Kamis, 27 Februari 2014

Majelis Orang-orang Sholih

Di translet oleh ummu abdillah (rubeya lilitoli@cilegon)

Ibnu Qoyyim -rahimahullah- berkata:
Majelis orang-orang sholih akan mengubah enam perkara menuju enam perkara yang lain:
1. Dari keraguan menuju keyakinan
2. Dari riya menjadi ikhlash
3. Dari lalai (mengingat Allah) menjadi selalu ingat Allah
4. Dari cinta dunia menjadi cinta akhirat
5. Dari sombong menjadi tawadhu'
6. Dari niat yg buruk menjadi niat yg baik

Ya Allah, karunikanlah kepada kami teman-teman yang sholih

Rumah Tangga Surga

"RUMAH TANGGA SURGA"
(Dpt dr FB Gamis Krudung Ummu Hammam's)
1. Kita semua ingin rumah tangga layaknya surga agar penghuninya betah di dalamnya.

2. Dan ketahuilah, ciri utama penduduk surga di antaranya bicara yang lembut. Tidak suka teriak atau membentak.

3. Kebiasaan berteriak justru merupakan ciri penduduk neraka. (QS 35:37)

4. Maka jika ada suara teriakan di dalam rumah, itu artinya suasana surga sudah berganti suasana neraka.
Bahaya!

5. Sebab, kebiasaan teriak atau bicara melebihi desibel suara normal akan mengeringkan cinta.

6. Sejatinya cinta adalah kelembutan. Dan tidaklah sesuatu disertai kelembutan kecuali akan memperhiasnya. 

7. Itulah kenapa bukti cinta kepada Allah diminta kita tuk berdzikir dengan suara yang lembut, tidak berteriak di hadapanNya. (QS 7:205)

8. Dan kebiasaan berteriak di dalam rumah tangga sejatinya akan mengurangi rasa cinta.

9. Sulit kita lihat sepasang pengantin yang dimabuk cinta berbicara sambil teriak-. Kebalikannya, mereka malah suka bisik-bisik.

10. Pelan. Tapi nge-jlebb ke hati. Sebab meski tanpa suara, hati berteriak memproklamirkan cinta.

11. Penting bagi setiap keluarga yang merindukan suasana surga agar mengurangi teriakan di dalam rumah, terlebih untuk anak-anak kita.

12. Kebiasaan berteriak atau membentak di depan anak diakui oleh para ahli akan mengaktifkan batang otak anak.

13. Batang otak itu yang disebut otak reptil atau otak refleks. Anak cenderung merespon masalah tanpa berpikir.

14. Diledek teman refleks memukul. Ini tersebab batang otaknya lebih dominan daripada korteksnya yang ajak dia tuk berpikir.

15. Anak yang batang otaknya menebal cenderung merespon sesuatu dengan prinsip 'flight or fight'.

16. Solusi jarang keluar dari anak dengan model begini. Yang ada adalah puaskan emosi.

17. Maka anak-anak yang gampang marah, tawuran dan sebagainya bisa dibilang karena batang otaknya cenderung lebih dominan.

18. Dan kalau ditelusuri penyebab awalnya yakni kebiasaan dibentak atau diteriaki dari kecil baik oleh ortu atau guru.

19. Dampak berikutnya dari kebiasaan berteriak di hadapan anak adalah menghancurkan sel otaknya.

20. Satu kali teriakan kepada anak di bawah usia 5thn akan menghancurkan 10ribu sel otaknya setiap teriakan.

21. So, hitung deh udah berapa kali bentak anak. Kalikan 10rb. Maka itulah dosa kita yang buat anak kita gak pintar-pintar.

22. Dan berteriak ini belum tentu membentak. Bisa jadi sekedar bercanda untuk menyemangati. Ini tetap bahaya dan terlarang.

23. Kalau mau teriak di lapangan aja dimana jarak ke anak kira-kira seratus meter .

24. Kembali kepada inti rumah tangga surga. Yakni kebiasaan bicara lembut. Bahkan bisik-bisik di telinga anak tumbuhkan cinta.

25. Tentu kelembutan ini bukan berarti abaikan ketegasan

26. Sebab ketegasan itu bisa dilakukan tanpa harus teriak.

27. So, jika ada yg teriak-teriak di rumah kita, katakan : ini rumah surga. Di surga bicaranya lembut. Hanya penduduk neraka yang suka teriak

28. Kesimpulannya, jika ingin memperbaiki pola asuh dan hubungan harmonis dalam rumah tangga, perbaiki cara komunikasi kita

29. Dengan perbaikan komunikasi, maka menjadi baik lah amalan kita yang lainnya (QS 33:70-71)

Semoga rumah tangga kita akan dipenuhi dengan sakinah. mawaddah, wa rahmah.

Ya Allah,
Ampunilah semua dosa-dosa kami, baik sengaja atau pun tidak, berkahilah kami, ramahtilah kami, berikanlah kami hidayah-Mu agar kami senantiasa dekat kepada-Mu hingga akhir hayat. Aamiin...

Bagaimana Mengajarkan Ilmu Din kepada Anak

Oleh Ustadz Aunur Rafiq bin Ghufran, Lc

Anak yang masih kecil tentu belum mampu membaca dan menulis dalil, tetapi bukan berarti anak tidak mampu memahami dalil. Apabila orang tua senantiasa memantau anaknya, misal, ketika anak kecil yang kebiasaannya makan dan minum dengan tangan kiri, orang tua, pengasuh atau pendidik segera membetulkan tangannya agar makan dengan tangan kanan, anak-anak akan terbiasa makan dengan tangan kanan. Jika anak mampu berpikir, alangkah baiknya bila orang tua membacakan dalilnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَتَأْكُلُوْا بِالشِّمَالِ فَإِنَّ الشَيّْطَانَ يَأْكُلُ بِالشِّمَالِ

“Janganlah kamu makan dengan tangan kiri, karena setan makan dengan tangan kiri.” (HR. Muslim).

Ketika anak bersin, segera pendidik menuntunnya agar ia membaca “Alhamdulillah”, lalu orang tua menjawab, “yarhamukallah”, kemudian menuntun anaknya agar membaca lagi, “yahdikumullahu wa yushlih balakum”, sebagaimana hadits yang riwayatakan oleh al-Bukhari. Jika anak itu sudah bisa membaca, alangkah baiknya bila dibacakan haditsnya. Begitu pula anak ketika mau masuk dan keluar dari WC, hendaknya diajari do’anya. Ketika anak sedang membentak orang tua, kita bacakan surat al-Isra ayat 23 agar mereka tahu bahwa Allah melarang anak membentak orang tua.

Insya Allah jika semua tingkah laku anak kita hubungkan dengan ilmu Al-Qur’an dan hadits yang shahih, masa depan mereka ketika sudah waktunya mampu membaca dan menulis dalil, akan lebih tanggap dan mudah mengingat, bahkan mudah mengamalkanya. Ini semua tergantung keilmuan pendidik dan keuletannya ketika menghadapi perilaku anak didiknya.

Kami yakin bila hal ini kita terapkan di rumah, kita akan bahagia dengan kepandaian anak kita yang akan menjadi penyejuk hati dan nikmat yang besar buat orang tua yang beriman insya Allah.

Ilmu: Awal dari Semua Urusan

Ilmu lawannya bodoh. Bodoh itu kegelapan, membuat gelisah, merusak dan membinasakan. Begitulah kita saksikan orang kafir tatkala mereka menolak agama Islam. Bukankah orang sesat akan gelisah dan hilang kepercayaan dirinya? Bahkan boleh jadi menghabisi nyawanya! Maka bagaimana dengan orang yang tidak tahu ilmu Islam, tentu bahayanya lebih besar.

Berbeda dengan orang yang berilmu din. Ia akan menerangi hati, menenangkan jiwa. Ilmu mengawali semua perbuatan. Orang yang cerdas adalah orang yang berpikir sebelum berbicara dan beramal. Anak hendaknya dilatih demikian. Agar tidak sia-sia waktu dan pekerjaan mereka, orang tua hendaknya senantiasa memantau perkataan dan perbuatan mereka.

Jika mungkin, mereka ditanya, mengapa berkata demikian? Mengapa kamu berbuat demikian? Agar mereka tanggap bahwa apa yang mereka kerjakan didasari dengan ilmu. Jika mereka tidak mampu menjawab, pendidiklah yang menjawab agar ilmu tetap menjadi petunjuk mereka sebelum melangkah. Imam al-Bukhari berkata, “Wajib berilmu sebelum berbicara dan beramal, (lalu membacakan ayat 19 dari Q.S Muhammad). Allah memulainya dengan Ilmu dan sesungguhnya orang yang berilmu itu pewarisnya para Nabi.” ( Shahih Al-Bukhari).

Keutamaan Ilmu untuk Anak

Jika anak semenjak kecil sudah dikenalkan ilmu Al-Qur’an dan Hadits, walaupun dengan cara menasihati, menegur, memerintah dan melarang, insya Allah masa depan mereka akan menjadi anak yang shalih dan shalihah dengan izin Allah. Al-Qur’an dan Sunnah akan menjadi akhlaknya.

Aisyah pernah ditanya, “Bagaimana akhlak Rasulullah?” Aisyah menjawab, “Akhlak beliau adalah al-Qur’an” (HR. Ahmad).

Dengan kembali kepada ilmu agama Islam segala sesuatu yang awalnya jelek menjadi baik, awalnya kufur menjadi iman, awalnya durhaka kepada orang tua menjadi taat kepada orang tua, insya Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ اْلقُرْانَ وَعَلَّمَهُ

“Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkanya ,” ( Shahih Al-Bukhari: 2907).

Akhirnya, semoga Allah memberkahi hidup kita semua. Amin…

Kemana Menyekolahkan Anak (4)

KEMANA MENYEKOLAHKAN ANAK? (4)

HUKUM MENUNTUT ILMU

Setelah kita memahami makna lmu dan berbagai macam pembagiannya, perlu pula kita mengetahui hukum menuntutnya. Mempelajari hukum sesuatu sangatlah penting, karena berakibat baik atau buruk bagi setiap mukallaf yang melakukan perbuatan atau meninggalkannya. Menurut kami – Walahu a’lam- setelah menelaah beberapa kitab, maka dapat kami simpulkan hukum mempelajari ilmu sebagai berikut :

Menuntut Ilmu Syariat Islam

 Menuntut ilmu syar’i yang berkenaan dengan kewajiban menjalankan ibadah bagi setiap mukallaf –seperti tauhid– dan yang berhubungan dengan ibadah sehari-hari semisal wudhu, shalat, dan lainnya- maka hukumnya fardhu ain, karena syarat diterimanya ibadah harus ikhlas dan harus sesuai dengan sunnah, tentunya cara memperolehnya disesuaikan dengan kemampuannya sebagaimana keterangan surat al-Baqarah : 286.
 Menuntut ilmu syar’i yang hukumnya fardhu kifayah; maksudnya bukan setiap orang muslim harus mengilmuinya, akan tetapi diwajibkan bagi ahlinya. Seperti membahas ilmu ushul dan furu’nya dan juga yang berkenaan dengan ijtihadiyah.

Karena pentingnya kewajiban menuntut ilmu dien, maka sampai dalam kondisi perangpun hendaknya ada yang tafaqquh fiddin.

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

“tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara nereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk member peringatan kepada kaumnya apabia mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS at-Taubah : 122)

Menuntut Ilmu Duniawi

Hukumnya tidaklah wajib ‘ain untuk setiap kaum muslimin, karena tidak ada dalil yang mewajibkannya, dan karena istilah ilmu di dalam nash al-Qur’an dan sunnah apabila muthlaq maka yang dimaksudkan adalah ilmu syari’ at Islam, bukan ilmu duniawi.

Kadang kala wajib kifayah pada saat tertentu, seperti ketika akan memasuki medan pertempuran dan lainnya.

Ibnu Utsaimin berkata: “Dapat kami simpulkan bahwa ilmu syar’i adalah ilmu yang terpuji, sungguh mulia bagi yang menuntutnya. Akan tetapi, saya tidak mengingkari ilmu lain yang berfaedah, namun ilmu selain syar’i ini berfaedah apabila memiliki dua hal: (1) jika membantu taat kepada Allah, dan (2) bila menolong agama Allah dan berfaedah bagi kaum muslimin. Bahkan kadangakala ilmu ini wajib dipelajari apabila masuk di dalam firman-Nya yang artinya :

وَاَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ …..(الانفال : 60 )

Artinya : “ dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang……” ( QS. Al-Anfal : 60 ). (Kitabul Ilmi oleh Ibnu Utsaimin h. 13-14)

3. Jika ilmu itu menuju kepada kejahatan maka haram menuntutnya.

Ibnu Utsaimin berkata: “Adapun ilmu selain syar’i boleh jadi sebagai washilah menuju kepada kebaikan atau jalan menuju kepada kejahatan, maka hukumnya sesuai dengan jalan yang menuju kepadanya.” (Kitabul Ilmi oleh Ibnu Utsaimin h. 14)

Tanggung Jawab Pendidikan Anak

Ketahuilah bahwa Allah menjadikan manusia pada umumnya lahir karena pernikahan laki-laki dengan perempuan, dan anak yang lahir dalam keadaan fithrah, bersih dari dosa. Anak ditakdirkan oleh Allah menjadi shalih atau maksiat karena pendidikan.

Ketahuilah bahwa sebelum anak bergaul dengan orang lain, terlebih dahulu bergaul dengan orang tuanya, karena Allah mengamanatkan pendidikan anak ini kepada kedua orang tuanya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…(QS. at-Tahrim(66): 6)

Dan juga firman-Nya:

وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ

Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabat yang terdekat. (QS. asy-Syu’ara(26):214)

Disebutkan di dalam riwayat yang shahih bahwa tatkala turun ayat ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil sanak kerabat dan keluarganya, bahkan beliau naik ke bukit Shafa memanggil khalayaknya ramai agar masing-masing menyelamatkan dirinya dari api neraka.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

 مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاّ يُوْلَدُ اْلفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنْصِّرَانِهِ وَيُمْجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ اْلبَهِيْمَةُ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحْسُّونَ فِيْهَا مِنْ جَدْعَاءَ

“ Tidaklah seorang anak lahir melainkan dalam keadaan fithrah, maka kedua orang tualah yang meyahudikannya, menasranikannnya, dan yang memajusikannya, sebagaimana binatang melahirkan anak yang selamat dari cacat, apakah kamu menganggap hidung, telinga, dan anggota binatang itu terpotong? ( HR. Muslim : 4803)

Dalil di atas menunjukkan bahwa yang bertanggung jawab dan yang paling utama atas pendidikan anak adalah orang tua, terutama pendidikan aqidah yang menyelamatkan manusia dari api neraka. Dan yang penting lagi, dalil di atas tidak menyinggung sedikitpun bahwa ilmu dunia lebih penting daripada ilmu Syari’at Islam. Dalil ini hendaknya menjadi pengangan orang tua pada saat menyekolahkan anaknya ketika dirinya berhalangan mendidiknya.

Karena pentingnya pendidikan anak ini, sampai umur dewasa pun orang tua hendaknya tetap memperhatikan pendidikan anaknya, sebagaiaman yang dilakukan oleh Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau mengetuk pintu rumah sahabat Ali bin Abu Tahlib radhiyallahu ‘anhu dan putrinya Fathimah. Sambil menanyakan sudahkah mereka berdua menunaikan shalat ? HR. Bukhari : 109 bersumber dari sahabat Ali radhiyallahu ‘anhu)

Demikian juga para pengajar hendaknya memahami ajaran Islam yang benar sehingga tidak mengajarkan kepada anak didiknya ilmu duniawi yang merusak dien dan akhlak, karena semua tindakan akan dihisab pada hari kiamat.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.

“Kalian semua adalah pemipin, dan masing-masig bertanggung jawab atasa yang dipimpin. “ ( HR. Bukhari : 844)

Dakwah Al Hanif,Cilegon

Etika Menelpon

Beberapa etika menelepon: 
1. Gunakan untuk perkara ma'ruf.
2. Jangan menelepon di waktu yang tidak pantas (tengah malam/ waktu istirahat) kecuali darurat.
3. Dering telepon sama dengan ketukan pintu yaitu maksimal 3 kali demikian menurut sunnah. 
4. Ucapkan salam.
5. Orang yang menghubungi yang mengakhiri pembicaraan 
(Panduan Amal Sehari Semalam, Ustadzah Ummu Ihsan dan Ustadz Abu Ihsan)
~DA'WAH AL HANIF~ +6285946011875

Tajamnya Lisan Dapat Menghambat Nasihat

Pernahkah kita merasa bahwa teman kita tidak pernah menasehati kita? Jika jawabannya "Ya" maka hendaknya kita introspeksi jangan jangan nasehat tersebut terhambat gara gara reputasi kita yang memiliki perangai kasar dan lisan yang tajam. Berikut ini penjelasan Ustadz Abu Ihsan al Atsary M.A.

Manusia yang paling buruk adalah manusia yang dijauhi manusia karena keburukannya. Manusia menjauh disebabkan keburukan akhlaknya, keburukan perilakunya, keburukan kata-katanya, LISANNYA TAJAM BAK SEMBILU sehingga manusia tidak mau dekat dengannya. Jika demikian keadannya maka akibatnya sangat fatal… yaitu NASEHAT YANG DATANG SANGAT TERBATAS. 

“Boro-boro mau nyampaikan nasehat, ketemu saja malas. Kenapa? Buruk akhlaknya…dia sudah tahu jika jumpa dengan si fulan pasti saja ada hati yang tersakiti, pasti ada kata-kata yang menyakiti hati…maka manusiapun tidak mau dekat dengannya…RUGINYA BAGAIMANA? SALURAN NASEHATPUN TERHAMBAT.

Bukankah kita menuju kesempurnaan itu dengan nasehat? Kita butuh nasehat orang lain. Para salaf terdahulu selalu meminta nasehat kepada teman-temannya. Padahal shahabat adalah orang yang dijamin masuk surga namun mereka tetap butuh nasehat bahkan nasehat dari orang yang lebih muda darinya. Ini menunjukkan ketinggian iman para shahabat yang sudah dijamin masuk surga namun masih takut. Jika kita yang dijamin masuk surga… nggak karuanlah jika kita sudah dijamin masuk surga! Kayanya iman kita tidak sanggup untuk menerima itu. Coba bayangkan jika antum dijamin masuk surga bagaimana tingkah laku antum besok? Nggak ngerti saya… Begitu tingginya iman para shahabat… sudah dijamin masuk surga namun tetap butuh nasehat. 

Contohnya Umar bin Khaththab yang minta nasehat dari Hudzaifah Ibnul Yaman ketika beliau bertanya ‘Wahai Hudzaifah apakah aku termasuk orang munafiq yang namanya disebut oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam?’ 

Bayangkan saja Umar yang sudah dijamin masuk surga masih bertanya meminta nasehat! Oleh karena itu kita butuh nasehat karena dengan cara seperti itu kita meraih kesempurnaan. Kita bukan orang yang lepas dari dosa… setiap anak Adam bersalah. Tiap hari kita berbuat salah dan kita perlu masukan dan nasehat dari orang lain. Dalam sebuah ayat Allah Ta’ala berfirman yang artinya: ‘berilah peringatan sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang beriman.’ 

Kita butuh nasehat dari saudara-saudara kita. Kita butuh cermin untuk mengetahui kelebihan kita. Apa jadinya seandainya saudara-saudara kita tidak mau memberi nasehat kepada kita..lari dari sisi kita menjauh dari kita…tentunya nasehat yang kita harapkan pun semakin jauh…akibatnya apa? Kita merasa selalu benar…merasa sudah baik dan merasa sudah sempurna!” ....demikian sedikit paparan Ustadz Abu Ihsan ketika membedah buku Beginilah Kepribadian Seorang Muslim.

Imam Al Bukhari dalam Adabul Mufrad menjelaskan:636. 

MANUSIA TERBURUK ADALAH YANG DITAKUTI KEBURUKANNYA 

1311. Shadaqah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Uyainah menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku mendengar Ibnu Al Munkadir berkata:سَمِعَ عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ عاَ ئِشَةَ أَخْبَرَتْهُ : اِسْتَأ ذَنَ رَجُلٌ عَلىَ النّبِيٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّم فَقَالَ: اِئْذَ نُوْا لَهُ ، بِئْسَ أَ خُوْ الْعَشِيْرَةِ،فَلَمَّاَ دَخَلَ ألاَنَ لَهُ الْكَلاَمَ، فَقُلْتُ: ياَ رَسُوْلَ اللهِ قُلْتُ الَّذِي قُلْتَ، ثُمَّ أَلَنْتَ الْكَلاَمَ، أَيْ عاَ ئِشَةُ، إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْ تَرَكَهُ النّاَسُ- أَوْ وضدَعَهُ النّاس- اِتِّقاَءَ فُحْشِهِ

Urwah bin Zubair mendengar Aisyah radhiyallahu anha mengabarkan kepadanya, “Seorang laki-laki meminta izin menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda, ‘Izinkanlah dia masuk. Sungguh dia seburuk-buruk teman bergaul.’ Ketika lelaki itu masuk, Nabi shallallahu alaihi wa sallam melemahlembutkan perkataan kepadanya. Maka aku berkata, ‘Wahai Rasulullah engkau mengatakan apa yang engkau katakan, kemudian engkau melemahlembutkan perkataan kepadanya? Beliau bersabda, ‘Wahai Aisyah, sesungguhnya seburuk-buruk manusia adalah orang yang ditinggalkan manusia –atau dihindari manusia –karena takut akan kejahatannya.” 

(Hadits ini terdapat di Kitab Adabul Mufrad karya Imam Bukhari. Dinyatakan Shahih oleh al Imam Al Albani dalam Shahih Adabul Mufrad. Lihat Silsilah Hadits Shahihah (1049) [Al Bukhari (78) kitab al Adab (38) bab Lam Yakunin Nabi shallallahu alaihi wa sallam fahisyan, Muslim (45) kitab al Birr wash shilah (hadits 73)])

Kandungan Hadits (Dari Rasyul Barad Syarah Adabul Mufrad):

1. Hadits ini adalah dasar mengenai interaksi sosial.

2. Di dalam hadits ini terdapat pembolehan melakukan ghibah terhadap orang kafir, fasik dan orang-orang buruk lainnya agar orang lain bersikap hati-hati terhadap mereka.

3. Sedangkan melembutkan kata setelah lelaki itu masuk, itu adalah sebagai pendekatan agar tidak merusak keadaan keluarganya dan agar tidak bertambah jahat serta mengajak mereka menjauhi iman. Jadi bersikap lembut di sini adalah sebagai siyasah agama bukan untuk memperlihatkan orang yang berbeda dengan apa yang terdapat dalam bathinnya, beliau melemahlembutkan perkataan sehingga bertentangan dengan perkataan yang pertama.4. Perbedaan antara “al mudahanah” dan “al mudaarah” . Al Mudaarah adalah berkorban untuk kebaikan dunia atau agama atau keduanya, hal ini dibolehkan atau bahkan sunnah. Sedangkan mudaahanah meninggalkan agama untuk kepentingan dunia. Nabi mengorbankan kepentingan dunianya memperlakukan temannya dengan kelembutan dalam setiap perbuatan dan perkataannya, dan tidak memujinya dengan perkataan dan perkataan beliau tidak bertentangan dengan perbuatannya.

Ustadz Abu Ihsan Al Atsary, M.A dalam bedah buku karya beliau dan istrinya Ustadzah Ummu Ihsan berjudul Meraih Kebahagiaan tanpa Batas beberapa waktu lalu di Cilegon setelah mengutip penggalan hadits di atas menjelaskan: “seburuk-buruk manusia adalah orang yang ditinggalkan manusia –atau dihindari manusia –karena takut akan kejahatannya.” Manusia menghindar karena keburukan akhlaknya, MUNGKIN UNTUK MENGHINDARI KETAJAMAN LISANNYA, mungkin untuk menghindari kekasaran sikapnya....kata-katanya tajam bak sembilu...sangat merugi jika dijauhi oleh manusia...ruginya adalah: semakin tipis, semakin kecil pintu nasehat terbuka untuknya...orang takut memberi nasehat karena keburukan akhlaknya....demikian kutipan ceramah Ustadz Abu Ihsan, M.A.

DILARANG 'JA-IM' DALAM MENUNTUT ilmu


Semoga Allah merahmati para salaf, mereka sangat antusias mendengarkan ilmu dari guru-guru mereka meskipun harus dipukul! 

Imam Adz Dzahabi berkata: “Ya’qub bin Ishaq al Harawi menceritakan dari Shalih bin Muhammad al Hafizh, bahwa ia mendengar Hisyam bin Ammar berkata: “Saya datang menemui Imam Malik, lalu saya katakan kepadanya: “Sampaikanlah kepadaku beberapa hadits!” Beliau berkata: “Bacalah!”

“Tidak, namun tuanlah yang membacakannya kepadaku! Jawabku.

“Bacalah” kata Imam Malik lagi. Namun aku terus menyanggah beliau. Akhirnya ia berkata: “Hai pelayan kemarilah! Bawalah orang ini dan pukul dia lima belas kali!” Lalu pelayan itu membawaku dan memukulku lima belas cambukan. Kemudian ia membawaku kembali kepada beliau. Pelayan itu berkata: “Saya telah mencambuknya!” Maka aku berkata kepada beliau: “Mengapa tuan menzhalimi diriku? Tuan telah mencambukku lima belas kali tanpa ada kesalahan yang kuperbuat? Aku tidak sudi memaafkan tuan!” 

“Apa tebusannya?” tanya beliau.

“Tebusannya adalah tuan harus membacakan untukku sebanyak lima belas hadits!” jawabku. Maka beliaupun mebacakan lima belas hadits untukku. Lalu kukatakan kepada beliau: “Tuan boleh pukul lagi asalkan tuan menambah hadits untukku!” Imam Malik hanya tertawa dan berkata pergilah!” (as Siyar XI/429, sebagaimana dikutip oleh Syaikh Abdul Malik Al Jazairi dalam Madarikun Nazhar. Kami kutip dari terjemahan bku tersebut yang diterjemahkan Ustadz Abu Ihsan al Atsary M.A)

Dunia Hanya Untuk Empat Golongan

DUNIA HANYA UNTUK EMPAT GOLONGAN

Berikut ini Hadits yang mulia dan kita bermuhasabah, di golongan yang manakah kita?:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلّى الله عليه و سلّم.: وَأُحَدِّثُكُمْ حِدِيْثًا فَاحْفَظُوْهُ إِنَّمَا الدُّنْيَا لأَرْبَعَةِ نَفَرٍ: عَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالاً وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِيْ فِيْهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيْهِ رَحِمَهُ وَيَعْمَلُ ِللهِ فِيْهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ تَعَالَى عِلْمًا وَلَم يَرْزُقْهُ مَالاً فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُوْلُ: لَوْ أَنَّ لِيْ مَالاً لَعَمِلْتُ بِعَمَلٍ فُلاَنٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالاً وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا يُخْبِطُ فِيْ مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لاَ يَتَّقِيْ فِيْهِ رَبَّهُ وَلاَ يَصِلُ فِيْهِ رَحِمَهُ وَلاَ يَعْمَلُ ِللهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللهُ مَالاً وَلاَ عِلْمًا فَهُوَيَقُوْلُ: لَو أَنَّ لِيْ مَالاً لَعَمِلْتُ فِيْهِ بِعَمَلٍ فُلاَنٍ فَهُوِ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ.

Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم bersabda:
“Saya akan menceritakan kepada kalian suatu Hadits maka hafalkanlah. Dunia itu diperuntukkan empat golongan manusia:
Pertama: “Seorang hamba yang Allah berikan rizqi berupa harta dan ilmu (Agama) dan (dengan ilmu dan harta) bertaqwa kepada rabbnya, menyambung tali silaturahmi dan beramal dengan sebenar-benarnya karena Allah. Ini merupakan kedudukan yang paling mulia lagi tinggi.”

Kedua: “Seorang hamba yang Allah berikan rizqi berupa ilmu dan tidak Allah berikan rizqi berupa harta, tapi niatnya jujur. Dia mengatakan, jika saya memiliki harta seperti si fulan niscaya akan berbuat sepertinya, maka dengan sebab niatnya tadi, pahala keduanya sama.”

Ketiga: “Seorang hamba yang Allah berikan rizqi berupa harta tapi tidak Allah berikan rizqi berupa ilmu, dia menghabiskan hartanya tanpa dasar ilmu (agama), tidak bertaqwa kepada Allah, tidak menyambung tali silaturahim, dan tidak beramal karena Allah. Ini adalah kedudukan yang paling jelek.”

Keempat: “Seorang hamba yang tidak diberi rizqi berupa harta dan tidak pula ilmu, dan dia mengatakan (bahwa) jika saya memiliki harta niscaya akan berbuat seperti si fulan (golongan ketiga), maka dengan niatnya dosa keduanya sama.”

(HR. Tirmidzi:2325, Ahmad:4/231, dan tercantum dan Shahihul Jami’:3024 Misykaat al-Mashaabiih:5287, karya Imam al-Albani)

MENJAUH DARI MAJELIS ILMU : AWAL PETAKA

Menjauh dari majelis ilmu dan pertemuan dengan para ikhwah serta menjauh dari kunjungan-kunjungan da’wah dapat mengeraskan hati.

Al Hasan al Bashri berkata: “Sahabat-sahabat kami lebih mahal daripada keluarga kami. Keluarga kami mengingatkan kami kepada dunia sedangkan sahabat-sahabat kami mengingatkan kami kepada akherat.

Usahakan selalu hadir di majelis ilmu atau minimal dua majelis ilmu dalam sepekan di masjid. Jika anda beranggapan mendengar kaset (atau radio –red) saja sudah cukup maka anda keliru. 
Sesungguhnya anda butuh hadir di masjid. Ketika anda duduk di majelis ilmu dalam masjid, para malaikat akan mengelilingimu, sakinah (ketenangan) akan menaungimu, rahmat akan turun kepadamu dan Allah akan memujimu di hadapan para malaikatNya...
Demi Allah, ini sesuatu yang lain dari yang lain. OLEH KARENA ITU ENGKAU DAPATI KEBANYAKAN ORANG-ORANG YANG TERGELINCIR ADALAH ORANG-ORANG YANG MELALAIKAN MAJELIS ILMU.

Rutinlah hadir di majelis ilmu, jagalah dan ikutilah jadwal-jadwalnya setiap pekan niscaya engkau memperoleh semangat keimanan yang baru. Jika di sana terdapat kekurangan maka akan segera membaik atau bila terdapat retak pasti tertutupi insya Allah.

Rahasianya, ketika engkau hadir di majelis-majelis ilmu, keimananmu akan meningkat. Kami dahulu selalu menyertai para masyaaikh di awal iltizam, lalu salah seorang sahabat kami absen. Syaikh bertanya tentangnya, mereka berkata: “Ia sedang asyik membaca sebuah kitab sehingga tidak bisa datang .” Syaikh berkata: “Kabarkan kepadanya bahwa pertemuanmu dengan sahabat-sahabatmu akan menambah keimanan dalam hatimu lebih banyak daripada engkau membaca kitab seorang diri.” 

Memang benar, hadir di majelis-majelis ilmu untuk mencari berkah, barangkali ada salah seorang hadirin yang mustajab doanya. Apabila ia mengaminkan doa syaikh niscaya akan dikabulkan doa dan Allah akan merahmati seluruh hadirin. Dengan begitu engkau akan memperoleh kemenangan yang besar. Dalam hadits disebutkan:
   
“Mereka adalah satu kaum yang tidak akan rugi orang-orang yang bermajelis dengan mereka.” (Muttafaq ‘alihi)

Oleh karena itu seorang sahabat nabi berkata kepada temannya, “Bergabunglah bersama kami, kita meningkatkan iman sesaat.”

Kemudian apa yang engkau kerjakan apabila engkau tidak hadir?

Kesibukan-kesibukan dunia, ambisi-ambisi rendahan, bisikan-bisikan setan! Masjid adalah rumah bagi setiap orang yang bertaqwa, masjidlah tempat kembali kaum mu’minin.

Kembalilah ke masjid, hadirilah halaqah ilmu.

Berlindunglah kepada Allah niscaya Allah akan melindungimu. Janganlah berpaling, karena Allah akan berpaling darimu.

(Dari buku Min Asbabil Futur karya Muhammad bin Husain Ya'qub, diterjemahkan oleh Ustadz Abu Ihsan Al Atsari, M.A. diterbitkan Pustaka At Tibyan Solo dengan judul Futur Sindrom Awal Petaka)

ILMU ADALAH OBAT BAGI SEMUA PENYAKIT HATI

Sesungguhnya hati itu terancam dengan dua penyakit. Jika kedua penyakit itu menjangkitinya maka hati akan hancur dan mati karena keduanya. Kedua penyakit itu adalah PENYAKIT SYUBHAT dan PENYAKIT SYAHWAT. Imam Ibnu Qayyim rahimahullah dalam Ighatsatul Lahafan menjelaskan, “Penyakit syubhat adalah penyakit yang merusak keilmuan seseorang sehingga ia tidak bisa mengenal kebenaran dan tidak bisa membedakan antara yang haq dan bathil. Sedangkan penyakit syahwat adalah penyakit yang merusak keinginan/tujuan seseorang sehingga ia tidak mau mencari kebenaran. Ia lebih mendahulukan kebatilan atasnya, dan ia tidak mau mengamalkan kebenaran –walaupun ia sudah mengetahuinya. Intinya penyakit syubhat berkaitan atau menyerang ilmu dan keyakinan. Sedangkan penyakit syahwat berkaitan dengan amal dan tujuan (merusak amal dan niat seseorang)”

Tentang penyakit syubhat yang merupakan penyakit paling sulit diobati dan paling mematikan hati, terlihat jelas dalam firman Allah Ta’ala tentang orang-orang munafik,

فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; (Al Baqarah: 10)

Yang dimaksud dengan penyakit dalam ayat di atas adalah penyakit KEBODOHAN dan SYUBHAT.

Sedang penyakit syahwat, seperti dalam firman Allah,
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا
Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik, (Al Ahzab: 32)

Maksudnya jangan kalian berbicara dengan lemah lembut sehingga merangsang orang yang di dalam hatinya ada keinginan berbuat dosa dan zina.

Hati mempunyai penyakit-penyakit lain selain penyakit di atas, yaitu riya’, sombong, ujub, dengki, cinta jabatan, dan sewenang-wenang di muka bumi.

Penyakit-penyakit tersebut tersusun dari penyakit syubhat dan syahwat. Penyakit tersebut menghasilkan persepsi yang salah dan keinginan yang tidak benar seperti ujub dan sombong karena merasa dirinya mulia dan mengharap manusia memuliakannya dan menghormatinya. Semua penyakit ini PENYEBABNYA ADALAH KEBODOHAN, dan OBATNYA ADALAH ILMU.

Tentang seseorang yang terluka dan dia dalam keadaan junub, lalu difatwakan wajib mandi sehingga dengan sebab itu dia meninggal dunia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَتَلُوْ هُ قَتَلَهُمُ الله! ألَمْ يَكُن شِفَا ءُ الْعِيِّ السُّؤاَلُ
“Mereka telah membunuhnya semoga Allah membunuh mereka, bukankah obat kebodohan itu bertanya.” (Hasan: diriwayatkan oleh Ahmad I/330, Abu Dawud no. 337, dan al Hakim I/178 dari shahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma)

Penyakit hati lebih sulit diobati daripada penyakit badan karena puncak (akhir) dari penyakit badan adalah membuat penderitanya meninggal dunia, sedang penyakit hati, dia membawa penderitanya kepada kecelakaan abadi. Tidak ada obat bagi penyakit hati kecuali ilmu. Karena itu, Allah Ta’ala menamakan KitabNya (Al Qur-an) sebagai obatpenawar bagi penyakit-penyakit yang terdapat dalam dada.

Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Yunus: 57)

Kesimpulannya sesungguhnya ilmu bagi hati adalah seperti air bagi ikan. Jika ikan tidak mendapat air, ia mati. Ilmu bagi hati juga seperti cahaya bagi mata dan pendengaran manusia terhadap suara manusia. Jika mata tidak mendapatkan cahaya, ia buta dan jika telinga tidak mendapatkan suara, ia tuli. (dari Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga, Ustadz Yazid Jawas)