KEMANA MENYEKOLAHKAN ANAK? (4)
HUKUM MENUNTUT ILMU
Setelah kita memahami makna lmu dan berbagai macam pembagiannya, perlu pula kita mengetahui hukum menuntutnya. Mempelajari hukum sesuatu sangatlah penting, karena berakibat baik atau buruk bagi setiap mukallaf yang melakukan perbuatan atau meninggalkannya. Menurut kami – Walahu a’lam- setelah menelaah beberapa kitab, maka dapat kami simpulkan hukum mempelajari ilmu sebagai berikut :
Menuntut Ilmu Syariat Islam
Menuntut ilmu syar’i yang berkenaan dengan kewajiban menjalankan ibadah bagi setiap mukallaf –seperti tauhid– dan yang berhubungan dengan ibadah sehari-hari semisal wudhu, shalat, dan lainnya- maka hukumnya fardhu ain, karena syarat diterimanya ibadah harus ikhlas dan harus sesuai dengan sunnah, tentunya cara memperolehnya disesuaikan dengan kemampuannya sebagaimana keterangan surat al-Baqarah : 286.
Menuntut ilmu syar’i yang hukumnya fardhu kifayah; maksudnya bukan setiap orang muslim harus mengilmuinya, akan tetapi diwajibkan bagi ahlinya. Seperti membahas ilmu ushul dan furu’nya dan juga yang berkenaan dengan ijtihadiyah.
Karena pentingnya kewajiban menuntut ilmu dien, maka sampai dalam kondisi perangpun hendaknya ada yang tafaqquh fiddin.
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara nereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk member peringatan kepada kaumnya apabia mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS at-Taubah : 122)
Menuntut Ilmu Duniawi
Hukumnya tidaklah wajib ‘ain untuk setiap kaum muslimin, karena tidak ada dalil yang mewajibkannya, dan karena istilah ilmu di dalam nash al-Qur’an dan sunnah apabila muthlaq maka yang dimaksudkan adalah ilmu syari’ at Islam, bukan ilmu duniawi.
Kadang kala wajib kifayah pada saat tertentu, seperti ketika akan memasuki medan pertempuran dan lainnya.
Ibnu Utsaimin berkata: “Dapat kami simpulkan bahwa ilmu syar’i adalah ilmu yang terpuji, sungguh mulia bagi yang menuntutnya. Akan tetapi, saya tidak mengingkari ilmu lain yang berfaedah, namun ilmu selain syar’i ini berfaedah apabila memiliki dua hal: (1) jika membantu taat kepada Allah, dan (2) bila menolong agama Allah dan berfaedah bagi kaum muslimin. Bahkan kadangakala ilmu ini wajib dipelajari apabila masuk di dalam firman-Nya yang artinya :
وَاَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ …..(الانفال : 60 )
Artinya : “ dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang……” ( QS. Al-Anfal : 60 ). (Kitabul Ilmi oleh Ibnu Utsaimin h. 13-14)
3. Jika ilmu itu menuju kepada kejahatan maka haram menuntutnya.
Ibnu Utsaimin berkata: “Adapun ilmu selain syar’i boleh jadi sebagai washilah menuju kepada kebaikan atau jalan menuju kepada kejahatan, maka hukumnya sesuai dengan jalan yang menuju kepadanya.” (Kitabul Ilmi oleh Ibnu Utsaimin h. 14)
Tanggung Jawab Pendidikan Anak
Ketahuilah bahwa Allah menjadikan manusia pada umumnya lahir karena pernikahan laki-laki dengan perempuan, dan anak yang lahir dalam keadaan fithrah, bersih dari dosa. Anak ditakdirkan oleh Allah menjadi shalih atau maksiat karena pendidikan.
Ketahuilah bahwa sebelum anak bergaul dengan orang lain, terlebih dahulu bergaul dengan orang tuanya, karena Allah mengamanatkan pendidikan anak ini kepada kedua orang tuanya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…(QS. at-Tahrim(66): 6)
Dan juga firman-Nya:
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabat yang terdekat. (QS. asy-Syu’ara(26):214)
Disebutkan di dalam riwayat yang shahih bahwa tatkala turun ayat ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil sanak kerabat dan keluarganya, bahkan beliau naik ke bukit Shafa memanggil khalayaknya ramai agar masing-masing menyelamatkan dirinya dari api neraka.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاّ يُوْلَدُ اْلفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنْصِّرَانِهِ وَيُمْجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ اْلبَهِيْمَةُ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحْسُّونَ فِيْهَا مِنْ جَدْعَاءَ
“ Tidaklah seorang anak lahir melainkan dalam keadaan fithrah, maka kedua orang tualah yang meyahudikannya, menasranikannnya, dan yang memajusikannya, sebagaimana binatang melahirkan anak yang selamat dari cacat, apakah kamu menganggap hidung, telinga, dan anggota binatang itu terpotong? ( HR. Muslim : 4803)
Dalil di atas menunjukkan bahwa yang bertanggung jawab dan yang paling utama atas pendidikan anak adalah orang tua, terutama pendidikan aqidah yang menyelamatkan manusia dari api neraka. Dan yang penting lagi, dalil di atas tidak menyinggung sedikitpun bahwa ilmu dunia lebih penting daripada ilmu Syari’at Islam. Dalil ini hendaknya menjadi pengangan orang tua pada saat menyekolahkan anaknya ketika dirinya berhalangan mendidiknya.
Karena pentingnya pendidikan anak ini, sampai umur dewasa pun orang tua hendaknya tetap memperhatikan pendidikan anaknya, sebagaiaman yang dilakukan oleh Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau mengetuk pintu rumah sahabat Ali bin Abu Tahlib radhiyallahu ‘anhu dan putrinya Fathimah. Sambil menanyakan sudahkah mereka berdua menunaikan shalat ? HR. Bukhari : 109 bersumber dari sahabat Ali radhiyallahu ‘anhu)
Demikian juga para pengajar hendaknya memahami ajaran Islam yang benar sehingga tidak mengajarkan kepada anak didiknya ilmu duniawi yang merusak dien dan akhlak, karena semua tindakan akan dihisab pada hari kiamat.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.
“Kalian semua adalah pemipin, dan masing-masig bertanggung jawab atasa yang dipimpin. “ ( HR. Bukhari : 844)
Dakwah Al Hanif,Cilegon