Rabu, 30 April 2014

Akhlak Itu Dapat Diubah

AKHLAK ITU DAPAT DIUBAH... INSYA ALLAH

"Sebagian orang memiliki perangai tidak terpuji: tutur katanya kasar (lisannya tajam –red), mudah emosi, mudah berkata bohong, senang ghibah, namimah, dsb. KETIKA DIINGATKAN, DENGAN SERTA MERTA DIA MENJAWAB, “MEMANG SEPERTI INILAH KARAKTERKU/TABIATKU. MAU BAGAIMANA’ LAGI?”

Berikut ini penjelasan Ustadz Abu Ihsan hafizhahullah:

Sebagaimana kita ketahui binatang buas saja dapat berubah. Binatang yang memiliki karakter liar, ganas dan buas namun setelah dilatih berubah menjadi jinak. Lihatlah sirkus dimana singa, harimau atau gajah liar dapat berubah menjadi jinak. Dengan apa mereka berubah? Tentu sja dengan latihan. Kesimpulannya akhlak dapat berubah walaupun hal ini memerlukan perjuangan yang berat karena mengubah kebiasaan itu berat.

Ada istilah tabi’at dan kebiasaan, sebagaimana ada sebuah perkataan, “Seseorang itu tumbuh besar menurut kebiasaan yang dibiasakan orangtuanya.” Dalam hal ini pengaruh lingkungan berpengaruh sangat besar terhadap perilaku dan tabi’at seseorang. Lihatlah orang-orang yang tumbuh di tengah-tengah keluarga yang tidak memperhatikan akhlak. Mereka sangat jauh dari akhlak mulia.

Jika ada yang bertanya, “Apakah akhlak dapat berubah?” Jawabannya: “Dapat.” Sebagian orang memiliki perangai tidak terpuji: tutur katanya kasar (lisannya tajam –red), mudah emosi, mudah berkata bohong, senang ghibah, namimah, dsb. KETIKA DIINGATKAN, DENGAN SERTA MERTA DIA MENJAWAB, “MEMANG SEPERTI INILAH KARAKTERKU/TABIATKU. MAU BAGAIMANA LAGI?”

Dengan kata lain dia merasa sudah tidak berpeluang lagi untuk mengubah karakternya. Dengan jawaban tersebut dia seolah-olah berkata bahwa akhlak adalah sesuatu yang baku dan memiliki harga mati yang tidak bisa diubah lagi. Selain itu dia menjadikan jawaban tersebut sebagai dalil untuk menutupi keburukan yang ada pada dirinya....

Awas Jangan Tertipu

AWAS JANGAN TERTIPU

Sebagian orang tatkala merasa telah mengamalkan tauhid dan menjauhi kesyirikan serta mengamalkan al-Kitab dan as-Sunnah bahkan mendakwahkannya (atau berkecimpung di dalam lembaga Dakwah Islam Ahlus Sunnah –red) maka mereka lalai dari mengamalkan akhlak yang mulia. Perasaan (maksudnya ‘persangkaan’ –red) mereka bahwa mereka telah menguasai ilmu tauhid dengan baik telah memperdaya mereka dari memperhatikan pengamalan akhlak yang mulia. Mereka lalai dari menunaikan hak-hak saudara-saudara mereka, atau minimal mereka kurang dalam menunaikan hak-hak mereka. Namun yang lebih menyedihkan lagi, bukan hanya kurang dalam menunaikan hak-hak saudara-saudara mereka, bahkan mereka berbuat dzolim kepada saudara-saudara mereka dengan lisan-lisan dan tulisan-tulisan mereka. Sungguh mereka telah menggabungkan antara dua keburukan yaitu kurang dalam menunaikan hak-hak saudara-saudara mereka dan berbuat dzolim terhadap mereka.

Syaikh Al-Albani berkata,
((Tauhid ini telah kita pelajari, telah kita fahami dengan baik, serta telah kita realisasikan dalam aqidah kita. Akan tetapi kesedihan telah memenuhi hatiku...., aku merasa bahwasanya kita telah tertimpa penyakit gurur (terpedaya) dengan diri sendiri tatkala kita telah sampai pada aqidah ini serta perkara-perkara yang merupakan konsekuensi dari aqidah ini yang telah kita ketahui bersama seperti beramal dengan dasar al-Kitab dan as-Sunnah dan tidak berhukum kepada selain al-Kitab dan Sunnah Nabi. Kita telah melaksanakan hal ini yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim –yaitu pemahaman yang benar terhadap tauhid dan beramal dengan al-Kitab dan as-Sunnah- yang berkaitan dengan fiqih yang dimana kaum muslimin telah terpecah menjadi beragam madzhab dan telah menempuh jalan yang berbeda-beda seiring dengan berjalannya waktu yang panjang selama bertahun-tahun.
Akan tetapi nampaknya –dan inilah yang aku ulang-ulang dalam banyak pengajian- bahwasannya dunia islam ini –dan termasuk didalamnya adalah para salafiyiin sendiri- telah lalai dari sisi yang sangat penting dari ajaran Islam yang telah kita jadikan sebagai pola pikir kita secara umum dan mencakup seluruh sisi kehidupan. Diantara sisi penting tersebut adalah akhlak yang mulia dan istiqomah dalam menempuh jalan.

Banyak dari kita tidak peduli dengan sisi ini –yaitu memperbaiki akhlak dan memperindah budi pekerti- padahal kita semua membaca dalam kitab-kitab sunnah yang shahih sabda Nabi :
إِنَّ الرَّ جُلَ لُيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ السَّاهِرَ بِاللَّيْلِ الظَّامِىءِ بِالْهَوَاجِرِ
“Sesungguhnya seseorang dengan akhlaknya yang mulia mencapai derajat orang yang begadang (karena sholat malam) dan orang yang kehausan di siang yang panas (karena puasa)”. [as-Silsilah ash-Shahihah no.794]
Kita juga membaca dalam al-Qur’an al-Karim bahwasanya bukanlah termasuk akhlak Islam adanya perselisihan diantara kaum muslimin –dan secara khusus kita yaitu diantara para salafiyin- hanya karena perkara-perkara yang semestinya tidak sampai menimbulkan perselisihan dan pertikaian. Kita membaca firman Allah tentang hal ini :
وَلاَتَنَازَعُواْ فَتَفْثَلُواْ وَتَذْ هَبَ رِيحُكُمْ
“Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah”. [Qs. Al-Anfaal : 46] 
Sebagian orang tatkala merasa telah menjalankan sunnah dengan baik maka mereka mudah mengeluarkan orang lain dari sunnah hanya karena kesalahan-kesalahan yang masih bisa ditoleransi. Sebagian mereka menghajr saudara-saudara mereka sesama ahlus sunnah tanpa dalil yang jelas. Ini merupakan akhlak yang buruk.

Syaikh Al-Albani berkata, ((dengarlah nas-nas hadits Nabi yang berisi ancaman-ancaman yang berat bagi orang yang menghajr tanpa hak.
 تُفْتَحُ أَبْوَابُ الجَنَّةِ كُلَّ يَوْمِ اثْنَيْنِ وَخَمِيسٍ فَيُغْقَرُ فِي ذَلِكَ الْيَومَيْنِ لِكُلِّ عَبْدٍ لاَ يُشْرِكُ بِاللّهِ شَيْئًا إِلاَّ مَنْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيْهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ أَنْظِرُوْا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوْا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوْا هَذَينِ حَتَّى يَصْطَلِحَا 
“Pintu-pintu surga dibuka setiap hari senin dan kamis lalu pada dua hari t
ersebut diampuni seluruh hamba yang tidak mensyarikatkan Allah dengan sesuatu apapun kecuali orang yang antara dia dan saudaranya ada permusuhan maka dikatakan, “Tangguhkanlah kedua orang ini (tidaklah diampuni) hingga mereka berdua berdamai, tangguhkanlah kedua orang ini (tidaklah diampuni) hingga mereka berdua damai, tangguhkanlah kedua orang ini (tidaklah diampuni) hingga mereka berdua berdamai” [HR. Abu Dawud IV/279 no.4916 dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani (lihat Goyatul Maram hadits no.412]

Sabda Nabi ((diampuni seluruh hamba yang tidak mensyirikkan Allah dengan sesuatu apapun)), merupakan kabar yang menggembirakan kita, dan kita mengharapkan kebaikan dengan hadits ini, karena kita adalah para da’i yang menyeru kepada tauhid, dan kitalah yang mengangkat bendera dakwah kepada tauhid dan memberantas kesyirikan dengan segala macam bentuknya. Maka kita menyangka sebagaimana dikatakan sekarang tanpa perlu “transit”, karena kita bertauhid kepada Allah dan sama sekali tidak demikian...!!! cermatilah hadits ini, pahamilah, dan berusahalah terapkan (cocokkan) dengan kehidupan kalian sehari-hari.
 تُفْتَحُ أَبْوَابُ الجَنَّةِ كُلَّ يَوْمِ اثْنَيْنِ وَخَمِيسٍ فَيُغْقَرُ فِي ذَلِكَ الْيَومَيْنِ لِكُلِّ عَبْدٍ لاَ يُشْرِكُ بِاللّهِ شَيْئًا إِلاَّ مَنْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيْهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ أَنْظِرُوْا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوْا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوْا هَذَينِ حَتَّى يَصْطَلِحَا 
“Pintu-pintu surga dibuka setiap hari senin dan kamis lalu pada dua hari tersebut diampuni seluruh hamba yang tidak mensyarikatkan Allah dengan sesuatu apapun kecuali orang yang antara dia dan saudaranya ada permusuhan maka dikatakan, “Tangguhkanlah kedua orang ini (tidaklah diampuni) hingga mereka berdua berdamai, tangguhkanlah kedua orang ini (tidaklah diampuni) hingga mereka berdua damai, tangguhkanlah kedua orang ini (tidaklah diampuni) hingga mereka berdua berdamai” [HR. Abu Dawud IV/279 no.4916 dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani (lihat Goyatul Maram hadits no.412]

((Tangguhkanlah kedua orang ini)
) yaitu tunggu-lah dahulu, sabarlah dahulu, janganlah (mencatat) ampunan bagi mereka sampai mereka berdua berdamai dan kembali menjadi:
إِخْوَانًا عَلَاى سُرُرٍ مُّتَقَابِلِيْنَ
“Saling bersaudara yang duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” [Qs. Al-Hijr : 47]
Kemudian Nabi juga bersabda dalam hadits yang lain:
ثَلاَثَةُ لاَتَرْفَعُ لَهُمْ صَلاَتُهُم فَوقَ رُؤُوْسِهِمْ شِبْرًا رَجُلٌ أَمَّ قَوْ مًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُوْنَ وَامْرَ أَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَأَخَوَانِ مَتَصَارِمَانِ
“Tiga golongan yang tidak diangkat sejengkal pun sholat mereka ke atas kepala mereka, seorang lelaki yang mengimami sebuah kaum dan mereka benci kepadanya, seorang wanita yang bermalam dalam keadaan suaminya marah kepadanya, dan dua orang yang saling memutuskan hubungan.” [HR. Ibnu Majah I/311 no.971 dan dihasankan oleh syaikh Al-Albani dalam Misykat Al-Mashobiih no.1128]

Sabda Nabi (( dan dua orang yang saling memutuskan hubungan )) yaitu saling memutuskan hubungan dan saling menghajr.
Jika demikian maka saling memutuskan hubungan, saling menghajr, saling meninggalkan satu terhadap yang lainnya tanpa adanya sebab yang syar’i, -akan tetapi hanya karena perbedaan pendapat-, maka akibat buruk yang ditimbulkannya antara lain sholatnya tidak akan diangkat kepada Allah dan tidak diterima oleh Allah.
Sebagaimana firman Allah:
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الكَلِمُ وَالعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
“Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik diangkat amal yang sholeh dinaikkan-Nya.” [Qs. Fatir : 10]
Sholat kedua orang yang saling menghajr ini tidaklah diangkat kepada Allah dan tidak diterima.

Kebanyakan sikap memutuskan hubungan dan menghajr adalah dikarenakan persangkaan-persangkaan serta dugaan-dugaan (yang buruk) –yang terlintas di pikiran seseorang- terhadap saudaranya sesama muslim…” [Diterjemahkan dari Silsilah Nuur ‘ala Ad-Darb, kaset no.23]

PENUTUP
Akhirnya segala puji bagi Allah yang telah menyempurnakan nikmatNya kepada hamba-hambaNya. Semoga sepenggal goresan tangan ini bisa menggugah kembali semangat para pembaca s
ekalian untuk menuntut ilmu, mengamalkannya, dan mendakwahkannya. Juga menambah fokus pembaca dalam pembenahan akhlak.

اللّهُمَ اهْدِنَا لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَيَهدِي لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أنْتَ وَاصْرِفْ عَنَّا سَيِّئَهَا لاَيَصْرِفُ سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ
“Ya Allah tunjukkanlah kami untuk berhias dengan akhlak yang terbaik karena tidak ada yang bisa menunjukkan kami kepada hal kecuali Engkau, dan jauhkanlah kami dari akhlak yang buruk dan tidak ada yang bisa menjauh kami darinya kecuali Engkau”
Dan semoga kita bisa termasuk dalam orang-orang yang memperoleh janji Nabi dalam sabdanya:
أَنَازَعِيْمٌ بِِبَيْتِ فِى رَبَضِ الجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ المِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقَّا وَبِبَيْتِ فِى وَسَطِ الجَنَّةِ لِمَن تَرَكَ الكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتِ فِى أَعْلَى الجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
“Aku menjamin sebuah rumah di pinggiran surga bagi siapa yang meninggalkan perdebatan meskipun dia berada di atas kebenaran, dan sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun hanya bercanda, dan sebuah rumah di tempat tertinggi di surga bagi siapa yang membaguskan akhlaknya” [HR. Abu Dawud no.4802 dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no.1464]
Aaamin yaa Robbal ‘Aaalamiiin
(Dari Madinah ke Radio Rodja, Ustadz Firanda)

Ensiklopedia Akhlak Salaf

ENSIKLOPEDI AKHLAK SALAF
Oleh Ustadz Abu Ihsan Al Atsari, M.A

Pembicaraan tentang adab dan akhlak adalah pembicaraan yang tidak ada habisnya. Selama kita masih berada di atas muka bumi ini, pembahasan tentang adab dan akhlak akan tetap selalu dibutuhkan umat manusia. Seperti yang dituturkan oleh Abdullah Ibnul Mubarak, “Aku mempelajari adab selama 30 tahun dan aku mempelajari ilmu lainnya selama 20 tahun”.

Salaf terdahulu terlebih dahulu mempelajari adab kemudian ilmu lainnya. Lihatlah penuturan Imam yang mulia ini dari 50 tahun perjalanan menuntut ilmu, lebih dari separuhnya beliau gunakan untuk mempelajari adab. Artinya, sejak kecil para ulama salaf terdidik dan terbina di atas akhlak mulia, sehingga ketika mereka dewasa mereka menjadi morang-orang yang memiliki adab yang mulia dan siap untuk menerima ilmu. Orang-orang yang tidak pernah mencicipi pelajaran adab semasa kecilnya dia terkesan tidak siap menerima ilmu. Ilmu yang dituntutnya bukan menambah tunduk dan tawadhu kepada Allah, tapi justru menambah kesombongannya.

Maka sekarang kita lihat fenomena ketidakseimbangan antara mempelajari adab dan ilmu-ilmu lainnya sehingga menimbulkan ketimpangan-ketimpangan dalam perilaku amal keseharian. Sering ada keluhan, “Si fulan makin lama ngaji tapi makin buruk akhlaknya, makin sombong, angkuh, takabbur.” Mengapa bisa terjadi seperti itu? Kemungkinan dia melalaikan pelajaran-pelajaran adab atau meremehkannya, sehingga ilmunya tidak menambahnya tawadhu malah membuatnya bertambah sombong.

Ilmunya tidak seperti ilmu padi: makin berisi makin merunduk. Sebaliknya dia seperti tong kosong nyaring bunyinya. Seperti itulah fenomena yang kita lihat di zaman ini. Orang-orang yang tidak memperhatikan pelajaran adab maka ilmunya tidak membawa keberkahan pada dirinya. Ilmunya tidak menjadikan dia tawadhu kepada Allah, tawadhu kepada sesama, bahkan menjadikannya takabur kepada Allah. Maka dari itu kita tidak boleh mengabaikan pelajara-pelajaran yang berkaitan dengan adab. Ibnu Sirin berkata : “ Para salaf belajar adab sebagaimana mereka belajar tentang ilmu. Jadi mereka tidak meremehkan pelajaran-pelajaran tentang adab.

Lihatlah seseorang ketika mengenal manhaj salaf. Dia menjadi salafy, menjadi seorang ahlus sunnah wal jama’ah maka kita melihat aqidahnya berubah. Dahulu dia tidak mempercayai nama dan sifat-sifat Allah, setelah mengenal manhaj salaf dia mengimani nama dan sifat Allah, yakni mengimani tauhid asma wa sifat. Demikian pula tauhid uluhiyahnya. Jika dahulu dia sering datang ke dukun ataupun masih mempercayai hal-hal yang berbau tathayyur, maka setelah mengenal manhaj salaf keyakinannya berubah. Demikian pula ibadahnya berubah. Dahulu sebelum ngaji ibadahnya dipenuhi bid’ah setelah mengenal sunnah ibadahnya berubah menjadi sunnah. Sholatnya, puasanya sesuai sunnah. Demikian pula penampilannya berubah. Dahulu sebelum mengenal kajian salafy jenggotnya dicukur, celananya isbal ( di bawah mata kaki) setelah mengenal manhaj salaf jenggotnya dipelihara dan celananya di atas mata kaki.

Semuanya berubah. HANYA SATU YANG MUNGKIN AGAK TERLAMBAT BERUBAH DAN MUNGKIN JUGA TIDAK KUNJUNG BERUBAH YAITU AKHLAKNYA. Akhlaklah yang paling terakhir berubah pada diri seseorang meskipun dia sudah lama mengenal manhaj salaf. Semuanya sudah berubah namun belum tentu akhlaknya berubah. Namun bukan berarti akhlak itu tidak dapat diubah. Akhlak dapat diubah......
Silahkan unduh audionya:http://moslemsunnah.wordpress.com/2013/04/03/download-audio-ensiklopedia-akhlak-ustadz-abu-ihsan-al-atsari-surabaya-09-maret-2013/

Senin, 28 April 2014

Janji Alloh Dalam Al Quran

Empat Janji Allah Dalam al-Quran 
Ust. Fuad Hamzah Baraba' LC

هل تعرف ماهي الوعود الربانيه الأربعة ؟ 

لئن شكرتم لأزيدنكم. (إبراهيم:7) 
اذكروني أذكركم. (البقرة:152) 
ادعوني أستجب لكم. (غافر:60) 
ماكان الله معذبهم وهم يستغفرون. (الأنفال:33) 

حافظوا عليها

Apakah kamu tahu apa empat janji Allah Ta'ala?

1. Jika kalian bersyukur maka akan Aku tambahkan (nikmat-Ku) untuk kalian. (QS. Ibrahim:7).

2. Ingatlah kepadaku niscaya Aku ingat kepada kalian. (QS. Al-Baqarah:152).

3. Berdoalah kepadaku pasti aku kabulkan untuk kalian. (QS. Ghafir:60).

4. Tidaklah Allah mengazdab mereka, selama mereka memohon ampun (beristighfar kepada Allah). (QS. Al-Anfal:33). 

Jagalah oleh kalian janji-janji Allah tersebut...

Kamis, 24 April 2014

Kitab Kutubussita

Alhamdulillah ladzi binikmati tattimus sholihat
kita mendapatkan kembali ilmu yang sangat bermanfaat kali ini dari ustad badrusalam
penjelasan kitab kutubussita bagian pertama yaitu pembahasan sunnah abu daud....bagi yang tidak/belum menggikuti class beliau anda ttp dapat mendengarkan kajian beliau 
Sekitar 175 hadist sangat2 bermanfaat silahkan mendownload memdengarkan dan mengamalkanya.....undu via
https://db.tt/11ymD9gV

Rabu, 23 April 2014

Tinggalkan Yang Meragukan

Seringkali kita dihadapkan kepada keadaan yang membingungkan, amal ini boleh dikerjakan apa tidak ya? apakah sholat saya sudah 4 rokaat ataukah 3 rokaat? apakah saya sudah berwudhu atau belum, dan berbagai hal lain yang meragukan sehingga menimbulkan rasa was-was. Bagaimana petunjuk Islam dalam hal ini?

Simak ceramah singkat (10 menit) berjudul “Tinggalkan yang Meragukan” oleh Ustadz Badrusalam, Lc.

http://yufid.tv/tinggalkan-yang-meragukan-ustadz-badrusalam-lc/

Keshalihan Orang Tua,Modal Utama

KESHALIHAN ORANG TUA, MODAL UTAMA

Kita punya keinginan sama. Kita punya harapan serupa. Ingin anak kita shalih. Berharap anak kita berbakti pada orang tua.

Tapi sadarkah kita? Keshalihan dan ketaqwaan kita adalah modal utama untuk meraihnya. Jadi lucu sekali, kita berharap anak menjadi shalih dan bertaqwa, sementara kita berkubang dalam maksiat dan kelalaian. Keshalihan jiwa dan perilaku orang tua mempunyai andil besar dalam membentuk keshalihan anak.

Maka, Allah memerintahkan segenap orang tua yang mengkhawatirkan masa depan anak-anaknya, agar bertaqwa, beramal shalih, beramar ma’ruf nahi mungkar dan mengerjakan berbagai amal ketaatan agar Allah menjaga anak cucunya dengan amalan tersebut. Allah Ta’ala berfirman:

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” 9An Nisa : 9)

Itulah sebabnya para salaf sungguh-sungguh beribadah demi kebaikan anak cucu mereka.

Sa’id Ibnul Musayyib berkata, “Sesungguhnya ketika shalat aku ingat anakku, maka aku menambah shalatku.”
(Mencetak Generasi Rabbani oleh Ustadzah Ummu Ihsan dan Ustadz Abu Ihsan)

Ada yang belajar agama, malah tambah congkak dan sombong ...

Kata Ibnu Mas'ud,

من تعلم علما لم يعمل به لم يزده إلا كبرا

“Siapa yang belajar ilmu (agama) lantas ia tidak mengamalkannya, maka hanya kesombongan pada dirinya yang terus bertambah.” (Disebutkan oleh Imam Adz Dzahabi dalam Al Kabair, hal. 75)

Barangkali kita pun bisa terjangkit penyakit ini. Gara-gara ilmu tinggi malah bukan tawadhu', namun senangnya merendahkan, menjelek-jelekkan, dan tidak beradab.

Semoga Allah melindungi kita dari ilmu yang tidak bermanfaat.

Selengkapnya di Rumaysho.Com:
http://rumaysho.com/faedah-ilmu/ancaman-tidak-mengamalkan-ilmu-7260

Takwa Dan Akhlak

TAKWA ITU BERKAITAN ERAT DENGAN AKHLAK

Sebagian orang menyangka bahwasanya yang dinamakan dengan ketakwaan adalah hanyalah menjalankan dan menunaikan hak-hak Allah tanpa memperhatikan hak-hak hamba-hambaNya. Mereka menyangka bahwasanya penerapan ajaran agama hanya terbatas pada bagaimana hubungan dengan Allah (dalam menunaikan hak-hak Allah) tanpa memperhatikan bagaimana berakhlak mulia terhadap hamba-hambaNya. Akhirnya mereka benar-benar melalaikan penunaian hak-hak hamba-hamba Allah, kalau tidak secara total minimal mereka kurang dalam menunaikan hak-hak para hamba Allah yang hal ini mengantarkan mereka menjadi orang-orang yang menggampang-gampangkan perbuatan dzolim teradap sesama mereka. 

Berkata Ibnu Rojab Al-Hambali tatkala mengomentari hadits Rasulullah:

اِتَّقِ اللّهَ حَيثُمَا كُنتَ وَأَتبِعِ الِّيئَةَ الحَسَنَةَ تَمحُهَا وَخَالِقِ النَاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah engkau kepada Allah kapan dan dimana saja engkau berada, dan ikutilah suatu kejelekan dengan perbuatan baik maka kebaikan tersebut akan menghapus kejelekan tersebut, serta pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik”. [HR. At-Tirmidzi (IV/355 no. 1987), Ahmad (V/153 no. 21392), dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam shahihul jaami’ no. 97].

Dan sabda Nabi :
وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik”

Ini merupakan salah satu bentuk ketakwaan dan tidak akan sempurna ketakwaan kecuali dengan hal ini. Akan tetapi Rasulullah menyendirikan penyebutannya karena perlu untuk menjelaskannya. Metode seperti ini dikenal di kalangan ulama dengan metoda ذِكْرُ الخَاصِ بَعدَ العَامِ ”Penyebutan itu sesuatu yang khusus setelah penyebutan sesuatu yang umum” yang fungsinya untuk menunjukkan keutamaan sesuatu yang khusus tersebut, padahal yang khusus tersebut telah termasuk dalam keumuman yang disebutkan sebelumnya. Kita mengetahui bersama bahwasanya akhlak yang mulia termasuk dari ketaqwaan, namun Nabi menyendirikan penyebutannya setelah penyebutan ketakwaan untuk menunjukkan pentingnya akhlak yang mulia. Metode ini sebagaimana dalam firman Allah: 
إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُواْوَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ 
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal sholeh” [Qs. Yunus : 9], disendirikannya penyebutan “amal sholeh” untuk menunjukkan pentingnya amal sholeh, padahal amal sholeh jelas merupakan keimanan. Hal ini sebagaimana jika seseorang berkata, “Telah datang para ulama dan Syaikh bin Baz”, adalah untuk menunjukkan keutamaan syaikh bin Baz, padahal beliau termasuk ulama.

Karena banyak orang yang menyangka bahwa ketakwaan itu adalah menjalankan hak-hak Allah tanpa (menjalankan atau memperhatikan) hak-hak hamba-hambanNya. Maka Rasulullah me-nas-kan (memberikan nas atau dalil -red) hal ini untuk berakhlak yang baik terhadap manusia. Nabi telah mengutus Mu’adz ke negeri Yaman sebagai pengajar bagi penduduk Yaman, juga sebagai orang yang akan menjelaskan hukum-hukum agama bagi mereka serta sebagai hakim di antara mereka. Barangsiapa yang seperti ini maka ia butuh kepada akhlak yang baik tatkala berinteraksi dengan masyarakat.

Tidak sebagaimana orang lain yang tidak dibutuhkan oleh masyarakat dan tidak berinteraksi dengan masyarakat. Orang-orang yang telah memberikan perhatian mereka dalam menjalankan hak-hak Allah, senantiasa untuk cinta, takut, dan taat kepadaNya, mereka sering diliputi dengan sikap melalaikan hak-hak para hamba, baik secara total atau kurang dalam menunaikan hak-hak tersebut.

Menggabungkan antara menjalankan hak-hak Allah dan hak-hak hamba-hambaNya merupakan perkara yang sulit sekali, tidak ada yang bisa melaksanakannya kecuali orang-orang yang sempurna dari kalangan para nabi dan para siddiiq” [Jaami’ul Ulum wal Hikam I/212].
Dan sesungguhnya engkau akan kaget jika melihat sebagian orang yang sangat bersemangat untuk menjalankan syi’ar-syi’ar ibadah serta sangat memperhatikan penampilan luar mereka dengan syari’at, bahkan seperti sholat sunnah, puasa sunnah, tilawah Al-Qur’an, dan yang lainnya, namun mereka tidak memberikan tempat yang mulia bagi akhlak yang mulia. Oleh karena itu –sungguh sangat disayangkan- engkau dapati pada sebagian mereka mengalir sikap dengki, hasad, ujub (kagum dengan diri sendiri), merasa tinggi dihadapan yang lain, perbuatan dzolim, permusuhan, pertikaian, saling menghajr, dusta, saling berolok-olok, menyelisihi janji, tidak membayar hutang (meskipun sebenarnya ia mampu), tidak amanah, tenggelam dalam membicarakan aib-aib saudara-saudara mereka, tatabbu’ (mencari-cari) kesalahan-kesalahan saudara-saudara mereka, dan yang lain sebagainya. Yang hal ini sangat kontradiksi dengan penampilan luar mereka yang menunjukkan akan perhatian yang besar dari mereka untuk menjalankan sunnah-sunnah Nabi.

Kita dapati sebagian mereka tatkala melihat ada seseorang yang isbal (menjulurkan sarung atau celana hingga melebihi mata kaki) yang hal ini jelas-jelas menyelisihi sunnah Nabi maka mereka pun serta merta mengingkari dengan keras, bahkan sebagian mereka terlalu berlebih-lebihan sehingga menjadikan hal ini sebagai standar untuk mengukur sesat atau tidaknya seseorang tanpa memperhatikan apakah orang yang isbal itu memiliki syubhat ataukah orang yang tidak tahu pengharaman isbal. Namun di lain pihak jika mereka melihat seseorang sedang menggibahkan saudara mereka atau memperolok-oloknya maka tidak ada sama sekali pengingkaran ini, padahal yang namanya ghibah orang awam pun mengetahui akan keharamannya.

Seakan-akan mereka menganggap bahwa mu’amalah terhadap sesama saudara mereka bukanlah suatu agama, atau orang yang berakhlak mulia tidak mendapatkan ganjaran pahala yang besar. Seakan-akan pahala hanya terbatas pada tidak isbal dan memanjangkan jenggot.

Atau seakan-akan perbuatan dzolim terhadap manusia yang lain bukanlah sesuatu yang berarti. Padahal perbutan dzolim kepada sesama hamba lebih berat dan bahaya jika dibandingkan dengan perbuatan dzolim seorang hamba terhadap dirinya sendiri karena hak-hak para hamba dibangun di atas qisos adapun hak-hak Allah dibangun di atas kemudahan dan pema’afan. Barangsiapa yang berbuat kesalahan yang berkaitan dengan hak-hak Allah maka mudah baginya kapan saja untuk beristighfar dan meminta ampunan kepada Allah dan Allah akan mengampuninya. Akan tetapi jika ia mendzolimi manusia yang lain maka tidak ada yang menjamin bahwa orang tersebut akan merelakan haknya, tidak ada yang menjamin bahwa orang tersebut akan menghalalkannya dan mema’afkannya. Bahkan pada hak-hak para hamba tergabung dua hak yaitu hak hamba dan hak Allah karena Allah tidak ridho terhadap perbuatan dzolim.

(Dari: Dari Madinah Ke Rodja, Ustadz Firanda)

Sabtu, 19 April 2014

Egois (ananiyah)

STUDI KRITIS TENTANG EGOIS

Egois adalah sikap mementingkan diri sendiri dan tidak mempedulikan orang lain. Dan sikap ini adalah tercela. Namun sebagian ulama mengecualikan jika yang dimaksudkan adalah lebih memikirkan diri kita agar mendapat kemuliaan di akherat kelak maka kita harus memiliki sikap ananiyah (egois) ini, dan sikap seperti ini tidak tercela. 
Walaupun demikian jika kita ingin bersikap ‘egois’ (ananiyah) tentang perkara akherat maka kita harus juga memperhatikan atau peduli dengan cara menolong saudara kita. Oleh karena itu jika kita membantu saudaranya maka hakekatnya kita sedang membantu diri kita. Dengan kata lain jika kita membantu orang lain maka kita sedang mementingkan diri kita atau ‘egois’ agar kita mendapatkan keutamaan di akherat kelak.

Semakin dia mengeluarkan harta atau berinfaq untuk saudaranya maka semakin tinggi ‘egois’ yang dia miliki karena apa yang dia lakukan berupa membantu saudaranya pada hakekatnya adalah untuk kepentingan dirinya sendiri.

Syaikh Dr. Sa’ad as Shathry hafizhahullah pernah berkata, “Kebutuhan si kaya terhadap si fakir miskin lebih besar daripada kebutuhan si fakir miskin terhadap si kaya.” Mengapa demikian? Hal tersebut karena ketika si miskin membutuhkan harta dari si kaya, si miskin ini hanya mengaharapkan sedikit hartanya untuk sekedar menghilangkan rasa lapar dan dahaga. Akan tetapi SI KAYA BUTUH SI MISKIN UNTUK MENAMBAH PAHALANYA DI SISI ALLAH. Seorang hamba akan dibantu oleh Allah jika dia membantu saudaranya. Allah akan membantu dia dunia dengan menambah hartanya dan meninggikan derajatnya di akherat. Maka elaslah bahwa orang kaya itulah yang sangat membutuhkan si fakir miskin lebih daripada si fakir miskin butuh kepada orang kaya.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwasanya tidak boleh iri kecuali kepada dua orang: orang yang memiliki harta yang digunakan untuk kebenaran seperti membantu pondok pesantren, menyantuni yatim dan semisalnya, yang kedua adalah orang yang memiliki ilmu kemudian mengajarkan ilmu tersebut kepada manusia. Dua golongan inilah: berilmu yang mengajajarkan ilmunya dan berharta yang diinfaqkan di jalan Allah yang kita boleh iri kepadanya. Dan kita tahu bahwasanya da’wah butuh kepada ilmu dan tidak ketinggalan juga donator. 

Ada hikmah dibalik pernikahan Khodijah radhiyallahu ‘anha dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Khodijah adalah seorang yang kaya raya dan menginfaqkan semua hartanya untuk membantu awal da’wah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa mengingat kebaikan ibunda Khodijah radhiyallahu ‘anha dengan mengatakan “Khodijah membantu saya dengan hartanya.” Di awal da’wahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam butuh harta. Dan inilah hikmah dibalik pernikahan beliau dengan ibunda Khodijah radhiyallahu ‘anha. 

Demikian pula hikmah dibalik Islamnya Abu Bakar ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Beliau adalah oran yang pertama kali masuk Islam di kalangan laki-laki yang sudah dewasa. Abu bakar ash shiddiq radhiyallahu ‘anhu ini adalah saudagar yang kaya raya. Diantara yang pernah dilakukan Abu bakar radhiyallahu ‘anhu adalah membebaskan Bilal radhiyallahu ‘anhu.

Maka kita tidak boleh menyepelekan muhsinin (donator). Donatur juga penting dalam da’wah ini. Da’i tidak boleh menyepelekan donatur dan donatur atau orang kaya juga jangan mengabaikan da’i. Misalnya da’i ini ingin bangun pondok, masjid, atau berda’wah di suatu tempat maka diapun mengajukan proposal. Dan hal ini diperbolehkan karena permohonannya bukan untuk pribadi namun untuk umat.Raasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah menawarkan kepada shahabat, “Siapa yang ingin bershadaqah.” Dan orang yang berbuat seperti ini tidak tercela namun mulia karena dia berbuat seperi itu untuk kepentingan umat. Yang tercela itu jika meminta untuk dirinya. Adapun orang yang meminta untuk kepentingan umat yang dia rela merendahkan dirinya untuk meminta bantuan untuk kepentingan umat maka tidaklah tercela bahkan dia adalah mulia.

Bahkan sebagian ulama mengatakan donatur lebih enak kondisinya daripada da’i.Setelah sang donatur menyetujui untuk memberikan bantuan dengan ikhlas maka semua pahala yang didapatkan dari si da’i ketika berda’wah maka diapun dapat pahala tersebut. Bahkan si donatur tersebut hanya diam di rumah santai bersama istrinya sedangkan sang da’i berda’wah keluar rumah maka pahalanya sang da’i didapatkan pula oleh donatur. Boleh jadi sang da’i tersebut ketika berda’wah diperlakukan buruk seperti dicela atau dimaki-maki namun sang donatur hanya tinggal di rumah. Namun pahala da’i tersebut didapatkan oleh donatur. Inilah sekelumit tentang keutamaan orang yang memiliki harta yang digunakan untuk menyumbang da’wah.

Dakwah Al hanif

Jumat, 18 April 2014

Anak Kebanggaan Ayah

👪ANAK KEBANGGAAN AYAH💞

Seorang ayah bernama Bakri berumur penghunjung 40-an diundang sekolah anaknya untuk hadir pada 'Hari Ayah'. Sungguh dia amat enggan perkara seperti ini. Merasa sudah punya empat orang anak, bahkan yang tertua sudah masuk kuliah. Ia merasa sudah gak umurnya lagi bersenda gurau dengan anak pada Hari Ayah di sekolah. Namun karena istri dan anaknya yang nomer empat memintanya dengan sangat, ia pun datang ke sekolah anaknya dengan hati berat.

Seperti yang ia duga, acara di kelas hari itu menampilkan kebolehan masing-masing anak dihadapan para ayah mereka. Terlihat di sana banyak para ayah yang berusia sekitar 30-an. Kesemua ayah itu antusias melihat buah hati mereka. Bakri hanya tersenyum, berkatalah ia dalam hati; "Dulu aku juga seperti mereka saat punya anak pertama. Tapi kini sudah gak zaman lagi baginya acara anak-anak seperti ini."

Satu per satu murid dipanggil untuk tampil ke depan dan menunjukkan kebolehannya Selama 5 menit. Usai penampilan maka ayah mereka dipanggil ke depan untuk menerima hadiah yang telah disiapkan oleh sang anak untuk ayah mereka. Ada yang menampilkan kebolehan bernyanyi. Ada yang menulis dan baca puisi. Berpidato dengan bahasa asing. Atraksi permainan dan banyak lagi.👏

Kini giliran Umar, anak Bakri nomer empat yang berusia 10 tahun dipanggil namanya untuk tampil ke depan. Bakri mengira bahwa Umar pasti akan menampilkan hal serupa dengan kawan-kawannya. Diujung penampilan, Bakri harus berpura-pura sumringah dan memberi pelukan hangat kepada Umar buah hatinya. Agar semua orang di kelas itu tahu bahwa ia adalah ayah yang layak dibanggakan. Ehemmm, itulah pikirnya!

"Kamu ingin menampilkan apa untuk ayahmu, Umar?" tanya ibu guru. "Aku akan tampil dengan Ustadz Amir di depan" jawab Umar bersemangat. Ibu Guru pun mempersilakan ustadz Amir untuk ke depan kelas dan tak lupa ibu guru menjelaskan kepada para ayah bahwa ustadz Amir adalah guru ekstra kurikuler yang mengajarkan baca Alquran di sekolah. "Nah Umar, kini giliranmu untuk memulai penampilan..." ujar ibu guru.

Umar mengucap salam. sedikit kata pembuka ia ucapkan. Ia berkata bahwa ia akan membaca surat Al Kahfi yang berjumlah 110 ayat. Sadar dengan waktu yang terbatas ia meminta bantuan Ustadz Amir untuk memegang mushaf Alquran dan menyebutkan ayat mana saja untuk ia baca.👳

Para ayah yang hadir mulai berdecak kagum. Mereka mengerti bahwa Umar bukan hanya akan membaca Alquran, namun dia malah sudah menghafalnya!📖😇

"Baik, sekarang coba kamu baca ta'awudz dan basmalah dan mulai dari ayat pertama....!" pinta ustadz Amir.

Dengan memejamkan mata, Umar mulai membaca. Tak disangka...., suara yang keluar dari mulut Umar terdengar begitu merdu. Rupanya Umar membaca Alquran mengikuti lantunan Qari cilik bernama Muhammad Taha Al Junaid yang terkenal itu. Ia membaca dengan hati yang tenang lalu membawa kedamaian pada setiap telinga yang mendengarnya.👂

Ayat 1-5 telah dibaca Umar. Ustadz Amir mengangguk-anggukan kepalanya mengikuti bacaan Umar yang merdu tanpa sekalipun beliau putus. Lalu Ustadz Amir meminta Umar untuk membaca dari ayat 60. Umar pun membaca dengan suara yang menenangkan jiwa.

Semua mata dari para ayah yang hadir kita mulai berkaca-kaca. Seolah mereka penuh harap andai anak-anak mereka bisa seperti Umar. Demikian pula dengan Bakri, ayah Umar. Ia yang tadinya tidak sepenuh hati datang ke sekolah. Kini malah ia begitu antusias!😍

Lalu ustadz Amir meminta Umar untuk pindah lagi ke ayat 107 -110 sebagai penutup penampilannya. Maka Umar pun membacanya tanpa satu pun kesalahan.

Begitu Umar menyudahi bacaannya, belum juga dipersilakan maka bangkitlah Bakri dari duduknya dan langsung berjalan ke depan dan memeluk Umar.

Terlihat rasa bangga yang terpancar dari wajah Bakri usai melihat penampilan buah hatinya. Para hadirin pun menyaksikan bahwa Bakri beberapa kali menyeka air mata yang berderai di pipinya.
Seisi ruangan terpukau dengan lantunan Alquran yang dibacakan dengan suara merdu Umar. 👍👏

Menyudahi suasana yang haru itu, ibu guru membuka tanya kepada Umar, "Mengapa engkau ingin membaca Alquran untuk ayahmu sedangkan semua temanmu tak ada yang terpikir untuk melakukannya, Umar?"

Rupanya Umar pun turut haru usai dipeluk sedemikian hangat oleh sang ayah. Dengan mata berkaca-kaca Umar berkata, "Ustadz Amir pernah ajarkan aku untuk rajin belajar Alquran. Beliau sampaikan bahwa orang yang hafal Alquran membuat kedua orang tuanya mulia di akhirat. 

Kedua orang tua akan mendapat mahkota dari cahaya dimana cahayanya lebih indah dari sinar mentari dunia... Aku ingin, ayah dan ibuku mendapat kemuliaan seperti itu dari Allah SWT karena itu aku belajar menghafal Alquran bersama ustadz Amir."👑

"Subhanallah...." terdengar suara para ayah berkumandang di kelas itu. Semuanya berkeinginan anak-anak mereka seperti Umar.

"Apakah saya boleh bicara?" tanya Bakri kepada para hadirin. Semua orang mempersilakan.
"Hmmm...., hari ini adalah hari yang teramat bahagia untuk saya. Anda semua para ayah tak ada bedanya aku rasa. Kita menyekolahkan anak-anak kita di sekolah terbaik seperti sekolah ini. Dengan biaya yang tak murah, dengan segala fasilitas duniawi yang serba ada. Mungkin dibenak kita para ayah adalah jangan sampai anak-anak kita tidak bisa mengejar kemajuan dunia....

Terus terang aku sudah hampir 50 tahun. Aku punya empat orang anak, dan Umar adalah putraku yang terakhir. Dengan ambisi duniawiku, aku sekolahkan ia di sini dengan harapan bahwa ia akan memiliki masa depan gemilang.🌅

Aku tersadar bahwa pemikiran putraku ini justru telah membuat masa depanku gemilang. Ia mempelajari dan menghafal Kitabullah Alquran agar supaya kedua orang tuanya memiliki masa depan yang gemilang di akhirat! Terima kasih anakku... Maafkan ayah yang lupa untuk mendidikmu untuk mempelajari Alquran...."📖

Bakri pun lalu memeluk Umar kembali. Keduanya menagis haru, dan seluruh kelas pun hening terdiam menyaksikannya.....!

Wassalam,
@bobbyherwibowo

Kamis, 17 April 2014

Calon Ibu Yang Cerdas

# GENERASI MENDATANG MENUNGGU CALON IBU YANG CERDAS #

Yang dicontoh pertama kali adalah oleh anak anak adalah para ibu. Jika seorang ibu mempunyai akhlak, ibadah, dan pergaulan yang bagus, mereka akan tumbuh terdidik di tangan seorang ibu yang bagus. Anak-anaknya ini akan mempunyai pengaruh positif dalam masyarakat. Oleh karena itu, wajib bagi para wanita yang mempunyai anak untuk memperhatikan anak-anaknya, bersungguh-sungguh dalam mendidik mereka, memohon pertolongan jika suatu saat tidak mampu memperbaiki anaknya baik lewat bantuan bapak atau jika tidak ada bapaknya lewat bantuan saudara-saudaranya atau pamannya dan sebagainya”. (Daurul Mar’ah fi Ishlah Al Mujtama’ hlm. 25-26 dalam Majalah Al Furqon edisi 12 tahun VIII)

Seorang ibu yang cerdas dan shalihah tentu saja akan melahirkan keturunan yang cerdas dan sholih pula, bi idzinillah. Lihatlah hal itu dalam diri seorang shahabiyah yang mulia, Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha, ibunda Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu yang merupakan pembantu setia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain cerdas, ia juga penyabar dan pemberani. Ketiga sifat mulia inilah yang menurun kepada Anas dan mewarnai perangainya di kemudian hari. (Ibunda Para Ulama, hlm.25)

Sejarah telah mencatat, ulama tidak hanya berasal dari kalangan laki-laki saja. Ada banyak ulama wanita yang masyhur dan bahkan menjadi rujukan bagi ulama dari kalangan laki-laki. Lihat saja ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, wanita cerdas yang namanya akan terus dibaca oleh kaum muslimin dalam banyak hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Aisyah pula yang merupakan sebaik-baik teladan para wanita dalam menuntut ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu umum. Az Zuhri mengatakan, “Andai ilmu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha itu dikumpulkan lalu dibandingkan dengan ilmu seluruh wanita, niscaya ilmu yang dimiliki oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha itu lebih unggul”. (Al Haitsami berkata dalam al Majma’ (9/243), “Hadits ini diriwayatkan oleh Ath Thabarani sedangkan rawi-rawinya adalah orang yang bisa dipercaya.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al Hakim 4/139. Lihat: Para Ulama Wanita Pengukir Sejarah, hlm. 20)

Begitu juga dengan masa setelah para shahabat (yaitu masa tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan seterusnya). Setiap zaman selalu menorehkan tinta emas nama-nama para ulama wanita hingga masa sekarang ini. Di antara mereka, adalah putri-putri ulama besar di jamannya. Sebut saja putri Sa’id bin Musayyib (tabi’in), putri Imam Malik, Ummu ‘Abdillah binti Syaikh Muqbil bin Hadi, dan lainnya.

http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/menumbuhkan-semangat-menuntut-ilmu-pada-muslimah.html
Nasehat Luqman Al-Hakim Untuk Buah Hatinya – Ustadz Abu Zubair Hawaary, Lc.
http://yufid.tv/nasehat-luqman-al-hakim-untuk-buah-hatinya-ustadz-abu-zubair-hawaary-lc/

Rabu, 16 April 2014

Renungan

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللَّهِ  
Jika semua yang kita kehendaki terus kita MILIKI, darimana kita belajar IKHLAS...

Jika semua yang kita impikan segera TERWUJUD, darimana kita belajar SABAR...

Jika setiap do’a kita terus DIKABULKAN, bagaimana kita dapat belajar IKHTIAR...

Seorang yang dekat dengan Allah, 
bukan berarti tidak ada air mata...

Seorang yang TAAT pada Allah, 
bukan berarti tidak ada KEKURANGAN...

Seorang yang TEKUN berdo’a, bukan berarti tidak ada masa masa SULIT...

Biarlah Allah yang berdaulat sepenuhnya atas hidup kita, karena Allah TAU yang tepat untuk memberikan yang TERBAIK...

Ketika kerjamu tidak dihargai, maka saat itu kamu sedang belajar tentang KETULUSAN...

Ketika usahamu dinilai tidak penting, maka saat itu kamu sedang belajar KEIKHLASAN...

Ketika hatimu terluka sangat dalam, maka saat itu kamu sedang belajar tentang MEMAAFKAN...

Ketika kamu lelah dan kecewa, maka saat itu kamu sedang belajar tentang KESUNGGUHAN...

Ketika kamu merasa sepi dan sendiri, maka saat itu kamu sedang belajar tentang KETANGGUHAN...

Ketika kamu harus membayar biaya yang sebenarnya tidak perlu kau tanggung, maka saat itu kamu sedang belajar tentang KEMURAH–HATIAN...

Tetap semangat...

Tetap sabar...

Tetap tersenyum...

Karena kamu sedang menimba ilmu di UNIVERSITAS KEHIDUPAN...

Allah menaruhmu di “TEMPATMU”  yang sekarang, bukan karena “KEBETULAN”... 

Orang yang HEBAT tidak dihasilkan melalui kemudahan, kesenangan, dan lkenyamanan...

MEREKA di bentuk melalui KESUKARAN, TANTANGAN & AIR MATA...                                          Keep istiqomah!!!

Berapa Harga Anak Kita?

✨*BERAPA HARGA ANAK KITA?*
(Sebuah Renungan)


🌴Berapa harga anakmu? Bingung pasti...

Karena nilai anak tak bisa diukur dengan materi, tak ternilai..!

Tapi benarkah anak itu tak ternilai?

Kadang atau mungkin seringkali anak bernilai sangat rendah di mata orangtua..

💢Kadang dia lebih rendah dari sebuah guci kristal.
Ketika guci itu pecah tanpa sengaja, maka rasa marah kemudian memecahkan perasaan anak, merendahkan nilai anak....
guci lebih berharga saat itu..!

💢Kadang dia lebih rendah nilainya dari sebuah mangkok atau piring..
Yang jika pecah, suara kemudian meninggi memecahkan hati sang anak..

💢Atau lebih rendah dari semangkok sayur yang tertumpah, karena tangan kecilnya berusaha membantu ibu di dapur.

Mata yang melotot terasa lebih pantas walaupun harus menumpahkan air mata sang anak...! 

💢Atau lebih rendah dari sebuah mobil baru yang jika tergores, maka goresannya dianggap lebih berbahaya ketimbang goresan luka di hati sang anak...

💢Kadang anak jg lebih rendah nilainya dibanding facebook atau pertandingan bola....

sehingga lebih banyak waktu dan keseriusan yang dihabiskan untuk facebook dan nonton bola ketimbang mendengarkan cerita anaknya di sekolah..

💢Kadang anak lebih rendah nilainya dari handphone..

"gak boleh nanti rusak...!"
kekhawatiran HP rusak lebih besar dibanding kekhawatiran rusaknya perasaan sang anak.

〰〰〰〰〰〰〰〰
☝Berapa nilai anak bagi kita? 

🌴Adalah sejauh keikhlasan kita menahan diri hingga tidak merusak hatinya....

🌴Adalah sejauh kemampuan kita menempatkan harga dirinya jauh diatas benda-benda mati yang kita miliki...
Benda itu tidak akan menolong kita di yaumil akhir..!

☝Sementara anak, adalah investasi kita dihadapan Allah.

☝Dia yg akan memperpanjang usia 'historis' kita dengan doa dan amal sholih yang kita ajarkan dan dia melakukannya..

🌿Ya Allah...jika ada keburukan akhlak kami ketika membesarkannya...
hilangkanlah dari ingatan anak2 kami...
hilangkan jejak2 keburukan dari tangan, mata atau mulut kami.
Kami hanya penitipan, sesungguhnya Engkau akan mengambil titipanMu.
والله أعلم

〰〰〰〰〰〰〰〰

📝Abu Yusuf Marzuki Al-kotabumiy

Senin, 14 April 2014

Wanita Muslimah Yang Mengajarkan Suaminya (3)


Bintu Sa'id al-Musayyib

Sekarang saya (Syaikhoh Bintus Sabil ~admin) persembahkan keteladanan cucu dari sahabat yang mulia, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menikahkan puterinya dengan Sa’id bin al-Musayyib rahimahullah. Dari perkawinan yang diberkahi ini, Sa’id bin Musayyib rahimahullah dikaruniai seorang puteri yang shalihah dan cerdas.

Ketika tiba waktunya untuk menikahkan puterinya, Sa’id bin al-Musayyib rahimahullah memilihkan baginya salah seorang muridnya bernama Abdullah. Abdullah dipilih dari yang lainnya karena keikhlasannya dalam menuntut ilmu sangat jelas. Kecintaan Abdullah terhadap ilmu dapat dilihat keesokan harinya setelah menikah dengan puteri Sa’id bin al-Musayyib rahimahullah, ia mengenakan pakaiannya hendak keluar, lalu isteri yang baru dinikahinya bertanya: “Hendak kemana engkau?”

Dia menjawab: “Hendak menghadiri majelis Sa’id bin al-Musayyib untuk belajar.”

Isterinya berkata, “Duduklah, saya akan mengajarimu ilmu Sa’id bin al-Musayyib.” (Abu Nu’aim, Hilyatul Aulia, ii 167-68.)

Kemudian puteri Sa’id bin al-Musayyib mengajarinya ilmu. Selama satu bulan Abdullah tidak menghadiri halaqah Sa’id bin al-Musayyib rahimahullah karena ilmu yang telah dipelajari wanita muda yang cantik ini melalui ayahnya (yang kemudian disampaikan kepadanya) telah memadai.

[Ilmunya membuatnya Paham tentang Hak-hak Suaminya ~admin]

Sangat penting untuk bertanya kepada diri kita sendiri, “Jika para wanita Muslimah benar-benar memiliki ilmu ini melebihi suaminya pada masa sekarang ini, apakah hal tersebut akan menambah penghormatan dan ketaatan mereka terhadap suaminya, ataukah ilmu ini akan menjadi sumber banyak persoalan rumah tangga?”

Keutamaan para wanita ini adalah ilmunya menambah ketaatan dan penghargaan kepada suami mereka. Perkataan Sai’id Ibnul Musayyib suami dari ‘alimah ini cukup untuk memahami betapa cinta yang dimiliki sang suami kepadanya karena ilmu dan ketaatannya:

“Dialah termasuk wanita yang paling cantik dan paling hafal Kitabullah, dan paling mengetahui tentang Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan yang paling tahu hak-hak suaminya.” (Abu Nu’aim, Hilyatul Aulia, ii 167-68.)

Semoga Allah menjadikan para ibu, saudari, dan putri-putri (Muslimah) mendapatkan posisi yang demikian di mata suami-suami mereka, dengan ilmu, ketaatan dan kecintaan mereka terhadap agama ini.

bersambung....

~WAHANA BELAJAR UNTUK YANG BERJIWA HANIF~

Wanita Muslimah Yang Mengajarkan Suaminya (2)


Fathimah Binti Al-Mundzir

Asma radhiyallahu ‘anha adalah sosok yang dikenal dalam sejarah Islam, tidak saja karena dia adalah anak dari Abu Bakar as-Siddiq radhiayallahu ‘anhu dan saudari Aisyah radhiyallahu ‘anha, akan tetapi dia juga adalah isteri yang taat dari sahabat Zubair ibn al-Awwam radhiayallahu ‘anhu. Perannya dalam membantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keteladanan dalam pengorbanan dan kesabarannya akan tetap hidup dalam satu kurun sejarah Islam. Dia diberi nama Dzaatun Niataqain (wanita dengan dua ikat pinggang. Asma radhiyallahu ‘anha memiliki satu ikat pinggang yang akhirnya dirobeknya menjadi dua, dan salah satunya digunakan untuk mengikat bekal makanan dan yang satu lagi dipakai sebagai ikat pinggang.) karena peristiwa yang dialaminya dimana dia menggunakan dua ikat pinggang untuk mengikat makanan bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ayahnya Abu Bakar radhiayallahu ‘anhu. Keduanya telah meninggalkan Makkah dan dikejar oleh musuh-musuh (Quraisy). Adalah tugas Asma radhiyallahu ‘anha untuk membawakan makanan itu bagi mereka secara rahasia; dalam keadaan hamil tua dia memanjat gunung Tsur.

Bagi mereka yang tidak terbiasa dengan gunung ini, cukup bagimu mengetahui bahwa bahkan orang muda akan terengah-engah mendaki jalannya yang berbatu. Apa yang
mendorong Asma radhiyallahu ‘anha, dengan kehamilannya, menempuh perjalanan yang berbahaya itu? Tidak lain karena cinta yang mendalam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ayahnya. Selanjutnya ketika Abu Jahal datang ke rumah Abu Bakar radhiayallahu ‘anhu, dengan penuh dendam dan amarah bertanya kepada Asma radhiyallahu ‘anha dimana ayahnya dan Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam berada. Berdiri tegar, dengan iman yang mengalir di sekujur nadinya, dia mengatakan bahwa dia tidak mengetahuinya. Abu Jahal menampar pipinya; dan dia tetap tegar berdiri tanpa menyerah, dengan hati yang dipenuhi cinta kepada agama ini.

Kecintaannya tidak berakhir dengan wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebaliknya dia menyalakan kecintaan yang mendalam ini ke dalam hati anak-anak dan cucu-cucunya. Salah seorang cucunya yang mengambil manfaat yang sangat besar dari kebersamaan dengannya tidak lain adalah Fatima binti al- Mundzir rahimahallah. Allah telah memilih Fatimah menjadi sebuah cahaya yang namanya bersinar – bahkan hingga hari ini, di kitab-kitab hadits. Fatimah binti al-Mudnzir rahimahallah dipandang sebagai salah satu Tabi’at yang utama di masanya. Dia adalah seorang ulama besar dan dikenal sebagai seorang Faqihah dan menikah dengan saudara sepupunya, Hisyam ibn Urwah ibn az-Zubair. Hisyam juga seorang ulama besar dan seorang perawi hadits. Beberapa diantara murid-mudirnya yang utama adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Syu’bah dan Sufyan ats-Tsauri.

Meskipun mereka berdua bersepupu, Hisyam tidak mendapatkan banyak hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Asma radhiayallahu ‘anha seperti yang diperoleh Fatimah. Oleh karena itu dia bertanya kepada isterinya dan belajar darinya perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, menghafalkannya dan kemudian menyampaikannya kepada para sahabat dan murid-muridnya, dari apa yang diajarkan isterinya. Banyak yang telah meriwayatkan dari Fatimah, seperti Ibnu Ishak (penulis buku sirah yang terkenal) dan yang lainnya. Akan tetapi Hisyam merupakan orang yang paling utama dalam meriwayatkan hadits langsung dari Fatimah rahimahalllah.

Berikut ini hanyalah beberapa contoh dalam kitab hadits utama, dimana Hisyam meriwayatkan dari Fatimah:

1. Hisyam meriwayatkan dari isterinya Fatimah, dari neneknya Asma bahwa dia berkata: Seorang wanita datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata,”Ya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku mempunyai anak perempuan yang akan menjadi pengantin. Ia pernah terkena penyakit campak sehingga rambutnya rontok. Bolehkan aku menyambungnya (dengan rambut lain)?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah mengutuk wanita yang menyambungkan rambut seorang wanita dengan rambut lain dan wanita yang meminta disambungkan rambutnya.”

Hadits ini diriwyatkan dalam:
Shahih Bukhari
Shahih Muslim
An-Nasa’i
Ibnu Majah

2. Hisyam berkata: Fatimah meriwayatkan kepadaku dari Asma bahwa dia berkata: “Kami memakan daging salah satu kuda kami di masa Nabi s.“

Hadits ini diriwayatkan dalam:
Shahih al-Bukhari
Shahih Muslim
An-Nasa’i
Ibnu Majah

3. Hisyam meriwayatkan dari Fatimah dari Asma bahwa ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadaku: “Berinfaklah atau memberilah dan jangan menghitung-hitung, karena Allah akan memperhitungkannya untukmu.”

Hadits ini diririwayatkan dalam:
Shahih al-Bukhari
Shahih Muslim
An-Nasa’i

4. Hisyam juga meriwayatkan hadits yang panjang darinya dalam Shahih Bukhari dan Muslim mengenai Shalat Gerhana.

Bagi sebagian ulama Islam terkemuka seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim, mencatat hadits dimana:

1. Wanita meriwayatkan hadits
2. Seorang laki-laki meriwayatkan dari isterinya

Hal ini menyimpan pelajaran besar bagi orang-orang yang mengatakan bahwa para ulama Islam hanya memperhitungkan laki-laki dan mengesampingkan wanita. Sebaliknya, kitab yang dipandang sebagai sumber ilmu Islam yang memuat hadits-haditsyang paling terpercaya, di dalam sanadnya terdapat nama-nama para wanita.

Bahkan ini cukup sebagai contoh bahwa laki-laki dapat meriwayatkan dari isterinya tanpa perlu merasa malu. Jika bukan karena Hisyam yang belajar dari Fatimah, yang belajar dari Asma radhiyallahu ‘anha, kita mungkin tidak dapat menarik manfaat dari mutiara hikmah yang indah ini, yang diambil dari lautan Kenabian (yakni hadits-hadits Nabawiyah yang diriwayatkan Fatimah dari Asma-pent.).

bersambung...
~WAHANA BELAJAR UNTUK YANG BERJIWA HANIF~

Minggu, 13 April 2014

Wanita Muslimah Yang Mengajarkan Suaminya (1)


Insya Allah Kami akan muat secara berseri tulisan Syaikhoh Bintu Sabil yang kami dapatkan dari ebook di website raudhatulmuhibbin. Karena Islam sangat memperhatikan peningkatan Ilmu untuk wanita...

Bintu Sabil:

"Saya hampir bisa merasakan keterkejutan anda ketika membaca judul “Wanita Muslimah yang Mengajari Suaminya”!?

Rasa takjub itu mungkin berasal dari keadaan yang menyedihkan yang banyak dijumpai oleh kaum Muslimin sekarang ini. Wanita Muslimah sekarang ini, tidak dapat mengajari suaminya karena:

1. Mereka tidak memiliki ilmu yang akan diajarkan kepada suaminya.

2. Sang suami tidak ingin belajar dari isterinya (Mereka berkata, “Betapa memalukannya isteriku mengajariku!”)

3. Salah satu atau keduanya terlalu sibuk untuk sekedar duduk bersama dan mempelajari agama Allah.

4. Salah satu atau keduanya tidak tertarik atau hanya sedikit sekali tertarik untuk mempelajari agama Islam.

Namun kaum Muslimin di masa lalu sangat berbeda dengan kaum Muslimin di zaman sekarang ini. Ada saat-saat dimana keduanya, suami dan isteri, duduk bersama dengan kecintaan yang samam akan ilmu mengenai agama ini. Orang-orang yang mengenal ilmu-ilmu Islam akan mengetahui bahwa para ulama terdahulu sedemikian bersemangat menempuh perjalanan selama berbulan-bulan hanya untuk mendapatkan satu hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bagi laki-laki seperti mereka, memiliki isteri seorang ulama adalah salah satu anugerah terbesar di dunia ini dan sumber penghargaan dan penghormatan.

Betapa kejinya ketika seseorang memberi label kepada para ulama Islam sebagai laki-laki yang tidak menghargai dan membenci wanita. Sungguh sayang, seiring perputaran dunia, kebodohan menyebar; para Modernis (yang darinya bercabang kaum Feminis) mengajak pada penafsiran kembali ayat-ayat Allah, hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hukum-hukum Islam secara keseluruhan, dengan mengatakan bahwa Islam yang
kita kenal hari ini adalah buah dari pemikiran, pendapat dan ide-ide kaum laki-laki....

Bagi mereka yang merasa malu untuk belajar dari isterinya...

Bagi mereka yang berkata bahwa wanita Muslimah tidak memiliki peran dalam menyebarkan ilmu...

Bagi mereka yang mengatakan bahwa Islam adalah agama yang merendahkan wanita...

Dan bagi para wanita yang berusaha untuk mengubah ajaran Islam dan mengatakan bahwa Islam hanya memusatkan perhatian kepada laki laki....

SAYA MENANTANG ANDA UNTUK TERUS MEMBACA BUKU INI..."

~WAHANA BELAJAR UNTUK YANG BERJIWA HANIF~

Sabtu, 12 April 2014

Cinta Adab Sejak Dini

CINTA ADAB SEJAK DINI

Seorang yang bijak, suatu hari ditemani salah seorang anaknya berjalan-jalan ke tempat yang sunyi. Keduanya berjalan dan akhirnya sampai di perkebunan dengan pohon-pohon yang indah, bunga-bunga yang harum, dan buah-buahannya yang ranum. Ada sebuah pohon kecil di pinggir jalan yang condong karena ditiup angin. Ujungnya hampir menyentuh tanah.

Bapak bijak itu berkata kepada anaknya,”Lihatlah pohon yang miring itu. Kembalikan ia kepada keadaannya yang semula.”

Anaknya pun bangkit menuju pohon itu. Dengan mudah dia berhasil meluruskannya. Lalu keduanya berjalan lagi. Sekarang, keduanya sampai pada sebuah pohon besar, batang-batangnya banyak yang bengkok.

Bapak itu berkata kepada anaknya, “Anakku, lihatlah pohon ini... Betapa ia sangat memerlukan orang yang mau berbuat baik kepadanya untuk meluruskannya. Menghilangkan aib yang menodainya, dan menurunkan harganya di depan orang-orang yang memandangnya. Ke sanalah, lakukanlah apa yang kamu lakukan pada pohon sebelumnya”

Anaknya tersenyum terheran-heran. Dia menjawab, “Aku bukan tidak mau berbuat baik. Hanya saja pohon itu tidak mungkin diluruskan, karena usianya sudah tua. Benar, itu mungkin bisa dilakukan pada saat ia masih muda. Kalau sekarang, mana mungkin?”

Bapak bijak itu mengagumi anaknya. Dia bahagia melihat anaknya yang cerdas dan bisa menjawab dengan tepat. 

Dia berkata, “Kamu benar, anakku. Siapa yang tumbuh di atas sesuatu, maka ia menjadi tabiatnya. Beradablah sejak kecil, niscaya adab itu selalu menemanimu sampai kamu dewasa”

Kemudian keduanya pulang dan bapak bijak itu mendengarkan syair, 

“Budi pekerti itu berguna bagi bocah semasa kecilnya. Adapun pada masa kepala telah beruban, maka ialah tidak berguna.

Sesungguhnya jika kamu meluruskan ranting, maka ia bisa lurus.

Sementara kayu, tidaklah mungkin kamu bisa meluruskannya” (Dari buku Sudah Muliakah Akhlakmu?, Pustaka ElBa Surabaya yang merupakan terjemahan Makarimul Akhlak karya Syaikh Ali Shalih Hazza)

Jumat, 11 April 2014

Inspirasi Untuk Para Penuntut Ilmu

INSPIRASI UNTUK PARA PENUNTUT ILMU PLUS UMMAHAT ATAU ISTRI (2)

Ummu Ibrohim (29 th) di Yogyakarta bercerita:

"Alhamdulillah, Allah telah memberikan hidayah-Nya sejak saya masih kuliah di salah satu PTS di Yogya, tepatnya ketika memasuki tahun ketiga. Sejak itulah saya menutup aurat dengan busana muslimah dan bergaul dengan teman-teman (akhwat) yang sudah lebih dulu hijrah kepada cahaya islam. Merekalah yang sering mengajak saya untuk datang ke majelis ta’lim, ikut dalam kegiatan islam dan meminjamkan atau mengenalkan saya dengan buku-buku bacaan yang islami.

SEJAK SAAT ITU SAYA MULAU MERASAKAN ADANYA KEKURANGAN PADA DIRI SAYA, BAHKAN TERLALU BANYAK. Terutama hal-hal yang belum saya ketahui padahal itu penting karena berkaitan dengan peribadatan kepada Allah Ta’ala dan juga perbuatan-perbuatan maksiat pada Allah yang sebelumnya tak disadari bahwa sebenarnya itu membuat Allah murka, misalnya beramal tidak sesuai dengan syariat, yang dapat menyeret pelakunya dalam perbuatan syirik dan amalan sia-sia lainya yang tak dilandasi dengan ilmu dien yang shahih. Ketika itu, saya merasakan seperti baru tersadar dari tidur yang panjang.....wahai betapa bodohnya diri ini!

Mulailah saya menyibukkan diri dengan hadir di majelis ilmu, dan Alhamdulillah saya sempat belajar (setahun lebih) di salah satu pondok putri di Yogya. Di pondok itulah saya semakin menyadari akan artinya ilmu dan pentingnya menuntut ilmu.

Semenjak menikah, kurang lebih 8 bulan yang lalu, tepatnya tanggal 14 Mei 1995, saya tetap berupaya untuk belajar ilmu dien, dan Alhamdulillah suami saya mendukung sepenuhnya dan ikut mendorong saya. Bagi saya sendiri keinginan Thalabul ‘ilmi ini akan terus saya usahakan, Insya Allah, walaupun nantinya disibukkan dengan anak (saya sedang menunggu kelahiran anak pertama, kurang lebih sebulan lagi, Insya Allah)

Setelah berkeluaraga seperti ini, saya amat merasakan pentingnya ilmu. BUKANKAH KITA SEBAGAI ISTRI DITUNTUT UNTUK MENJADI PENYEJUK HATI SUAMI DAN SEKALIGUS IBU BAGI ANAK-ANAK GUNA MENDIDIKNYA MENJADI ANAK SHALIH DAN SHALIHAH? Nah..... UNTUK MENJADI ISTRI IDEAL YANG SHALIHAH SEPERTI ITU TENTUNYA BUTUH ILMU DIEN YANG CUKUP agar bisa diterapkan dalam kehidupan keluarga.

Cara saya membagi waktu antara kesibukan rumah tangga dan belajar ilmu dien terbagi atas dua kondisi, yaitu:

1. Di saat suami berada di rumah. Belajar bisa saya lakukan bersama suami, tentunya dengan melihat kondisi suami dan kesediaannya. Namun sebenarnya tak bisa mengandalkan suami sepenuhnya, karena seringnya suami pulang kerumah dalam keadaan lelah dan butuh istirahat. Cara lain biasanya melalui kaset atau membaca buku. Waktunya jika pekerjaan rumah tangga sudah selesai / rapi atau pada malam hari setelah shalat Isya.

2. Dengan hadir di majelis ilmu di saat tertentu jika kondisinya memungkinkan dengan diantar oleh suami. Saya terusa berdo’a kepada Allah dan berharap agar ketika punya momongan nanti kegiatan belajar ilmu dien ini masih terus bisa saya lakukan, dengan izin Allah tentunya."

Sebab-sebab Bertambahnya Imam

SEBAB-SEBAB BERTAMBAHNYA IMAN

Orang-orang yang kita sebutkan di atas mengetahui bahwa keimanan seseorang dapat bertambah, semakin mantap dan semakin kokoh dengan amalan-amalan tertentu. Begitu pula sebaliknya, ada beberapa sifat dan amalan yang bisa mengurangi kadarnya. Mereka senantiasa mengerjakan amalan yang bisa mendongkrak iman mereka dan menjauhi sifat dan amalan yang dapat mengurangi kadarnya. Hal inilah yang mengantarkan mereka berhasil menjadi tokoh terkemuka dan orang-orang pilihan.

Allah yang Maha Suci menjadikan setiap hal yang disukai dan diinginkan mempunyai sebab dan cara untuk mendapatkannya. Perkara yang paling diinginkan dan disukai serta paling bermanfaat adalah iman. Allah menunjukkan banyak jalan untuk meraih, memperkuat atau menambah iman seseorang. Jika seorang hamba menjalaninya maka keyakinan dan keimanannya akan bertambah dan semakin kuat. Semua itu telah dijelaskan oleh Allah Ta’ala dalam kitabNya dan oleh RasulNya dalam Sunnah-sunnahnya. 

Diantara jalan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari Ilmu yang bermanfaat yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Menurut Ibnu Rajab rahimahullah, “Ilmu yang bermanfaat adalah menguasai nash-nash Al Kitab dan as Sunnah, memahami makna-maknanya. Mengambil atsar dari para shahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in yang berkaitan dengan makna-makna al Qur-an dan al Hadits, serta perkara-perkara yang berkaitan dengan halal, haram, zuhud, kelembutan hati (raqa’iq) dan berbagai pengetahuan lainnya. Bersungguh-sungguh dalam membedakan yang shahih dengan yang dhaif dan bersungguh-sungguh dalam memahami makna atsar-atsar tersebut. Ilmu yang seperti ini sudah cukup bagi orang yang berakal dan cukup menyibukkan orang yang mencari kesibukan dengan ilmu yangbermanfaat ini” Ilmu yangbermanfaat adalah ilmu yang diamalkan. Maka ilmu yang dapat menambah keimanan adalah ilmu yang diamalkan. 

Pintu-pintu ilmu syar’i yang dapat menambah keimanan diantaranya:

a. Membaca dan merenungkan Al Qur-an. Ini adalah pintu ilmu paling besar yang dapat menambah, memperkokoh, dan memperkuat keimanan.

b. Mengenal nama-nama dan shifat Allah. Mengenal Asmaul Husna dan Shifat shifat Allah yang terdapat dalam al Kitab dan as Sunnah serta segala hal yang dapat menunjukkan kesempurnaan Allah yang mutlak merupakan pintu ilmu yang paling besar.

c. Memperhatikan Sirah (perjalanan hidup) Nabi yang mulia shallallahu ‘alihi wa sallam. Memperhatikan sirah Nabi yaitu dengan memperhatikan sifat-sifat Nabi, akhlaknya yang mulia,dan perilakunya yang terpuji. Beliau dipercaya Allah untuk menerima wahyuNya, orang terbaik di antara makhlukNya, utusanNy bagi seluruh hambaNya, dan seorang utusan yang membawa agama dan manhaj yang lurus. Maka mempelajari Sirah Nabi merupakan pintu ilmu yang penting untuk mengupayakan bertambahnya iman kita.

d. Memperhatikan keindahan ajaran agama Islam. Seluruh ajaran agama Islam sangatlah indah. Aqidahnya paling benar, paling jujur, dan paling bermanfaat. Akhlaknya paling terpuji dan paling bagus. Amalan dan hukumnya paling baik dan paling adil.

e. Membaca Sirah Salaf (pendahulu) umat ini. Mereka adalah generasi terbaik, manusia terbaik. Mereka adalah saksi sejarah peristiwa-peristiwa besar. Mereka adalah orang-orang yang membawa agama ini kepada generasi setelah mereka. Merekalah orangyang paling kuat Imannya, paling kokoh ilmunya, paling bagus hatinya, dan paling suci jiwanya. 
 
2. Merenungkan Ayat-ayat Kauniyah

Memikirkan dan memperhatikan ayat-ayat dan makhluq ciptaan Allah yang beraneka ragam dan menakjubkan seperti langit, bumi, matahari, bulan, planet, bintang, malam, siang, gunung, pepohonan, laut, sungai, dan berbagai ciptaan Allah lainnya yang tidak terhitung jumlahnya merupakan salah satu pendorong keimanan dan salah satu sebab paling bermanfaat dalam memperkuat keimanan.

Perhatikanlah langit! Ia begitu tinggi, luas dan kokoh. Tidak ada tiang penyangga di bawahnya dan tidak ada tali menggantung di atasNya. 
Perhatikanlah bumi! Dia Subhanallah menciptakannya sebagai hamparan yang membentang. Dia menjadikan di dalamnya sumber rezeki, makanan, dan penghidupan untuk hamba-hambaNya. 

Perhatikan pula gunung! Dia menjadikannya untuk meneguhkan bumi dan menjadikannya pasak yang menjaganya agar tidak goyah!

Perhatikan pula angin yang lembut yang berhembus di antara langit dan buni yang dapat dirasakan dan diketahui keberadaannya ketika berhembus tetapi tidak terlihat bentuknya.

Perhatikanlah awan yang berarak-arak antara langit dan bumi. Awan berjalan berkelompok-kelompok kemudian tersusun dan terkumpul satu dengan lainnya, lalu gumpalan itu digiring oleh angin, inilah yang dinamakan olehNya dengan lawaqih. Selanjutnya awan itu digiring ke atas daerah yang membutuhkannya. Setelah Allah meratakan awan tersebut, Allah mencurahkan hujan. Perhatikanlah lautan! Jika bukan karena penjagaan Rabb Tabaraka Wa Ta’ala terhadapnya dengan kekuasaan, kehendak, dan penahanan dariNya, maka air laut tersebut akan meluap dan memenuhi seluruh permukaan bumi.

Perhatikan matahari dan bulan ketika terbit dan tenggelam sehingga terjadi pergantian siang dan malam! 

Perhatikan macam-macam hewan dan tumbuhan yang berbeda jenis satu sama lain! 

Dan secara khusus perhatikanlah penciptaan Allah atas dirimu sendiri wahai manusia! Darimanakah engkau diciptakan? Dari nuthfah yang berasal dari air yang hina! Kemudian Alah mengubahnya menjadi ‘alaqah kemudian menjadi mudhghah sampai Allah sempurnakan penciptaan manusia dengan sebaik-baik penciptaan!

3. Bersungguh-sungguh dalam mengerjakan, memperbanyak, dan menjaga amal shalih dengan ikhlas mengharap wajah Allah

Amalan-amalan dalam Islam terbagi menjadi:

a. Amalan Hati

Contoh amalan hati adalah: ikhlas, cinta, tawakkal, inabah, harap (roja), takut (khouf), khawatir, inabah, ridha, sabar dan lain-lain. Amalan hati pada hakekatnya merupakan dasar agama, pangkal segala urusan dan perkara yang paling penting. Dalam mengerjakan amalan hati manusia dibagi menjadi tiga tingkatan sebagaimana dalam hal amalan badan: ada orang yang berbuat dzalim terhadap dirinya, ada yang tengah-tengah, dan ada yang berseger
a mengerjakan berbagai kebaikan.

b. Amalan Lisan
Adapun berkaitan dengan amalan lisan, seperti dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, memuji dan menyanjungNya, membaca kitabNya, membaca shalawat dan salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengajak kepada yang baik, melarang dari perbuatan mungkar, membaca tasbih, beristighfar, berdoa, dan amalan-amalan lisan lainnya, maka tidak diragukan lagi bahwa menegakkan, selalu menjaga, dan memperbanyak amalan-amalan tersebut termasuk sebab-sebab paling besar dalam menambah keimanan.

c. Amalan Anggota Badan
Adapun contoh amalan anggota badan seperti shalat, puasa haji, shadaqah, jihad dan ibadah lainnya. Allah Ta’ala menyebutkan delapan sifat orang beriman yang mengaitkan dengan amalan anggota badan dalam surat al Mu’minun. Delapan sifat ini masing-masing akan menghasilkan dan menumbuhkan keimanan. Kedelapan sifat ini juga termasuk sifat-sifat keimanan dan termasuk tafsir dari iman. Delapan sifat itu adalah:

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ* الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ* وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ* وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ* وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ* إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ* فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ* وَالَّذِينَ هُمْ لأمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ* وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ* أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ* الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ*
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat
-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” (Terjemahan Asbab Ziyadatil Iman, Syaikh Abdurrozzaq hafizhahullah. Diterbitkan Media Hidayah Jogja)

Ilmu Dan Amal Adalah Tujuan Dari Penciptaan

ILMU DAN AMAL ADALAH TUJUAN DARI PENCIPTAAN

Kebutuhan ilmu kepada amal perbuatan sangat jelas terlihat tatkala kedua perkara tersebut merupakan tujuan dari penciptaan. Alloh Subhanahu wa Ta’ala menciptakan makhluk agar mereka mengetahuiNya, dan Alloh menciptakan mereka agar mereka menyembah Alloh.

Dalil pertama yang menunjukkan hal tersebut adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam akhir ayat dari surat ath-Tholaq:

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah Berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (QS ath-Tholaq: 12)

Kalimat dalam firman Alloh: kholaqo (Allah menciptakan), kemudian lita’lamu (agar kamu mengetahui), maka ILMU ITU ADALAH TUJUAN DARI PENCIPTAAN.

Dalil yang kedua: firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala pada akhir dari surat adz-Dzariyat:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepadaKu. (QS adz-Dzariyat: 56)

Ilmu dan ibadah, sebab keduanya penciptaan itu ada, ibadah tidak ada kecuali dengan ilmu yang bermanfaat yang dapat mendekatkan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala.

BARANGSIAPA YANG TELAH BERILMU KEMUDIAN BERAMAL DENGAN ILMU, MAKA DIA TELAH MENUNAIKAN MAKSUD DARI PENCIPTAAN. Berkata ahli ilmu: “Tauhid yang merupakan sebab diciptakannya kita, dan untuk kita dapat mencapainya, terdapat dua sisi: sisi yang pertama adalah ilmu dan sisi yang kedua adalah amal, tauhid dalam hal pengetahuan dan penetapan, tauhid dalam hal kehendak dan permohonan. Maka sudah menjadi keharusan dari dua perkara tadi untuk mencapai makna dari ubudiyah, agar seorang hamba menjadi hambaNya yang sejati, hamba-hamba yang taat kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala dengan sesungguhnya.
Dan barangsiapa yang berilmu namun tidak beramal, maka dia dimurkai, mendapatkan murka Alloh, sebab dia tidak melaksanakan maksud dari ilmu. Dan barangsiapa yang beramal dengan kesungguhan yang sangat dalam beribadah namun tanpa ilmu, maka dia telah tersesat dari jalan Alloh dan jalan yang lurus.

Dalam rangka seperti ini kita disyariatkan untuk membaca apa yang ada dalam surat al-Fatihah, yang merupakan doa yang sangat agung, merupakan salah satu dari doa-doa yang paling penting:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ . صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
Tunjukilah Kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS al-Fatihah: 6-7)

Orang-orang yang diberi nikmat di sini adalah mereka yang berilmu dan diamalkan, dan orang-orang yang dimurkai adalah ahli ilmu tanpa amal, dan orang-orang yang tersesat adalah ahli amal tanpa ilmu. Berkata Sufyan bin Uyainah rohimahulloh: ”Di antara golongan kita yang rusak dari kalangan ulama/ahli ilmu maka dia seperti Yahudi, dan di antara golongan kita yang rusak dari kalangan ahli ibadah maka dia seperti Nashoro (Nasrani), sebagaimana firman Alloh:
مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurot, kemudian mereka tiada mengamalkanya adalah seperti keledai. (QS al-Jum’ah: 5)

Firman Alloh لَمْ يَحْمِلُوهَا bermakna tidak melaksanakan ilmu tersebut, mereka hapal dan memahami hal-hal yang menunjukkan ilmu tersebut, tetapi mereka tidak mengamalkannya. Dan orang yang jelek dari golongan ahli ibadah seperti golongan Nashoro, karena Nashoro merupakan pelaku hal-hal baru dalam agama mereka, melakukan ibadah-ibadah yang belum pernah Alloh Subhanahu wa Ta’ala turunkan, tidak pernah disyariatkan dan tidak diizinkan dalam peribadahan kepada Alloh.

(Disadur dari kitab Prof. Dr Syaikh Abdurrozzaq al-Badr (hafidhohulloh) dengan judul Tsamrotu al-’Ilmi wa al-’Amal oleh Ustadz Maryono, S.Th.I, dari Majalah Adz Dzakhiirah)

Karena Keimanan Itu Sangat Berharga

KARENA KEIMANAN ITU SANGAT BERHARGA

Perkataan-perkataan generasi salafus shaleh kepada sesama mereka untuk menambah keimanan:

1. Umar ibnu Al Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata kepada para shahabatnya:
 
هَلُمُّوْا نَزْدَدْ إِيْمَاناً
“Mari kita menambah keimanan”

2. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
اِجْلِسُوْا بِنَا نَزْدَدْ إِيْمَانًا
 
“Duduklah bersamaku agar kita dapat menambah keimanan”
Dalam do’anya beliau radhiyallahu ‘anhu biasa mengucapkan: 
اَللَّهُمُّ زِدْنِيْ إِيْمَاناً وَيَقِيْنًا وَفِقْهًا
“Ya Allah tambahkan kepadaku keimanan, keyakinan dan pemahaman”

3. Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu berkata:
 
اِجْلِسُوْا بِنَا نُؤْمِنُ سَاعَةً
 
“Duduklah bersamaku kita beriman sesaat”

4. Abu Ad Darda radhiyallahu ‘anhu berkata:
مِنْ فِقْهِ الْعَبْدِ أَنْ يَعْلَمَ أَمُزْدَادٌ هُوَ أَوْ مُنْتَقِصٌ ـ أي من الإيمان ـ وَإِنَّ مِنْ فِقْهِ الْعِبْدِ أَنْ يَعْلمَ نَزَغَاتِ الشَّيْطَانِ أَنِّى تَأتِيْهِ
“Salah satu tanda kefakihan seorang hamba adalah dia mengetahui apakah imannya bertambah atau berkurang dan tanda kefakihan yang lain adalah dia mengtahui bagaimana godaan-godaan setan datang kepadanya.”
 
5. Abdurrahman bin ‘Amr al Auza’i rahimahullah ditanya tentang keimanan, apakah ia bisa bertambah? Dia menjawab:
نَعَمْ حَتَّى يَكُوْنُ كَا لْجِبَالِ
“Ya sampai seperti gunung”
Ia juga ditanya apakah iman juga bisa berkurang? Dia menjawab,
نَعَمْ حَتَّى لاَ يبْقَى مِنْهُ شيْ ءٌ
“Ya sampai tidak tersisa sedikitpun.”

6. Imam Ahlussunnah, Ahmad bin Hanbal rahimahullah pernah ditanya tentang keimanan, apakah ia bisa bertambah dan bekurang? Beliau menjawab, “Ia bisa bertambah bahkan sampai mencapai ke tujuh langit yang paling tinggi dan ia bisa berkurang sampai mencapai tujuh bumi yang paling rendah.” Beliau rahimahullah juga berkata, “Iman itu mencakup ucapan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang. Jika kamu mengerjakan perbuatan baik, maka iman itu akan bertambah, tetapi jika kamu lalai, maka iman itu akan berkuranng.”

Perkataan para salafus shaleh tentang masalah iman sangat banyak sekali dan jika kita mengamati dan membaca sejarah mereka maka kita akan mengetahui betapa besar perhatian mereka terhadap masalah keimanan ini. (Asbab Ziyadatil Iman, Syaikh Abdurrozzaq, edisi terjemahan Manejemen Iman, Media Hidayah)

Kamis, 10 April 2014

Taqwa Itu Diraih Dengan Ilmu Dan Amal

TAQWA ITU DIRAIH DENGAN ILMU DAN AMAL

Di hari Jumat para khotib senantiasa menasehati jamaah dengan nasehat taqwa. Besok Insya Allah Hari Jumat dan kita sambut dengan bekal perkataan mutiara as Salaf

Abu Darda radhiyallahu 'anhu berkata:
لاَ تَكُوْنَ تَقِيًّا حَتَّى تَكُونَ عَالِمًا وَلاَ تَكُونَ بِالْعِلْمِ جَمِيلاً حَتَّى تَكُونَ بِهِ عَامِلاً

“Engkau tidak bisa menjadi orang bertaqwa sampai engkau berilmu, dan engkau tidak bisa indah (Jamil) dengan ilmu tersebut sampai engkau mengamalkan ilmu” (Lihat Jami’ Bayan Al Ilmi wa Fadhlih oleh Imam Ibn Abdil Barr 2/7 sebagaimana yang dikutip oleh Syaikh Dr. Said bin Wahf Al Qahthani dalam Al Hikmah Fid Da’wah Ilallah hal. 32.)

Do'a Meraih Taqwa

اَللَّهمَّ آ تِ نَفْسِيْ تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّا هاَ أَنْتَ وَلِيُّهَا و مَوْلاَ هَا
“Ya Allah berikanlah ketakwaan pada diriku dan sucikanlah ia, karena Engkau sebaik-baik Rabb yang mensucikannya, Engkau pelindung dan Pemeliharanya.”
(HR Muslim no 2722 dan An Nasai VIII/269 dari Zaid bin al Arqam. Lihat Doa dan Wirid, Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawwas, Pustaka Imam Asy Syafi’i cetakan ke 10 hal.309-310)

Minggu, 06 April 2014

Soal kajian

Sehubungan dg berakhirnya materi Syarah Al Wajibat maka bagi para peserta kajian ilmiyah Ta'shily Rabu sore pekan pertama di Masjid Imam An Nawawi akan diberikan SYAHADAH 📝. 
Dengan syarat mengerjakan soal ujian di bawah ini (boleh open book) pada kertas folio dan mengumpulkannya kepada panitia paling lambat akhir bulan April. 

SOAL UJIAN
1. sebutkan 3 perkara apa saja yg wajib diketahui setiap muslim dan muslimah?
2. Apa makna tauhid, sebutkan pembagian2 nya beserta penjelasannya!
3. Apa makna syirik dan sebutkan pmbagian2nya!
4. Sebutkan syarat2 diterimanya laa ila haillallah dan sebutkan pembatal2 laa ilaa haillallah!
5. Apa makna kufur dan sebutkan pembagian2nya!
6. Apa makna nifak dan sebutkan pembagian2nya!
7. Jelaskan makna kalimat laa ila ha illallah!
8. Apa makna thogut dan sebutkan ru'us/gembong/pemimpin2nya! 

📚Selamat Mengerjakan
معكن النجا𑸭 ✏✒

Syarah Hadits Arba'in

Ringkasan materi Syarah Hadits Arba'in
Oleh: Ustadzah Ummu Fadhl Liana Suciawati
 
بسم الله الرحمن الرحيم 
Hadits yang pertama 
 عن أمير المؤمنين أبي حفصٍ عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله عليه وسلم يقول : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ( إنما الأعمال بالنيات ، وإنما لكل امرئ ما نوى ، فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه ) .
رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبه البخاري وأبو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما من أصح الكتب المصنفة . 
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab radhiallahuanhu, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatantergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
 (Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaaburi di dalam dua kitab Shahih, yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang).

Hadits ini merupakan hadits yang disepakati keshohihannya walaupun diriwayatkan dengan satu jalur sanad yaitu dari yahya bin said al anshori dari muhammad bin ibrohim at taimi dari alqomah bin waqqosh al laitsi dari umar bin al khoththob
Imam ahmad berkata," prinsip/poros islam itu ada pada 3 hadits yaitu hadits dari nu'man bin basyir إنّ الحلال بيّن و إنّ الحرام بيّن , kemudian hadits ini dan hadits dari aisyah من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو ردّ
kenapa dikatakan demikian?
karena amal seorang hamba yang mukallaf (sudah terbebani syariat) tertumpu pada perintah dan larangan yaitu perkara-perkara yang yang diperintah dan dilarang kemudian dalam melakukan amal seorang memerlukan niat dan dalam beramal tata caranya harus sesuai dengan tuntunan nabi. jadi amalan seorang mu'min tidak terlepas dari 3 hadits ini 
 
Syarh/penjelasan hadits 
 
إنّما الأعمال بالنيّات
kata إنّما mempunyai faidah hashr/pembatasan biasanya diterjemahkan hanyalah.
maksud amalan disini adalah amaln yang disyriatkan sehingga pengertian إنّما الأعمال بالنيّات adalah tidak dianggap sebagai suatu amal jika tidak disertai dengan niat
Imam ibnu rojab berkata (dalam kitab jami'ul uluum wal hikam)
"amalan-amalan itu dianggap baik atau buruk,diterima atau tidak,diberi pahala atau tidak sesuai dengan niat pelakunya"
dan ini diperjelas dengan lafazh yang kedua و إنّما لكلّ امرئ ما نوى
perbedaan إنّما yang pertama dengan yang kedua adalah إنّما yang pertama menunjukkan pada amalannya dan yang kedua menunjukkan hasil yang yang akan didapat
maka و إنّما لكلّ امرئ ما نوى maknanya
seseorang tidak mendapatkan hasil dari amalannya kecuali sesuai dengan apa yang ia niatkan,jika ia meniatkan kebaikan maka akan memperoleh pahala dan jika ia meniatkan keburukan maka ia mendapat dosa 
 
makna niat
dalam alqur'an
a. irodah
sebagaimana firman Alloh dalam surat ali imron:152, al anfal:67, asy syuuro:20
b. ibtighoo
sebagaimana firman Alloh dalam surat allail:20, al baqoroh:265,272
dalam hadits ini makna niat itu adalah niat itu sendiri 
 
Perkataan para ulama tentang niat
Ibnu abid dunya dari yahya bin abu katsir
" pelajarilah niat karena niat lebih baik dari perbuatan"
Yusuf bin asbath berkata
" membersihkan niat dari perkara-perkara yang merusaknya lebih berat bagi para pelaku amal daripada amalan itu sendiri"
Abdulloh ibn mubarok berkata
"berapa banyak amalan yang kecil menjadi besar lantaran niat dan berapa banyak amalan yang besar menjadi kecil karna niat" 
 
fungsi niat
-sebagai pembeda antara ibadah dengan adat/rutinitas
oleh karena itu dikatakan oleh para ulama
عبادة أهل الغفلة عادة و عادة أهل اليقظة عبادة
ibadahnya orang lalai dari memperhatikan niat mejadi rutinitas belaka dan rutinitasnya orang yang senantiasa memperhatikan niatnya adalah ibadah 
 
dalam hadits ini rosul memberikan contoh yang benar dan yang salah dalam ibadah hijroh
-ada yang meniatkan hijroh karena Alloh dan rosulnya maka orang ini mendapat pahala
-ada yang meniatkan karena dunai yang hendak ia raih atau karena wanita yang hendak ia nikahi maka ia mendapat apa yang ia niatkan yaitu berupa dunia atau wanita tapi tidak mendapat pahala dari Alloh
ini menunjukkan bahwa niat yang benar bisa menyebabkan datangnya pahala, bisa jadi 2 orang melakukan ibadah yang sama tapi berbeda dalam perolehan pahala 
 
Pendapat para ulama tentang masalah niat dalam suatu ibadah 
 
1. apabila suatu ibadah yang niatnya bukan karena Alloh maka ibadah nya tidak dianggap (tidak diterima dan tidak mendapat pahala)walaupun dalam pandangan manusia ia telah beribadah
2. jika seseorang beribadah niat awalnya karena Alloh kemudian ditengah-tengah berubah maka hal ini ada 2 hal
-jika ia menghapus niat awalnya (yang karena Alloh) diganti dengan niat selainAlloh maka ibadahnya batal dari awal-akhir
- namun jika ia tersadar dan kembali pada niat awal maka amalannya diterima
namun menurut syaikh al Utsaimin hal ini harus dirinci dan dilihat jenis ibadahnya
-jika ibadahnya berupa satu rangkaian seperti sholat maka jika niat ditengah-tengah berubah menjadi niat selain Alloh maka sholatnya tidak diterima berdasarkan qiyas jika dalam satu rokaat batal maka batal semua rokaat yang lain
-jika ibadahnya bukan satu rangkaian seperti shodaqoh 100rb yang 30rb niatnya karna Alloh yang 70rb niatnya selain Alloh maka yang diterima shodaqoh yang 30rb yang 70rb tertolak
3. jika seseorang beramal niatnya karena Alloh setelah selesai beramal ada orang yang memujinya maka ia mendapat pahala dan kesenangan yang disegerakan dengan syarat tidak riya dan sombong setelah dipuji. jika ia berubah menjadi riya dan sombong karena dipuji maka gugur/batal pahala ibadahnya
4. jika seseorang beribadah niatnya karena Alloh kemudian syariat menetapkan adanya keuntungan dunia yang bisa diraih maka ia boleh meniatkan kedua-duany (karena Alloh dan karena keuntungan dunia) seperti menyambung silaturahmi keuntungan dunianya diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya. namun yang lebih utama adalah memurnikan niatnya hunya karena Alloh semata agar pahala ibadahnya sempurna dan dengan sendirinya keuntungan dunia akan menyertainya
5.jika sebuah ibadah yang tidak tercampur dengannya riya tapi untuk mendapatkan upah atau ghonimah maka hal ini tidak membatalkan pahala amalannya akan tetapi berkurang kesempurnaan pahalanya sesuai dengan berkurangnya keikhlasan
Yang perlu diperhatikan tentang masalah niat
- bahwa niat tepatnya dihati tidak ada satu dalilpun yang menganjurkan niat itu dilafazhkan dan niat adalah amalan hati dan ini merupakan ibadah maka harus ada/sesuai dengan dalil karena ibadah sifatnya adalah tauqifiyyah
- niat tidak dapat merubah suatu hukum yang sudah jelas halal-haromnya 
 
Faidah Hadits 
 
1. Niat adalah penentu amalan dari segi terwujudnya maupun tujuannya
2. Hasil yang didapat oleh orang yang beramal adalah sesuai dengan niatnya
3. seseorang mendapat pahala atau dosa tergantung dari niatnya
4. wajib bagi seorang muslim menata niatnya sebelum ia beramal
5. amalan yang diterima disisi Alloh adalah amalan yang yang ikhlas dan sesuai tuntunan nabi
6. amalan yangditujukan pada Alloh kemudian tercampur dengan niatan lain selain riya maka kesempurnaan pahalanya berkurang sesuai dengan kadar berkurangnya keikhlasan
7.amalan yang ditujukan pada selain Alloh tidak bernilai apa-apa
8.riya yang terbesit kemudian hilang tidak mempengaruhi amal
9.hadits ini merupakan salah satu poros islam
10. hadits ini memotivasi kita untuk senatiasa berlaku ikhlas dalam setiap ibadah
11. indahnya metode pengajaran nabi beliau menyebutkan perkara yang global baru kemudian perkara yang rinci 
 
wallohu a'lam. 
( Kajian Ta'shily Rabu sore pekan ke 2)
🌴Diselenggarakan oleh Kemuslimahan Yayasan Al Hanif 🌴

Jumat, 04 April 2014

Pemilu

Alasan para ulama yg membolehkan pemilu adalah utk mengambil mudhorot yg lebih kecil..
Oleh krn itu kita perlu mengetahui kerusakan dan mudhorot pemilu menurut Al Qur'an dan Assunnah.

Ada sebuah kitab berjudul Tanwîr Azh Zhulumât fi Kasyfi Mafâsid wa Syubuhât Al Intikhabât, artinya, “Menerangi Kegelapan dengan Menjelaskan Kerusakan-kerusakan dan Syubuhât-Syubuhât Seputar Pemilu.” Kitab ini ditulis oleh salah seorang murid Syaikh Muqbil yang termasuk paling senior, Abu Nashr Muhammad bin ‘Abdillah, diberi laqob “Al Imam”. Beliau menyebutkan kerusakan Pemilu itu ada 34 kerusakan yang menyelisihi syari’at Islam, ana akan sebutkan di sini judul-judulnya saja, karena kalau kita uraikan akan butuh muhadharah (pertemuan) khusus.

Kerusakan ke-1: Pemilu bisa mengantarkan pada kesyirikan kepada Allah dalam masalah Syirkuth Tha’ah (syirik dalam ketaatan).

Kerusakan ke-2: Pemilu meng-ilah-kan mayoritas, yang mayoritas itu yang diangkat dan dijadikan sebagi ilah.

Kerusakan ke-3: Pemilu memberikan sangkaan yang jelek terhadap Islam bahwa Islam ini adalah kurang, sebab Pemilu tidak dikenal dalam Islam. Kalau kita katakan Pemilu boleh, artinya kita memberikan sangkaan yang jelek bahwa Islam itu kurang karena Islam tidak mengaturnya.

Kerusakan ke-4: Pemilu mempersempit atau menelantarkan Al Walâ’ (loyalitas) dan Al Barâ’ (antipati dan permusuhan) terhadap orang-orang kafir dan orang-orang yang menyeleweng.

Kerusakan ke-5: Pemilu artinya ia tunduk kepada peraturan ilmaniyah (sekuler).

Kerusakan ke-6: Pemilu artinya mengelabui kaum muslimin.

Kerusakan ke-7: Pemilu artinya memberi label syar’i terhadap demokrasi.

Kerusakan ke-8: Pemilu merupakan alat yang dipakai oleh orang-orang Yahudi dan Nashara.

Kerusakan ke-9: Pemilu ini menyelisihi Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam dalam menghadapi musuh-musuhnya. Beliau menghadapi musuh-musuh dakwah bukan dengan cara Pemilu.

Kerusakan ke-10: Pemilu adalah wasilah yang diharamkan.

Kerusakan ke-11: Pemilu memecah belah persatuan kaum muslimin dengan partai-partai itu dan seterusnya,ini memecah belah kesatuan kaum muslimin.

Kerusakan ke-12: Pemilu menghancurkan ukhuwah Islamiyah.

Kerusakan ke-13: Fanatisme yang tercela.

Kerusakan ke-14: Membela partai.

Kerusakan ke-15: Memberi rekomendasi menurut kepentingan partai.

Kerusakan ke-16: Calon pejabat mencari keridhaan rakyat.

Kerusakan ke-17: Kepalsuan, kelicikan demi simpati massa.

Kerusakan ke-18: Menyia-nyiakan waktu dengan slogan kosong.

Kerusakan ke-19: Menghamburkan harta.

Kerusakan ke-20: Calon pejabat terfitnah oleh harta.

Kerusakan ke-21: Pemilu mementingkan kuantitas, bukan kualitas.

Kerusakan ke-22: Pemilu mementingkan kursi, tidak mempedulikan masalah aqidah.

Kerusakan ke-23: Mengabaikan kerusakan aqidah sang calon pejabat

Kerusakan ke-24: Menerima seorang calon tanpa peduli syarat-syarat syar’i.

Kerusakan ke-25: Menyalahgunakan nash-nash syar’i.

Kerusakan ke-26: Tidak memperhatikan rambu-rambu syar’i dalam memberikan kesaksian.

Kerusakan ke-27: Pemilu ini menyamakan antara suara orang kafir dengan orang muslim, orang shalih dengan orang thalih, orang baik dengan orang jelek, padahal Al Qur’an membedakan:

أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ

“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)?” (QS Al Qalam: 35)

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَ يَعْلَمُوْنَ

“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’” (QS Az Zumar: 9)

Dan banyak lagi dalil-dalil yang menyebutkan tidak boleh disamakan, akan tetapi dalam Pemilu semuanya disamakan.

Kemudian, disamakannya antara suara laki-laki dengan suara perempuan. Padahal Allah membedakan:

وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَاْلأُنْثَى

“Dan laki-laki tidaklah seperti perempuan.” (QS  Âli ‘Imran: 36)

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (QS An Nisâ: 34)

Kerusakan ke-28: Fitnah perempuan dalam Pemilu.

Kerusakan ke-29: Menganjurkan orang-orang hadir di tempat-tempat kedustaan.

Kerusakan ke-30: Tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.

Kerusakan ke-31: Bekerja keras dalam sesuatu yang tidak berfaidah.

Kerusakan ke-32: Janji-janji kosong.

Kerusakan ke-33: Menamakan sesuatu dengan cara yang salah.

Kerusakan ke-34: Koalisi-koalisi semu.

=====

Maka apabila kita ikut pemilu artinya kita telah terjatuh kedalam kemaksiatan yg tidak ringan serta ikut mendukung dan melegalkan kerusakan-kerusakan pemilu yg dijelaskan diatas

Adapun argumentasi yg dipakai oleh para ulama yg membolehkan pemilu untuk memilih dua mudhorot yg lebih kecil. Maka harus kita ketahui bahwa kaidah ini menurut ulama ahli ushul fiqhi tidak boleh diterapkan kecuali dengan tiga syarat.”
1. Hendaknya maslahat yang akan dicapai dengan melakukan dharar tersebut adalah maslahat haqiqiyyah (pasti tercapai) bukan maslahat wahmiyah (mungkin tercapai, mungkin tidak). Sekarang kita lihat maslahatnya, orang yang masuk Pemilu apakah pasti tercapai akan terpilih atau masih kemungkinan? Jawabnya, mungkin, tidak ada kepastian. Sedangkan ketika kita ikut serta dalam pemilu, secara yakin kita sdh terjatuh kedalam perkara kemaksiatan dan mudhorot yg tdk ringan yg disebutkan diatas. Dan ada qoidah ushul fiqih "اليقين لا يزول بالشك" Artinya : "Sesuatu yg sudah pasti tdk tergeserkan dng sesuatu yg meragukan". Jadi Syarat pertama sudah tidak terpenuhi.

2. Syarat yang kedua, hendaknya mafsadah yang akan dipilih itu lebih ringan bila dibandingkan mafsadah yg lainnya. Sekarang kita lihat, 34 kerusakan diatas ringan atau tidak? Wallâhi, berat, dan beratnya lebih berat daripada mafsadah yg ingin dihindari dngan melakukan pemilu tsb. Mk syarat kedua jg Tidak terpenuhi

3. Syarat yang ketiga, disebutkan oleh Ibnu Daqiqil ‘Ied rahimahullâh bahwasanya tidak ada jalan lain lagi kecuali jalan tsb. Maka kita katakan. Dimanakah jalannya Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam? Adakah beliau melakukan Pemilu? Adakah beliau melakukan koalisi dngan pembesar quraisy dan mengabaikan prinsip2 beliau untuk membangun ummat. Beliau memulai berdakwah dari Makkah dalam keadaan lemah,13 tahun setelah itu pindah lagi ke Madinah dan mulai di situ mempunyai daulah sambil menyempurnakan tauhid dan seterusnya. Mana jalan Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam yang lebih berhasil? Dua puluh tiga tahun Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam berhasil dalam membangun ummat. Maka apabila kita ingin berhasil didalam membangun ummat dan kita ingin kemashlahat dunia akhirat.. ikutilah jalan Nabi shallallhu 'alaihi wa sallam.. kembalilah kpd apa2 yg diajarkan Rosululloh kpd kita didalam membangun ummat ini..

Wallohu A'lam bishowab

Note: from Um Mutmainnah.