akhirnya segala puji bagi Allah yang telah menyempurnakan nikmatNya kepada hamba-hambaNya. Semoga sepenggal goresan tangan ini bisa menggugah kembali semangat para pembaca s
ekalian untuk menuntut ilmu, mengamalkannya, dan mendakwahkannya. Juga menambah fokus pembaca dalam pembenahan akhlak.
اللّهُمَ اهْدِنَا لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَيَهدِي لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أنْتَ وَاصْرِفْ عَنَّا سَيِّئَهَا لاَيَصْرِفُ سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ
“Ya Allah tunjukkanlah kami untuk berhias dengan akhlak yang terbaik karena tidak ada yang bisa menunjukkan kami kepada hal kecuali Engkau, dan jauhkanlah kami dari akhlak yang buruk dan tidak ada yang bisa menjauh kami darinya kecuali Engkau”
Dan semoga kita bisa termasuk dalam orang-orang yang memperoleh janji Nabi dalam sabdanya:
أَنَازَعِيْمٌ بِِبَيْتِ فِى رَبَضِ الجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ المِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقَّا وَبِبَيْتِ فِى وَسَطِ الجَنَّةِ لِمَن تَرَكَ الكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتِ فِى أَعْلَى الجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
“Aku menjamin sebuah rumah di pinggiran surga bagi siapa yang meninggalkan perdebatan meskipun dia berada di atas kebenaran, dan sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun hanya bercanda, dan sebuah rumah di tempat tertinggi di surga bagi siapa yang membaguskan akhlaknya” [HR. Abu Dawud no.4802 dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no.1464]
Aaamin yaa Robbal ‘Aaalamiiin
(Dari Madinah ke Radio Rodja, Ustadz Firanda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar